Puji Astuti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Jujur Itu Berat

Jujur Itu Berat

Ingat Dilan? Dia sering bilang: "rindu itu berat..biar aku saja yang menanggung. Lain Dilan lain Asti. Asti bilang: "Jujur itu berat" gara-gara dia mengalami kisah di hari ini.

Pagi tadi sekitar jam 9 Asti sampai di Polres dengan diantar suaminya. Asti akan memperpanjang SIM C yang telah 2 tahun tidak berlaku. Parah kan. Dia gak pernah ngecek SIM yang tersimpan rapi di dompetnya. Kebetulan dia gak pernah kepergok operasi ketupat atau lainnya yang harus dicek SIM C nya. Dia baru tahu kalau sudah terlambat 2 tahun sekitar sebulan yang lalu. Kesempatan lah yang membuat Asti belum memperpanjang SIM.

Berkas sudah lengkap, Asti pun mantab melangkahkan kaki menuju meja untuk mengambil nomer antrian. Karena ingin jujur, Asti bicara pada petugas: "Mbak, saya sebetulnya akan memperpanjang SIM C namun sudah terlambat"

"Kalau begitu Ibu gak bisa perpanjangan tapi harus mengajukan SIM baru, stopmaf diganti yang biru ya Bu" jawab petugas polisi yang masih muda dan cantik dengan ramah.

"Baiklah, Mbak" jawab Asti.

Kemudian suami Asti membeli stopmaf yang berwarna biru dan Asti menunggu. Setelah siap semua, Asti menuju loket 1. Tiba-tiba saat duduk menunggu dekatloket 1, ada seorang perempuan sekitar 40 tahunan menghampiri Asti sambil berkata: "Ibu akan membuat SIM baru ya?"

"Gak, Mbak, sebenarnya hanya perpanjangan tetapi karena terlambat lama maka diminta mengajukan baru" jawab Asti.

"Betul, Bu..memang aturannya begitu. Bagaimana kalau saya bantu untuk membimbing Ibu? Berkas akan saya bawa, tidak perlu nomer antrian ini. Ibu tinggal foto saja daripada Ibu harus mengurus sendiri dan harus mengikuti ujian. Jika Ibu tidak lulus maka semingu lagi akan diminta mengulang ujian. Saya gak nakut-nakuti Ibu lho..tapi biasanya memang banyak yang gagal." jelas wanita itu penuh semangat sambil meminta berkas Asti.

Bukan Asti kalau langsung pasrah. Dia menanyakan biaya secara detail.

"Biayanya berapa, Mbak jika mengurus sendiri dan berapa jika Mbak bimbing?"tanya Asti penuh selidik.

"Jika mengurus sendiri sekitar 100 ribu dan jika saya bimbing 400 ribu, Bu" jawab wanita itu.

"Kok banyak ya Mbak selisihnya, okey deh saya coba urus sendiri dulu ya, Mbak..nanti kalau saya menemui kesulitan saya akan menghubungi Mbak." jawab Asti hati-hati agar tidak menyinggung perasaan wanita itu.

Asti menyerahkan berkas ke loket 1 dari depan tapi petugas memintanya masuk ke ruangan.

"Masuk sini saja, Bu"kata petugas.

"Ya, Bu" jawab Asti sambilmembuka pintu masuk.

"Ibu akan mengurus SIM baru ya..mau diurus sendiri atau kami bantu?" tanyapetugas.

"Saya urus sendiri, Bu" jawab Asti mantab.

"Baiklah, kumpulkan berkasnya disini dan silahkan duduk menunggu panggilan untuk foto." jawab petugas.

Asti mencari tempat duduk di dekat loket. Saat duduk, Asti merenungkan apa yang dialaminya. Batin Asti bertanya-tanya karena Ati juga gak bisa tanya kepada suaminya. Asti sadar proses akan lama sehingga dia meminta suaminya mengajak anak-anak ke rumah neneknya dulu dan Asti akan menyusulnya dengan naik grab.

"Siapa wanita tadi ya? Mengapa menawarkan jasa kepadaku dan bayarannya 300 ribu? Terus kok petugas di loket juga nawarin aku?" batin Asti bingung. Sambil mencari jawaban, Asti menebarkan pandangan membaca informasi di sekitar ruangan pembuatan SIM. Mata Asti berhenti pada satu banner tegak yang berbunyi" Ajukan SIM sendiri, jangan tergoda pada CALO. Mari kita berantas pungli di sekitar kita."

Asti sudah menemukan jawabannya. Ternyata wanita tadi adalah seorang CALO. Petugas loket bukan CALO tapi menawarkan jasa entah biaya tambahannya sama atau berbeda. Asti bersyukur karena telah memutuskan untuk mengurus sendiri pengajuan SIM nya. Tapi Asti merasa ada yang aneh. Kalau dipasang banner tolak CALO dan pungli mengapa polisi membebaskan CALO bertindak? bahkan saat Asti mengamati wanita CALO tadi juga berada di dalam ruangan pembuatan SIM. Nah..lho..bingung kan? Terus petugas di loket juga menawarkan jasa membantu. Hmmm...bagaimana pungli bisa mati jika sistemnya malah menyediakan pungli secara sah...alias oleh orang-orang dalam sendiri.

