Sawi-sawi mungil.

Makhluk kecil yang berhasil menyobek kulit dan merombak biji, mengepakkan daun pertamanya, dan mengangkat diri semakin tinggi dari permukaan tanah.

Melihatnya seperti membawa harapan. Harapan tentang kehidupan yang lebih baik ketika mereka tumbuh besar. Saat dimana mereka dapat memberikan banyak manfaat bagi yang lain.

Namun, siapa yang mengira bahwa di luar sana ada banyak bahaya yang bisa mengancam kelangsungan hidup mereka?

Kekeringan karena keterbatasan air. Serangga yang menggerogoti daunnya. Hewan yang ingin memakannya. Manusia yang secara tidak sengaja menginjaknya. Air hujan yang menggenangi tempat tumbuhnya, sedang ia tak punya daya untuk beranjak dari sana, hingga akhirnya ia membusuk dan mati muda. Bahkan sebelum mereka merasakan bagaimana rasanya berbunga.

Dari sekian jumlah sawi-sawi mungil itu, mungkin hanya setengah atau seperempatnya yang mampu bertahan untuk tumbuh besar sampai dewasa. Bagaimana dengan yang lain? Mereka kalah oleh kejamnya dunia. Tidak semua sawi mampu bertahan. Seperti hukum seleksi alam yang digaung-gaungkan para ahli biologi, yang mampu beradaptasi akan bertahan, bagi yang tidak, maka ia akan mati.

Begitu juga dengan kita, manusia. Saya yakin, semua orang punya tujuan masing-masing yang ingin dicapai. Namun, tidak semua orang bisa sampai ke tujuannya. Ada banyak halang melintang di jalan saat menuju kesana. Sebagian akan tetap bertahan seberat apapun beban yang harus dipikul sepanjang perjalanan, dan yakin akan sampai di tujuan. Namun sebagian lain ada yang tumbang, ada yang mengubah arah tujuannya, bahkan ada yang menyerah sampai disana.

Ya, seleksi alam nyata adanya.