Sudah hari kedua Bapak pergi meninggalkan kami. Tak ada lagi suara nyaring terdengar merasakan sakit. Perih rasa hati ini. Berkecamuk semua rasa tak menentu. Dia yang selalu ku panggil akung, panggilan kesayangan para cucu terkasih. Kini tak lagi dapat ku tatap wajahnnya. Seperti mimpi yang menjadi nyata bahwa bapak sudah tak lagi mendampingi kami. Iya kami yang kadang terlalu sibuk dengan dunia yang tak pernah ada habisnya. Hingga menjaga bapakpun kami masih banyak kurangnya.

Sosok berwibawa itu kini telah bersatu dengan tanah merah berwujud pusara. Masih tak percaya hati ini. Isak tangis yang tak terbendung. Akhirnya kiamat Sugro itu ku alami juga. Bapak yang selalu baik kepada kami, Bapak yang selalu mengingatkan kami. Saat mendapat kabar bapak sudah tiada, kaki tak mampu berdiri, tubuh terhempas. Hancur berkeping ya Allah. Tapi kami harus iklas agar bapak bahagia di surganya Allah. Dan bapak tidak merasakan sakit lagi.

Bapak tidak pernah pergi dari hati kami. Beliau selalu menjadi motivasi hidup kami. bahwa ketulusan hati hanya Allah yang maha mengetahui. Tetap menjadi anak-anak yang rukun buat bapak. Itu pesan terakhir beliau untuk kami. Air mata belum mengering saat mengingat semua kebaikan-kebaikanmu. Tidak ada bapak maka tidak ada kami. Iklas hanyalah kamuflase. Karena sesungguhnya kami hanya baru belajar iklas dengan kepergian bapak. Berat dan tidak ingin berpisah jika itu sebuah pilihan. Tapi kami hanya butiran debu yang diciptakan oleh Allah dengan berbagai masalahnya. Selamat jalan bapak. Selamat jalan cinta pertamaku. Tunggu kami di surganya Allah.