Otak Asti berputar keras. Siapa yang salah dengan maraknya pungli ini? Petugas kepolisian ataukah masyarakat yang memang menghendaki. Asti pun mencari tahu dengan mengajak ngobrol seorang bapak-bapak yang mengantar cucunya yang baru saja kuliah untuk mengajukan SIM baru.

"Cucu Bapak mengajukan SIM baru ya PAk? Apakah diurus sendiri?" tanya Asti menyelidiki.

"Ya, Bu..tapi saya titipkan petugas disini yang kebetulan tetangga saya. Berapa pun uangnya gak masalah bagi saya..yang penting gak repot dan ribet. Cucu saya tinggal foto saja gak perlu ujian apa pun. Dulu saya jga anak-anak kalau mengurus SIM juga begitu, Mbak."

Asti jadi berpikir: "Kok banyak masyarakat yang gak mau repot ya saat mengajukan SIM, padahal prosedurnya juga mudah. Tinggal daftar, difoto, ikut tes tertulis kemudian uji praktek berkendaraan. Berarti masyarakat juga punya andil terhadap maraknya pungli. Bagaimana nasib generasi muda ke depan jika seperti ini terus? Bagaimana kita memperoleh generasipenerus yang tangguh jika hanya menghadapi urusan ringan seperti membuat SIM saja cari yang mudah. Pakai jalan pintas"

Belum puas, Asti mencari informasi lagi kepada seorang ibu paruh baya dengan cara memancing pembicaraan.

"Bu, ternyata orang-orang banyak yang gak mau repot saat ngurus SIM ya..gak mau antri lama seperi saya. Sudah 30 menit belum dipanggil juga untuk foto." pancing Asti.

"Ya sih, Mbak...saya sendiri kalau mengurus perpanjangan memang sendiri tetapi dulu ketika mengajukan SIM baru juga minta bantuan teman yang disini. Biar gak repot." jawab Ibu itu.

"Gitu ya..." Jawab Asti.

"Ya Allah...berikan kemudahan kepada hamba dalam mengurus SIM ini. Hamba gak mau gak jujur. Hamba mau bertanggung jawab atas kesalahan hamba yang lalai mengajukan perpanjangan SIM. Biarlah sedikit repot yang penting jujur. Jujur itu berat tapi hamba ikhlas melakukannya. Toh dulu saat hamba tidak tahu bahwa SIM sudah terlambat 1 tahun dan asal mengajukan perpanjangan juga diketahui oleh polisi. Hamba malu ya Allah jika nanti sampai ketahuan bohong atau menutupi kenyataan bahwa SIM hamba sudah terlambat 2 tahun. Meskipun petugas polisi tidak tahu tapi Engkau MAha Tahu." bisik Asti dalam hati. Asti juga tidak menyesal dengan keputusannya walaupun ada temannya yang SIM sudah terlambat 1 tahun tapi diam=diam diajukan perpnjangan dan lolos.

Setelah sabar menunggu, tibalah giliran Asti untuk masuk ke ruangan foto. Semua lancar, saat foto petugas tidak menanyakan apa-apa. Berkas dikembalikan kepada Asti untuk dibawa ke ruang tes tertulis. Asti segera bergegas ke ruangan itu. Asti juga kembali bertemu dengan siswanya yang juga mengajukan SIM baru. Melihat siswanya bingung, tanpa diminta Asti menjelaskan bahwa dia terlambat perpanjangan SIM jadi harus mengajukan baru. Asti berharap, kelalaiannya tidak ditiru oleh siswanya.

Tak berapa lama Asti dipanggil ke ruangan untuk ujian tertulis. Asti sedikit kaget karena ternyata ujiannya menggunakan komputer, soal didengarkan melalui headset. Asti telah berusaha mereview pemahaman tentang beberapa rambu-rambu lalu lintas tapi soal bersifat aplikatif. Narator membacakan teori berkendaraan yang benar kemudian ada video animasi pengendara sepeda motor dan peserta ujian memilih benar atau salah tindakan yang dilakukan pengendara tersebut. Saat awal-awal mengerjakan soal, Asti kurang paham maksud soal dan baru paham setelah mengerjakan 5 soal lebih. Asti berjuang keras menjawab soal-soal ujian tapi sayangnya jawaban yang dirasa salah gak bisa dibetulkan. Selesai ujian langsung keluar nilai hasil ujian. Asti gagal karena nilainya hanya 64 dan KKM 70 untuk lulus.

Petugas berkata pada Asti: "Maaf Ibu gak lulus, silahkan datang kemari seminggu lagi untuk mengulang ujian tulis."

"Sambil tersenyum malu Asti menjawab: "Ya, Pak"

Asti segera keluar ruangan ujian dan mendapati peserta lain yang bersama-sama masuk 1 sesi dengannya lulus ujian semua. "Waduh...malu aku, guru di sekolah favorit kok gak lulus ujian. Okey, tak apalah..aku akan belajar dan mengulang ujian." bisik Asti dalam hati. Asti kemudian menelpon suaminya dan cerita kalau gagal.

"Jujur itu berat...tapi akan nikmat pada waktunya"

To be continued

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa keren bu puji, smangat literasi.

15 Jul
Balas

Makasih Bu Indarwati

18 Jul



search

New Post