Kak Puputnya Aiz

AKU RUMAH KETIKA ENGKAU MENJADI PENGEMBARA (30 Mei 2017 / @PutyAisy) PEREMPUAN BIASA YANG BERIKHTIAR MENJADI PEREMPUAN YANG DICEMBURUI BIDADARI SURGA Tak kena...

Selengkapnya
Navigasi Web
ORANG KETIGA

ORANG KETIGA

Orang Ketiga? Saya akan memulai cerita ini dengan peristiwa beberapa bulan lalu di Jakarta. Tepatnya di suatu pagi di halaman Kemendikbud. Saat itu saya bersama rekan-rekan penulis guru dari seluruh penjuru Indonesia. Pagi itu, saya membuka sebuah pesan di ponsel saya. Sebuah pesan umum yang sungguh sangat biasa saya terima. "Assalamualaikum Ustazah, saya akan mendaftarkan anak saya, apakah kuota TK masih ada?" Seperti biasanya, saya jawab dengan santun tanpa basa-basi. "Alaikum salam, masih ada. Monggo bisa langsung ke lembaga kami" "Maaf, ini alamatnya di mana ya Ustazah?" Sambung pengirim pesan. Kemudian saya jawab alamat lengkap lembaga kami. "Ehm, maaf Ustazah saya mau nanya sesuatu" Sambung pengirim pesan lagi. "Silakan" Jawab saya singkat, saya mengira-ngira saat itu pertanyaannya adalah seputar biaya masuk di lembaga kami. Ternyata salah besar. Pengirim pesan tersebut menanyakan sesuatu yang membuat ingatan saya bekerja lebih keras lagi. "Ustazah kenal nama si A?" Saya membaca nama itu. Nama seorang mantan santri kami, yang saat itu kira-kira sudah kelas 3 SD (sekarang kelas 4). Tapi nama itu tidak asing di mata saya, karena dipakai sebagai nama akun medsos oleh Mamanya. Secara kebetulan akun Mama tersebut berteman dengan salah satu akun medsos saya. Tanpa basa -basi lagi, saya pun menjawab kenal. "Ana teman FB nya si A, Ustazah" Jawabnya kemudian. Duh, apa hubungannya dengan pendaftaran anak TK ya? Kok malah jebus ke teman FB, apa urusannya dengan saya? Tiba-tiba, pengirim pesan itu mengirimkan sebuah foto anak lelaki kecil dan mulai bertanya kepada saya. "Ustazah kenal anak ini? Apakah ini anaknya si A ya Ustazah?" Dalam kesibukan saya pagi itu saya tertawa sendiri. Ya jelaslah saya mengenal foto anak yang ditunjukkan kepada saya. Dia murid saya, dan jika dihubungkan dengan nama si A, dia adalah sepupunya. Tapi saya tidak menjawab apa-apa. Sebuah kecurigaan saya selama ini hampir bertemu titik terangnya. Pengirim pesan itu kembali menulis sesuatu, kembali menulis lagi dan menulis, seolah bertanya kepada saya tentang siapa sebenarnya si A. Saya hanya membaca dan tanpa meresponnya sedikit pun. Tiba-tiba saya terkejut dengan satu kalimatnya, "Ustazah, bantu Ana. Ana mau menikah dengan si A" What? Si A? Si A masih kelas 3 SD loh Bapak. Haha masa' Bapak-bapak mau menikahi anak SD? Tiba-tiba jemari saya mengetik satu kalimat tanya. "Maaf mau dijadikan istri keberapa?" "Loh, Ana masih bujangan Ust, Ana belum pernah menikah" Jawab pengirim pesan. Kemudian pengirim pesan tersebut kembali menulis sesuatu dan menulis lagi. Kali ini saya menarik napas dalam-dalam. Saya berkali-kali istighfar, begini caranya Allah memberikan sebuah jawaban atas rasa penasaran saya selama ini. Setiap pagi, saya selalu melihat pemandangan seorang Ibu muda yang mengantar buah hatinya ke lembaga kami. Setelah itu tak langsung pulang, tapi sibuk dengan ponselnya. Telepon berlama-lama dengan wajah yang manja, tertawa kecil dan itu berlangsung berjam-jam. Pernah saya persilakan pulang untuk Ibu 'Gajelas' yang kondisi anaknya sudah mandiri. Tetapi sang Ibu tersebut bukannya memilih pulang, tapi meneruskan telepon-teleponannya di luar pagar sambil duduk di atas motor, dan itu berlangsung hingga siang. Ada yang berceletuk, lumayan parkir kita ada penjaganya ust hehe. Saya selalu husnuzon. Berpikiran baik, barangkali telepon berlama-lama adalah dengan suami tercinta. Uffh.. so sweet kan?. "Eh tapi mengapa harus teleponan Ust? Setiap hari pula? Apa LDR an dengan suaminya? Kan suaminya ada di rumahnya?" Ada yang sempat nanya begitu. Halaah, opo wae tho!! Husnozon itu baik untuk kesehatan kita. Kembali pada pesan di ponsel saya. Berkali-kali saya geleng-geleng, membaca tulisan orang yang membahasakan dirinya "Ana". Ana itu bukan nama orang loh, tapi dari bahasa Arab artinya saya :D. Allah ini maha romatis ya ketika harus menunjukkan sesuatu kepada saya. Lelaki pengirim pesan itu menulis lagi dan lagi, saya hanya membacanya tanpa meresponnya sedikit pun. Saya tahu sesuatu, tetapi saya berpikir ini aib. Karena itu saya tak memiliki kemampuan untuk membukanya. Saya hanya berpesan satu hal kepada pengirim pesan tersebut, jika berniat menikah, menikahlah dengan orang yang tepat. Jangan pernah merusak pagar orang, jangan menjadi orang ketiga dalam rumah tangga orang. Kasihanilah suami dan anak-anak Ibu tersebut. Panjang lebar kali tinggi saya memberi nasihat. Satu kalimat yang menohok saya; "Loh Ustazah, si A bilangnya ke Ana kalau dia belum menikah" Glodakkk...!! Kepalan tangan saya ini rasanya ingin menghantam sesuatu. Tak habis pikir buat saya, seorang istri dan ibu dua anak mengatakan belum menikah, maunya apa? Ketika ada satu pertanyaan yang terus mendesak saya, tiba-tiba saya beranikan diri untuk menyampaikan sesuatu. "Maaf ya Pak, Bukannya Anda lebih mengenal si A daripada saya? Setiap pagi saya lihat si A menerima telepon lama sekali. Jika itu dengan Anda, mengapa tidak tangsung Anda sampaikan hal-hal yang Anda tanyakan ke saya? Maaf saya tidak ada urusan dengan Anda. Saya tidak memiliki waktu. Terima kasih" Saya istighfar berkali-kali. Saya ulangi lagi; tak habis pikir buat saya, seorang istri dan Ibu, yang memiliki akun medsos berisikan nasihat-nasihat baik, bahkan jarang upload kegiatan-kegiatan pribadi seperti saya apalagi foto narsis dan selfa-selfi, kemudian mengatakan belum menikah, maunya apa?Tak peduli dengan percakapannya dengan menggunakan Ana atau Ani, kalau yang seperti ini benar-benar membuat saya ilfil. Efek dari medsoskah? Sungguh dahsyat ujian yang ada. Dalam hati saya, nanti sepulang dari Jakarta saya akan menyelesaikannya. Saya bermaksud memanggil ibu tersebut dan memberikan sedikit nasihat. Tapi tindakan saya tersebut, apakah tak disebut terlalu intervensi pada rumah tangganya? Pada saat mata dibutakan oleh nafsu, apakah masih bisa sebuah nasihat diterimanya? Saya urungkan niat itu. Sekali lagi saya istighfar berkali-kali, jujur saya merasa sangat bersalah, saat setiap pagi dan pagi lagi kami disuguhi pemandangan yang sama; seorang Ibu tertawa manja telepon berlama-lama. Saya tak bisa berbuat lebih, maka saya harus menulis, dan menulis tentang ini. Semoga terbaca oleh Ibu shalihah tersebut. Ibu yang baik, Ibu yang dicintai Allah, semoga Allah senantiasa menjaga hati kita hanya untuk-Nya. Semoga keterkaitan cinta kita berlabuh hanya pada sosok lelaki yang tepat yaitu Imam kita, suami kita tercinta, lelaki yang telah dihalalkan untuk kita. Maka tertutuplah cinta untuk lelaki lain, karena itu akan mengotori hati kita dan menjauhkan kita dari berkah-Nya. Ibu yang baik, Ibu yang dicintai Allah, betapa indah peran kita sebagai Ibu, sebab Ibu adalah madrasah dan guru pertama putra-putrinya. Ibu dituntut sebagai teladan bagi putra-putrinya, maka sosok Ibu yang pintar saja tak cukup. Ibu harus bisa menjadi yang shalihah, agar putra-putrinya menjadi shalih-shalihah. Ibu harus memiliki ketakutan kepada Allah, agar segala perilakunya berstandart; apakah Allah ridho atau tidak. Ibu yang baik, Ibu yang dicintai Allah, semoga Allah menjauhkan fitnah yang menghancurkan kekokohan keluarga kita. Semoga Allah menutup pintu kemaksiatan dan membuka selebar-lebarnya pintu taubat bagi kita. Ya Allah ampuni kami, haramkan api neraka-Mu kepada keluarga kami. Aamiin. Sebuah Nasihat Untuk Diri Surabaya, 10 Agustus 2017 #KakPuputSurabaya

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

barakallah. Semoga kita selalu di jalan Allah SWT

10 Aug
Balas

Aamiin.. matur nuwun Paklek..

10 Aug

Semoga Allah melindungi kita semua, aamiin

11 Aug
Balas

"Semoga Allah menutup pintu kemaksiatan dan membuka selebar-lebarnya pintu taubat bagi kita." Aamiin

10 Aug
Balas

aamiin ya Allah...

10 Aug
Balas

Aamiin..nasehat buat diri yg pengen ttp istiqomah,smg dijauhkan dari fitnah

10 Aug
Balas

Aamiin..

10 Aug



search

New Post