RADHIA FITMA

Call me, Dee. I'm a simple woman, a mom, a teacher and a wife. I'll do my best. In sha Allah...

Selengkapnya
Navigasi Web

Mak Ena

Mak Ena

“Alhamdulillah, selesai juga antaran hari ini.”

Wajah Mak Ena sumringah. Entah karena dagangannya habis atau karena terik matahari yang membakar kulit separuh bayanya. Mak Ena duduk di bangku panjang di depan warung milik Bu Marni. Ini merupakan warung terakhir yang di singgahinya untuk menitipkan bolu kukus. Setipa hari Mak Ena berkeliling kampung, dari warung ke warung. Warung Bu Marni berjarak 6 km dari Desa Pincuran Tujuh, tempat tinggal Mak Ena.

“Ini uangnya Kak, yang kemarin bersisa satu, tetapi dimakan anak saya” Bu Marni menyerahkan hasil penjualan bolu kukus. Sedangkan Mak Ena menata letak kue yang di antarkan hari ini di atas nampan.

“Terima kasih, kalau ada sisa, buat ibu saja. Saya dan keluarga sudah bosan makan kue ini.” Mak Ena terlihat puas. Ia duduk sambil melakukan peregangan otot pinggang dan bahu. Sepeda bututnya disandarkan di tepi pagar rumah Bu Marni.

“Oh ya, Kak. Besok Bank B** ada acara, katanya pesan bolu kukus 40 buah, dan kue yang pedas 40 buah juga, kalau bisa risoles atau martabak Shanghai, Bu Marni membaca catatan kecil di tangannya.

“Syukurlah…ada pesanan lagi, besok saya bawakan jam 07.00 WIB.” Mak Ena semakin sumringah. Ia selalu tepat waktu dan tepat janji. Bukan hanya bank tersebut yang sering memesan kuenya, beberapa sekolah juga menjadi langganannya. Kue buatan Mak Ena enak, higienis dan terbuat dari bahan alami.

Di sudut warung, duduk di kursi plastik seorang wanita yang sebaya dengan Bu Marni. Menatap Mak Ena dengan tatapan kasihan. Ia sering duduk di sana karena merasa bosan di rumahnya yang sepi. Anak-anaknya telah menikah, dan suaminya sering keluar kota. Beberapa hari belakangan ini ia memperhatikan Mak Ena.

“Dimana ibu tinggal? Ia bertanya.

“Desa Pincuran Tujuh, “Bu. Mak Ena menjawab

“Bukankah itu jauh sekali, desa yang terletak dekat sebuah bukit berbentuk bulat, hm…Bukik Bulek?”

“Tepat sekali, Bu. Di kaki bukit itu saya tinggal.”

“Aduh…jauh sekali ya. Mana pakai sepeda lagi. Kira-kira cukup nggak hasil penjualannya buat makan sehari?

Mak Ena tersenyum.

“Alhamdulillah cukup Bu, buat beli beras dan lauk. Mak Ena membereskan kantong-kantongnya.

Kalau begitu, saya permisi dulu ya.” Mak Ena berdiri. Ia ingat anaknya pulang hari ini.

“Kak Ena ini hebat lho, Bu Sukma. Ke empat anaknya kuliah, sudah bekerja juga. Yang paling kecil sudah wisuda, ya kan, Kak?”

Mak Ena hanya menggangguk. Ekspresinya biasa saja. Sementara Bu Sukma berusaha menunjukkan rasa kaget. Pasang wajah normal. Kemudian Mak Ena berlalu dengan sepeda dan kantong-kantong berisi kotak kue kosong. Ia memakai caping untuk melindungi wajah dari terik matahari. Setiap hari Mak Ena memakai kaos lengan panjang dan celana olah raga. Bajunya usang namun bersih. Wajah lugu dan jujurnya terpancar dari raut muka yang jernih.

Sejak krisis moneter, Emak dan Bapak bahu-membahu mencari nafkah. Bapak bekerja sebagai petani, dan Emak yang berjiwa entrepreneur sejati banting stir menjadi pembuat kue. Dulu Emak berprofesi sebagai tukang jahit. Akibat duduk lama dan kurang minum, Emak sakit pinggang. Sejak menjajakan kue dengan sepeda, Emak merasa nyaman kembali. ia suka bertemu berbagai tipe pemilik warung yang menerima dagangannya.

Setiap bulan Emak antri di bank. Ia mengirim uang saku untuk anak-anaknya. Semuanya kuliah. Anak pertama dan kedua kuliah di perguruan tinggi swasta. Anak ketiga dan empat masing-masing kuliah di Universitas Negeri Padang dan Universitas Andalas.

Berbagai komentar dan cibiran ditujukan kepada Emak karena berani menyekolahkan empat anak sekaligus. Emak juga dituding sok atau gaya-gayaan. Ketika Emak pusing tidak punya uang membayar uang semester, ia semakin dipojokkan sanak saudaranya.

“Itu namanya miskin yang dibuat-buat. Kalau punya anak banyak, cukup sekolahnya sampai SMA atau SMK saja. Kenapa harus kuliah semuanya?” begitulah jawaban sanak famili, jika Emak hendak meminjam uang. Akhirnya Mak Ena meminjam uang pada orang lain, bukan pada handai taulan.

Mak Ena hanya ingin berbuat adil terhadap anak-anak. Semua anaknya cerdas dan pintar. Kalau cuma si sulung saja yang kuliah, bagaimana dengan adik-adiknya? Untunglah anak-anak Emak ada yang mandiri. Dua anaknya yang kuliah di UNP dan Unand pandai mencari kerja sampingan. Mereka juga memperoleh beasiswa setiap semester. Sehingga beban Emak berkurang. Emak menyadari usia anak-anaknya tidak terpaut jauh. Si sulung dengan yang nomor dua berjarak 1,5 tahun. Begitu pula berikutnya. Yang nomor tiga dengan si bungsu berjarak 2 tahun.

****

“Assalamu’alaikum,” Mak Ena sampai di warung Bu Marni.

“Walaikumussalam,” Bu Marni menjawab.

“Cepatlah sedikit, Bu. Saya mau masak nih! Bu Sukma tampak gusar saat Bu Marni mencari uang kembalian.

Bu Sukma langsung pergi tanpa menoleh pada Mak Ena. Ia cemberut.

“Ada apa ya?

“Nggak ada apa-apa, Kak. Bu Sukma itu tiba-tiba saja kesal lihat Kakak. Kemarin saya ceritakan tentang anak Kakak. Ia tidak suka informasi saya itu. Sejak itu ia bermuka masam.

Mak Ena mengayuh sepedanya dengan pasti. Ia tidak langsung pulang, namun singgah dulu ke pasar mingguan, Pasar Sarilamak. Berbelanja agak ekstra untuk makan malam. Malam ini Mak Ena, Bapak dan anak bungsunya mengadakan syukuran kecil-kecilan. Si bungsu Emak yang cerdas dan tampan diterima bekerja di sebuah BUMN. Hanya bertiga, karena anak Emak yang lain berada di perantauan.

****

Taram, 6 Maret 2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap Dhia, ditunggu lanjutannya.... sukses selalu

11 Apr
Balas



search

New Post