Rachmawati

Lahir di Medan 5 Agustus 1973, menjalani karier sebagai guru sejak tahun 1999 selepas S1 dari Universitas Bengkulu. Sekarang bertugas di SMP Negeri 22 Kota Beng...

Selengkapnya
Navigasi Web

Menanti Ujung Keresahan

Bagian 6

Hujan deras mengguyur bumi sejak sore membuat udara terasa dingin. Fatimah dan suaminya duduk menikmati segelas teh panas dan sepiring ubi goreng. “Sudah satu bulan ini kita nggak ada aktifitas ekonomi, Yah. Keuangan kita benar-benar sudah ambrol. Padahal kebutuhan kita sangat banyak.” Kata Fatimah sambil menyandarkan punggungnya di dinding.

Suaminya menghela nafas dalam. Dia juga merasakan apa yang dirasakan Fatimah. “Iya, Bun. Ayah juga berpikir begitu. Ayah bingung, bagaimana caranya di masa seperti ini kita bisa mendapatkan uang.” Jawab Suami Fatimah.

“Orang masih dilanda ketakutan, Yah.” Ujar Fatimah.

“Iya, Bun. Tapi, bagaimana kalau kita coba saja menawarkan dagangan kita, Bun.”

“Caranya, Yah?”

“Kita promosi, Bun. Seperti yang pernah kita lakukan.”

“Tapi, kira-kira apa ada yang bakal ngorder, Yah?” Fatimah sedikir ragu.

“InsyaaAllah, Bun. Kita coba dulu, dan yakin aja, ya! Allah pasti menolong kita.” Jawab suami Fatimah dengan mantap.

Malam itu juga suami Fatimah mulai mempromosikan dagangan mereka lewat grup-grup WA, laman facebook dan instagram. Masakan andalan yang ditawarkan yaitu tekwan dan pempek, karena banyak orang yang sudah mengakui enaknya rasa kedua makanan buatan Fatimah ini.

Selepas sholat shubuh dan tilawah beberapa lembar Alqur’an, Fatimah mengambil gawai yang tergeletak di meja. Matanya terbelalak, “Yah! Alhamdulillah ada orderan, nih!” Teriak fatimah bergitu dia membuka gawainya. Ada lima pesan masuk yang isinya memesan pempek.

“Iya, Bun? Alhamdulillah. Ayo kita kerjakan, Bun. Jam berapa mereka minta diantar?” Jawab suami Fatimah.

“Nggak bilang sih, Yah. Yang jelas hari ini. Kalau begitu Bunda ke pasar dulu ya, Yah.”

“Iya, Bun. Jangan lupa pakai maskernya, Bun. Corona masih berkeliaran.” Pesan suami fatimah.

Setelah berpamitan, Fatimah segera memacu motornya ke pasar. Sebenarnya ada rasa khawatir yang menggelayut di hati Fatimah. Tapi dia singkirkan demi berjalannya kehidupan keluarganya.

Ternyata pasar tidak seramai sebelum wabah corona. Baik pembeli maupun pedagang tidak banyak. Fatimah pun tak berlama-lama berada di pasar, ia membeli apa saja yang dibutuhkan, lalu segera pulang.

Sebulan berlalu, pesanan pempek semakin banyak diterima Fatimah. Suaminya dan Hania bertugas sebagai pengantar pesanan. Hania biasanya untuk alamat yang tidak terlalu jauh, sementara suaminya jika jarak tempuh cukup jauh dan harus melewati wilayah ramai kendaraan.

Seperti pagi ini, suami Fatimah harus mengantar pesanan ke daerah Panggungan. Namun, tanpa ada sebab hati Fatimah tiba-tiba sangat gelisah. Baru sepuluh menit suaminya pergi, dering gawai mengejutkan Fatimah. “Assallamu’alaikum, kenapa Yah?” Tanya Fatimah.

“Maaf Bu, suami ibu kecelakaan. Sekarang berada di puskemas Panggungan.” Jawab sebuah suara dari sebelang.

Terkesiap darah Fatimah hingga ke ubun-ubun mendengar berita itu. “Innalillah! Ya Allah, iya.. iya saya segera ke sana.”

Fatimah memacu kencang motornya menuju puskesmas Panggungan. Hatinya berkecamuk memikirkan keadaan suaminya. Fatimah berdoa semoga suaminya tidak mengalami cedera apapun.

(Bersambung)

#TantanganMenulisHariKe-313

#TantanganGurusiana

#Menuju365Hari

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post