Sudah terbiasa dengan info-info kebahagiaan yang dibagikan oleh teman-teman sejawat. Sore itu ada jadwal kegiatan yang dibagikan di grup Whats App, yaitu out bond atau bahasa mudahnya tadabur alam. Serangkaian kegiatan juga sejumlah dana yang harus di keluarkan sudah terbaca jelas di sana. Belum lagi ada banyak foto-foto keren yang terpampang nyata, yang juga dibagikan di grup itu. Dari mulai bermain di air sampai menapaki perbukitan. Semua berpose dengan gaya uniknya masing-masing. Indah, sedap di pandang mata. Tawaran yang sangat menggiurkan, dan sangat cocok untuk pergi ke sana sekedar melepas lelah. Tadabur Alam bersama teman-teman sejawat. Seprofesi meski beda usia. Sudah terbayang betapa serunya.

Bergegas menyelesaikan satu tanggung jawab lagi. Untuk mengikuti kelas zoom sore itu. Tanpa berlama-lama aku membuka Hp, atau bahkan membaca terus info kegiatan tadabur alam. Bergumam jujur dalam hati kegiatan itu sangat menggiurkan. Lep top sudah ku nyalakan lima menit sebelum zoom di mulai. Semua persiapan sudah ku letakkan di atas meja kerja, mulai dari buku tulis hingga makanan kecil. Kelas zoom sudah di mulai, entah kenapa aku masih belum bisa fokus. Ya Allah...kenapa selalu seperti ini. Ketika kusibakkan semua yang belum pernah ku rasakan, justru aku semakin berpikir ada apa dengan diriku. Tubuhku tetap memposisikan duduk rapih di depan leptop. Pikiran terus menerawang seandainya saja aku bisa ikut tadabur alam. Yah sudahlah...berusaha ku tepis pikiran-pikiran yang mebuatku tidak fokus untuk mengikuti kelas zoom sore itu. Ada rasa penasaran ku buka kembali Hp di samping lep top. Benar saja sudah ada beberapa teman sejawat yang sudah mengisi daftar, di mana mereka bersedia untuk mengikuti kegiatan tadabur alam. Hati kecilku semakin merasa penasaran, menunggu info selanjutnya. Adakah teman-teman dekatku yang ikut mendaftar. Ku beranjak sedikit fokus kembali untuk mengikuti kelas Zoom. Berusaha sekuat hati untuk tidak hanyut lagi pada kegiataan-kegiatan yang memang sudah di takdirkan Allah untuk tidak bisa aku ikuti.

Tepat pukul enam sore selesai sudah kelas Zoom. Di tutup dengan tugas-tugas yang harus segera di selesaikan di minggu selanjutnya. Waktunya bergegas bersiap untuk sholat berjamaah bersama suami tercinta. Ku ucap syukur meski kelas zoom hari itu cukup kurang fokus, namun aku berusaha untuk menepisnya. Ilmu yang aku dapat di senja itu sangat bermanfaat untuk aku terapkan dalam cita-citaku yang lain. Selesai sholat berjamaah, ku raih tangan lembut suamiku. Suamiku menatap dengan senyum khasnya, seakan tau kegelisahan hatiku. Aku bukanlah tipe istri yang bisa menyimpan rahasia ketika aku punya satu cita-cita. Ku ungkapkan semua apa yang ada di pikiranku. Suamiku tetap tersenyum setelah ku ungkapkan semuanya. Karena dia sudah pahami bagaimana kondisi aku yang sesungguhnya. Bukan berarti dia tidak mendukung semua yang aku mau. Dialah orang yang selalu mendukungku, sama seperti kedua orang tuaku ketika aku masih duduk di bangku sekolah. Allah menciptakan sepenuhnya dengan semua kelebihanku. Namun aku harus bangga juga dengan kekuranganku. Suamiku tetap terus mendukungku di cita-cita yang juga tidak semua orang bisa. Sampai kapan ku mampu menyimpan rasa ingin manapaki alam sedekat-dekatnya, seperti mereka yang mampu manaiki gunung Rinjani. Ku hanya mampu bersyukur masih di beri kaki. Karena kakiku berbeda dan mahal harganya begitu cerita ibuku kala itu. Tidak mengapa aku tidak bisa bertadabur alam bersama pemilik kaki yang kuat, hingga sampai menyelami indahnya bukit dan hutan. Bersyukur dan memilih bahagia seperti baiknya Allah menciptakan uniknya kakiku. (kakiku unik, Mayy21)