Senja Menua di Rawajitu (Episode 3. Impian Emak)
Seketika langit kepalaku yang dari tadi mendung mulai bergolak kalang kabut. Selarik bening perlahan membasah, setelah sekuat tenaga aku berusaha keras untuk dapat menahannya. Pekikan terlepas pecah dan bibirku kelu.
Hujan di kepalaku mengaburkan pandangan. Berderet-deret menderas mengiringi langkah menyaksikan emak yang merebah terkulai tak sadarkan diri.
Harapan emak seperti berjatuhan satu persatu di lantai ruang tengah menjadikannya tergelatak lemah.
Berpusar-pusar aku dalam suasana yang tak kuharapkan ini, hariku menyurut beberapa langkah menciutkan nyaliku.
Bahkan pun senja seperti tak tega turun di bumantara, karena tanpa perlu meredup, mentari di bianglala hayalku juga telah gelap mencekam.
Berdarah oleh sabetan pisau akan begitu cepat kering dan sembuh, namun pedih menyayat hati karena terluka tak berdarah ini sungguh memenjarakanku.
Sakit pun akan kunikmati sendiri, namun janganlah emak. Larut dalam kekecewaan yang dipancarkan wajahnya yang pucat pasi menghantam kepalaku dengan bertubi-tubi kerasnya
Pada emak, beribu maaf dan ampun hanya bisa mengisi ruang sanubari karena belum mampu berbuat banyak.
Menyeruak di tengah banyak orang dan aku duduk menggelepor di sampingnya dengan terus memegangi tangan dan keningnya.
Tak kuperhatikan lagi, hitungan uang yang diberikan oleh buyer. Bagiku emak jauh lebih penting dari pada sekedar memikirkan berapa rupiah yang didapat dari penjualan hasil panen ini. Setelah melipatnya kumasukkan ke dalam tas kecil
*****
Pak Kades masih menemaniku menunggui emak sambil meminta bantuan teman lain menjemput bidan dan sebagian yang lain seperti kebanyakan panen bersama, berpamitan pulang.
Simpati dan ucapan doa untukku dari teman teman yang pulang duluan memberikan support supaya tetap sabar kubalas dengan doa yang sama.
Mess menyepi lelah, menyisakan aku, emak dan Pak Kades. Tak banyak yang diobrolkan hanya basa-basi mengisi waktu sampai tenaga medis datang.
Sembari menunggu, minyak angin yang kubuka dan kucium-ciumkan di hidung emak membuat matanya sedikit mengerjap lalu pelan kelopak itu membuka, berputar-putar bola matanya, lalu berlabuh di sorot mataku.
Aku terkesiap mengucap syukur. Bibir emak membuka
Labbaik allahumma labbaik,
Labbaika laa syariika laka labbaik, Innal hamda wanni'mata laka wal mulka, laa syarikalak...
Lirih suara itu terdengar, impian yang begitu diidam-idamkannya. Ujung matanya meleleh. Deras sekali
Emak merapal talbiyah yang membuat kristal putih di mata menganak pinak menjadikanku tenggelam dalam sungai kesedihan.
Bersambung....
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Diksi yang indah dan.memilukan ..mantap Pak Dino
Terima kasih bu
Cerita yang menarik dengan untaian kata-kata yang indah menyentuh kalbu. Salam sehat dan sukses selalu Pak Iqbal.
Iya bu, terima kasih
Duh ya Allah sedihnya bang membaca episode yang ini
Iya mbak..mksh hadirnya
Masyaallah ketemu emak lagi di cerita ini. Cerita yang menarik pak Dino Sehat dan sukses selalu ya
Terima kasih bu ida...aamiin
Selalu mengalunkan rindu, setisp ksli berjumpa sosok emak yang luar biasa. Salam sehat dan bahagia bersama keluargs, bapak.
Iya bu....aamiin
Keren pak guru... Lanjut
Terima kasih pak...siap
Emak dengan impian yang mulia
Iya pak
Menarik Pak Ceritanya. Sukses sllu
Terima.kasih bu...aamiin