TEORI PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL ERIK ERIKSON
Berikut ini merupakan sedikit ilmu dari kegiatan e-Parenting bertajuk Kebutuhan Dasar Psikologis pada Anak, dengan Dra. Yeti Widiati, Psikolog sebagai narasumber. Kegiatan sarat manfaat di tengah masa karantina mandiri, di rumah saja. Sambil mengingat-ingat materi kuliah yang lalu, belajar serta instrospeksi diri sebagai orang tua.
Jadi, selain orang tua harus dapat memenuhi kebutuhan dasar anak secara fisik (sandang pangan papan), orang tua juga harus dapat memenuhi kebutuhan dasar psikologis pada anak. Sesuai dengan namanya, kebutuhan dasar artinya harus dipenuhi. Jika tidak, maka anak akan kesulitan saat menemukan hambatan di dalam hidupnya. Akumulasi kebutuhan psikologis dasar anak yang tidak terpenuhi selanjutnya bisa menjadi bom waktu yang dapat meledak kapan saja saat anak tumbuh menjadi dewasa. Semoga tidak terjadi pada anak-anak kita.
Kebutuhan dasar yang pertama, Secure Attachment sudah pernah saya review. Silakan dibaca jika merasa diperlukan. Berikut ini adalah sedikit review materi kebutuhan dasar psikologis yang kedua, mengenai Teori Perkembangan Psikososial dari Erik Erikson.
Teori Perkembangan Psikososial dari Erik Erikson menjelaskan bahwa perkembangan manusia itu seperti menjalani tahapan. Bahkan ada yang mengatakan, seperti menaiki anak tangga. Semua tahapan harus dilalui. Kita tidak bisa memasuki tahapan berikutnya apabila belum melalui tahapan sebelumnya. Kita tidak dapat meloncati tahapan sebelumnya.
Bila ada masalah pada satu tahapan, maka masalah ini akan terseret dan mempengaruhi tahapan berikutnya. Sebenarnya Teori Perkembangan Psikososial dari Erik Erikson ini berbicara mengenai perkembangan psikososial dari bayi hingga meninggal. Akan tetapi di sini akan dibahas hingga tahap remaja saja.
Tahapan pertama dari Teori Perkembangan Sosial Erikson adalah tahap trust versus mistrust. Tahap ini terjadi pada usia 0 - 1,5 tahun. Bila secure attachment terbentuk, maka trust menguat. Bila secure attachment tidak terbentuk, maka mistrust yang akan terjadi. (Silakan baca tulisan Secure Attachment untuk lebih jelasnya)
Pada tahap berikutnya, usia 1,5 - 3 tahun adalah tahap autonomy versus shame and doubt. Bila anak memperoleh KESEMPATAN melakukan berbagai hal, maka terbentuk akan otonomi. Sebaliknya, bila anak tidak mendapatkan kesempatan maka dia akan menjadi peragu dan malu untuk melakukan segala hal, atau disebut shame and doubt. Tahap ini merupakan tahap kritis pembentukan harga diri.
Tahap berikutnya adalah initiative versus gulit, umumnya terjadi pada usia 3 sampai 5 tahun. Kebutuhan utama pada tahap ini adalah DUKUNGAN. Bila anak memperoleh dukungan dari orang tua, maka terbentuklah initiative, anak mau mencoba melakukan beragam hal. Ketika anak berhasil, anak diberi apresiasi. Dan ketika anak gagal, anak dibimbing dan didukung untuk mencoba dan berusaha lagi. Sebaliknya, bila anak sering disalahkan dan kurang diberi penghargaan, maka yang terbentuk adalah perasaan bersalah.
Tahap yang keempat, adalah industry versus inferiority, terjadi pada usia 5 - 11 tahun. Biasanya ini adalah usia sekolah. Usia akhir sekolah Taman Kanak-kanak hingga akhir usia Sekolah Dasar. Hal yang dibutuhkan anak adalah validasi atau pengakuan terhadap prestasi atau apapun yang dicapai anak. Prestasi di sini tidak hanya berbentuk nilai raport, ranking, ataupun prestasi akademik lainnya. Anak tidak harus menjadi juara. Prestasi anak bisa dalam bentuk anak mudah bergaul, senang membantu, bisa memasak, menyelesaikan tugasnya sendiri, menjaga adik, bisa olah raga tertentu, senang membaca, menghasilkan karya seni. Itu semua adalah bentuk pencapaian. Bila itu semua diakui dan dihargai, maka anak terdorong melakukannya lagi. Sehingga kemampuan dan kompetensinya semakin menguat dan membentuk identitas dirinya. Sebaliknya, bila anak tidak mendapat validasi atau pengakuan pada pencapaian tertentu, maka dia akan menjadi rendah diri, merasa dirinya buruk dan lemah.
Tahap kelima adalah identity versus confused. Tahap ini terjadi pada usia 12 tahun hingga remaja, sekitar usia 16-17 tahun. Ketika anak sudah menyadari siapa dirinya, kemampuannya, bakat, minat, sifat, kekuatan dan keterbatasannya, maka terbentuklah identitas dirinya. Bila anak belum mengenal dirinya sendiri, maka dia akan sering bingung (confused) dan mudah dipengaruhi oleh banyak hal. Kemampuan-kemampuan ini terbangun dari tahapan-tahapan sebelumnya, kesempatan yang diberikan, dukungan yang diperoleh, dan lainnya. Di dalam tahapan ini, tugas orang tua adalah menerima anak apa adanya. Memaksakan kehendak orang tua misalnya dalam memilih jurusan di SMA atau di Perguruan Tinggi atau bahkan sampai memilihkan pasangan buat anak ketika anak sudah memasuki usia dewasa, membuat anak tidak menyadari identitas dirinya sendiri. Dan ini akan mempengaruhi kemampuannya berinteraksi dan mengembangkan diri dalam dunia dewasa.
Melalui paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa hal yang penting harus diberikan orang tua kepada anak adalah kesempatan, dukungan, pengakuan dan penghargaan, serta penerimaan terhadap diri anak. Hal-hal simpel yang sebenarnya bisa dilakukan orang tua dalam kesehariannya bersama anak, hanya terkadang orang tua lupa, khilaf dan terlewat untuk melakukannya. Pondasi penting bagi kepribadian anak untuk menjalani hidupnya terletak di awal-awal kehidupannya. Mari kita berikan pondasi yang kuat bagi anak-anak kita, sebagai bekal mereka mengarungi kehidupan yang luas.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar