Kak Puputnya Aiz

AKU RUMAH KETIKA ENGKAU MENJADI PENGEMBARA (30 Mei 2017 / @PutyAisy) PEREMPUAN BIASA YANG BERIKHTIAR MENJADI PEREMPUAN YANG DICEMBURUI BIDADARI SURGA Tak kena...

Selengkapnya
Navigasi Web
STOP LEASING, STOP RIBAWI

STOP LEASING, STOP RIBAWI

Hari itu juga, kami iklankan mobil yang saat itu kami miliki dengan cara leasing. Selang sehari pembeli datang ke rumah. Uang hasil penjualan mobil kami pakai untuk menutup leasing, melunasi KPR rumah dan membeli motor baru.

Semua lunas. Bismillah, sejak hari itu kami berakad bahwa dalam rumah tangga kami, jangan pernah lagi bersentuhan dengan KPR, leasing, koperasi, asuransi dan segala hal yang berkaitan dengan ribawi.

Setelah kejadian itu, kami sekeluarga sementara harus berpuasa dengan segala keinginan dan memulai hari baru, kemana-mana tanpa kendaraan roda empat. Kesederhanaan yang indah ini melahirkan ketenangan.

Semua menganggap kami aneh dan gila. Bahkan kami siap digaprak habis oleh keluarga besar, karena keputusan itu. Tahukah teman-teman? Keputusan gila itu, berawal dari sebuah kajian tentang riba.

Rasulullah SAW bersabda, “Riba itu memiliki 73 pintu. Yang paling ringan dosanya adalah seperti seseorang yang menzinai ibunya sendiri (HR al-Hakim dalam Al-Mustadrak dan Al-Baihaqi dalam Su’ab al-Imân).

Sang pembicara menyebutkan bahwa zina adalah dosa besar. Apalagi menzinai ibu sendiri, tentu lebih besar lagi dosanya. Namun, kata Nabi SAW, itu baru setara dengan dosa riba yang paling ringan. Lalu bagaimana dengan dosa riba yang paling berat?

Rasulullah SAW pun pernah bersabda; “Satu dirham riba yang dimakan oleh seseorang, sementara ia tahu, adalah lebih berat (dosanya) daripada berzina dengan 36 pelacur (HR Ahmad, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).

Jika satu dirham saat ini hanyalah setara dengan Rp 70 ribu. Maka seseorang yang memakan harta hasil riba hanya Rp 70 ribu saja sama dengan telah berzina dengan 36 pelacur. Lalu bagaimana dengan harta yang mengandung riba yang jumlahnya lebih dari itu: jutaan hingga milyaran rupiah?

Jika dosa riba disejajarkan dengan hukuman bagi pezina, berapa puluh, berapa ratus bahkan berapa ribu kali pelaku riba harus dirajam? Bagaimana pula dengan azab yang bakal dia rasakan di akhirat? Sudah pasti amat dahsyat dan mengerikan

Riba itu apa?

Secara literal, riba bermakna tambahan (al-ziyadah). Sedangkan menurut istilah; Imam Ibnu al-‘Arabiy mendefinisikan riba dengan; semua tambahan yang tidak disertai dengan adanya pertukaran kompensasi.

Sementara Imam Suyuthiy dalam Tafsir Jalalain menyatakan, riba adalah tambahan yang dikenakan di dalam mu’amalah, uang, maupun makanan, baik dalam kadar maupun waktunya.

Di dalam kitab al-Mabsuuth, Imam Sarkhasiy menyatakan bahwa riba adalah al-fadllu al-khaaliy ‘an al-‘iwadl al-masyruuth fi al-bai’ (kelebihan atau tambahan yang tidak disertai kompensasi yang disyaratkan di dalam jual beli). Di dalam jual beli yang halal terjadi pertukaran antara harta dengan harta. Sedangkan jika di dalam jual beli terdapat tambahan (kelebihan) yang tidak disertai kompensasi, maka hal itu bertentangan dengan perkara yang menjadi konsekuensi sebuah jual beli, dan hal semacam itu haram menurut syariat.

Di dalam Kitab Nihayat al-Muhtaaj ila Syarh al-Minhaaj, disebutkan; menurut syariat, riba adalah ‘aqd ‘ala ‘iwadl makhshuush ghairu ma’luum al-tamaatsul fi mi’yaar al-syar’ haalat al-‘aqd au ma ta`khiir fi al-badalain au ahadihimaa” (aqad atas sebuah kompensasi tertentu yang tidak diketahui kesesuaiannya dalam timbangan syariat, baik ketika aqad itu berlangsung maupun ketika ada penundaan salah satu barang yang ditukarkan).

Dalam Kitab Hasyiyyah al-Bajairamiy ‘ala al-Khathiib disebutkan; menurut syariat, riba adalah ‘aqd ‘ala ‘iwadl makhshuush ghairu ma’luum al-tamaatsul fi mi’yaar al-syar’ haalat al-‘aqd au ma ta`khiir fi al-badalain au ahadihimaa” (aqad atas sebuah kompensasi tertentu yang tidak diketahui kesesuaiannya dalam timbangan syariat, baik ketika aqad itu berlangsung maupun ketika ada penundaan salah satu barang yang ditukarkan, maupun keduanya)”. Riba dibagi menjadi tiga macam; riba fadlal, riba yadd, riba nasaa`. Pengertian riba semacam ini juga disebutkan di dalam Kitab Mughniy al-Muhtaaj ila Ma’rifat al-Faadz al-Minhaaj.

Seluruh ulama sepakat bahwa hukum riba adalah haram. Lalu apa hubungannya dengan leasing? Apakah leasing juga haram? Ya, leasing haram hukumnya. Mengapa?

Pertama, dalam leasing terdapat penggabungan dua akad, yaitu sewa-menyewa dan jual-beli, menjadi satu akad (akad leasing). Padahal syara’ telah melarang penggabungan dua akad menjadi satu akad.

Dalam sebuah hadits, Ibnu Mas’ud ra berkata, ”Nabi SAW melarang dua kesepakatan dalam satu kesepakatan (shafqatain fi shafqatin wahidah)” (HR Ahmad, Al Musnad, I/398).

Menurut Imam Taqiyuddin An Nabhani hadits ini melarang adanya dua akad dalam satu akad (wujudu ‘aqdayni fi ‘aqdin wahidin) di mana satu akad menjadi syarat bagi akad lainnya secara tak terpisahkan. (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyah Al Islamiyah, II/308).

Kedua, dalam akad leasing biasanya terdapat bunga. Maka angsuran yang dibayar perbulan oleh lessee bisa jadi besarnya tetap (tanpa bunga), namun bisa jadi besarnya berubah-ubah sesuai dengan suku bunga pinjaman. Leasing dengan bunga seperti ini hukumnya haram, karena bunga termasuk riba (lihat QS Al Baqarah [2] : 275).

Ketiga, dalam akad leasing terjadi akad jaminan yang tidak sah, yaitu menjaminkan barang yang sedang menjadi obyek jual beli.

Imam Ibnu Hajar Al-Haitami berkata, ”Tidak boleh jual beli dengan syarat menjaminkan barang yang dibeli.” (Al Fatawa al Fiqhiyyah al Kubra, II/287).

Imam Ibnu Hazm berkata, ”Tidak boleh menjual suatu barang dengan syarat menjadikan barang itu sebagai jaminan atas harganya. Kalau jual beli sudah telanjur terjadi, harus dibatalkan.” (Al Muhalla, III/427).

Keempat, ada denda (penalti) jika terjadi keterlambatan pembayaran angsuran atau pelunasan sebelum waktunya. Padahal denda yang dikenakan pada akad utang termasuk riba.

Berdasarkan empat alasan di atas, maka leasing dengan hak opsi (finance lease), atau yang dikenal dengan sebutan “leasing” saja, hukumnya haram.

Sejak mengetahui tentang itu, setiap malam kami tak bisa tidur. Sujud panjang dan tumpahnya air mata tak mampu menebus gundahnya hati. Sampai akhirnya kami harus berdiskusi berhari-hari, bermalam-malam hingga menemukan satu keputusan final. Tak ada yang mendorong kami kecuali keridhoan Allah. Jika Allah tak ridho dengan yang kita kerjakan, untuk apa kita ada di dunia ini? Sementara segalanya kita dapat dari Allah.

Selama ini, orang beranggapan jika membeli dengan cara cash, tidak akan bisa terkumpul. Itu logika manusia. Mereka lupa bahwa Allah akan menggerakkan tangan dan kaki kita saat kita bersabar berjalan di rel-Nya. Yang kaya bukan manusia, tapi Allah. Ini terbukti dengan mengganti apa yang pernah kami ikhlaskan, dalam waktu tak lebih dari dua tahun. Kami bisa membeli mobil baru dengan tunai. Segalanya Allah yang memudahkan, sebab Allahlah yang memberi hidayah pada kami untuk menggenggam istiqomah selalu "ngeri dan jijik" dengan hal-hal yang berkaitan dengan ribawi.

Bismillah, Jika kita tahu sesuatu tapi terus ada di dalamnya, bagaimana kelak kita mempertanggung jawabkannya?

Ya Allah, ampunilah kami dan terimalah taubat kami.

Surabaya, 22 Februari 2017

Menyibak kenangan 7 tahun silam. #LogikaAllahVsLogikaManusia part 1

Bersambung..

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post