Sumpah! Aku sama sekali tidak mengerti apalagi paham dengan kalimat-kalimat yang diucapkan Mr. Barnabas Sembiring dosen linguistic ku itu. Dia bicara dengan American English yang lebih kental dari kopi bapakku, membuat mulutku ternganga. Untung kelasku ini bersih, kalau tidak? Kan lalat-lalat dengan suka hati masuk ke mulutku.

"Is, bapak itu ngomong apa, sih? Aku nggak ngerti artinya." Tanyaku kepada Isyanto yang duduk di sebelahku. Dia memang sangat jago bahasa inggris. Padahal dia daerah, aku yang dari SD di kota malah geblek gini. Huh! Memalukan dunia perkuliahan saja kalau seperti ini.

Isyanto pun dengan pelan menjawab apa yang aku tanyakan. Kubalas dengan anggukan yang juga pelan. Kalau kelewat kencang nanti dikira aku lagi joget koplo.

Tapi, olala.. aku lagi-lagi benong ketika Pak Sembiring melanjutkan kalimat- kalimatnya. Aku pun tak menyerah dengan bolak balik mencolek lengan Isyanto, meminta dia jadi penterjemah.

Namun, aku tak menduga kalau batas kesabaran isyanto teryata berbatas juga. "Belajar! Biar nggak nanya terus!" Suaranya ketus menusuk ke jantung. Tajam, lebih tajam dari sembilu.

Aku terlonjak, tapi tidak sampai terlompat dari tempatku duduk. Mulutku langsung tergembok, terdiam, tidak berani bertanya apapaun lagi.

Dan apa yang terjadi? Sampai mata kuliah Linguistic selesai , aku berubah total menjadi beo cantik. Mataku lurus ke depan, sesekali aku mengangguk seperti mengerti. Lalu, untuk pertegas keyakinan orang bahwa aku mengerti apa yang dikatakan Pak Sembiring, jika Pak Sembiring dan kawan-kawanku tertawa, aku ikut tertawa. Jika orang-orang tepuk tangan akupun tepuk tangan. Terserah, deh! Yang penting aku tidak kelihatan begok begok amat dihadapan teman-temanku.

#TerusMenulis

#HariKe-378