Radinopianto

Alam ini seolah miniatur kehidupan masa depan, yang tak cukup dengan diam atau duduk santai sambil menyeruput kopi, Hidup ini bukan mimpi. Takkan sampai jika ta...

Selengkapnya
Navigasi Web
Hati ini hanya rindu

Hati ini hanya rindu

Penggalan kisah EMAK, Air Mata di Ujung Lentera.

(Hati Ini Hanya Rindu )

******

Bukde terlihat tersengut-sengut menangis. Ia menahan kepala emak, lalu memindahkan ke pangkuannya, karena memang duduknya berdekatan. Dengan rasa berpusar teraduk-aduk, kuangkat tubuh emak dengan tanganku sendiri dan membopongnya ke kamar. Sekar, Bukde, Bu Yai ikut mengiringi dari belakang lalu masuk ke kamar. Prosesi pernikahan sore ini menjadi bertukar suasananya.

Dengan telaten, sekar membuka sedikit kancing baju emak, lalu menyingkapkan jilbabnya persis ke atas kepala. Namun emak tetap diam, wajahnya pucat namun dengan belahan bibirnya sedikit menyunggingkan senyuman. Aku memegang nadi tangan emak, lalu memastikan nafasnya dengan meletakkan tanganku di depan hidung emak. Bukde yang mantan perawat pun berulang ulang memegang tangan dan kaki emak. Tubuhku terasa ngilu, dan seluruh tulangku luruh, dan aku merasa seperti kalah kecundang. Emosiku meruap-ruap.

“Innalillahi wainna ilaihi rojiun, sesungguhnya kita adalah milik Allah dan semuanya akan kembali pada Allah SWT, emak telah pergi,” tak ada yang bisa menerka perjalanan hidup, tak ada yang bisa meraba apa yang akan terjadi dalam menit ke depan, kenyataannya siang ini menjadi siang terakhir emak. Silih bergantinya musibah atau pun anugerah dalam kehidupan hadir dalam satu kesatuan utuh yang datangnya bergandengan. Dia datang tidak menjadi anugerah, dan begitu pun anugerah yang datang juga tidak hadir menjadikan musibah.

Emak perempuan hebat, hidup bertaburkan kelemahan, harus bergelut bersabung dengan banyak roman, tiap episode dilalui dengan berbagai sesi heroik, bahkan terakhir di tengah pertarungan pandemi covid-19 emak masih bersiteguh berkukuh dengan menyisakan banyak ingatan. Emak telah menunaikan janjinya.

Tadinya aku beragak agak dengan hasrat, sore ini dan hari-hari ke depan aku akan sedikit demi sedikit mengganti hari emak dengan sesuatu yang bernama bahagia, takkan mungkin aku dapat menggenapi semuanya namun lewat baktiku akan kupersembahkan yang terbaik untuk emak. Harusnya, sore ini tidak ada ending yang disebut kematian, karena apa pun takdirnya, rejeki jodoh dan maut sudah ada ketentuannya, namun berita kematian akan menjadi ruang perpisahan yang abadi yang sulit untuk terobati, seperti upacara memilukan yang menyisakan banyak kenangan keluh.

Langit sore ini jatuh menimpa kepalaku dan menggasak dengan kepongahannya, berderai menyasar dalam sanubari yang membuatku terjengkang kehilangan mood dan tak tahu lagi seperti apa yang bernama kegembiraan, berpulangnya emak menjadi sisi lain yang menggabrukku dengan sangat bengis. Emak kekasih hatiku telah jauh.

Bu Yai, ibu mertuaku keluar, tidak lama Pakde dan Pak Yai, Bapak mertuaku masuk ke kamar. Emak di angkat keluar kamar, lalu di tidurkan di ruang tengah, namun kali ini sudah tertutup kain. Pakde menelpon Bli wayan memberitahukan meninggalnya emak, aku masih di kamar membereskan kamar dan barang-barang emak.

Semua langsung bersiap untuk mengkebumikan emak. Sebagian berangkat ke pemakaman dan sebagian tinggal di rumah pakde mengurus jenazah emak. Insya allah sore ini juga, emak akan dikuburkan di samping kuburan pak’e.

Alhasil, setelah semuanya beres kami berangkat, mengantar emak untuk terakhir kalinya, meningggalkannya dengan tubuh rapuh yang akan mempertanggung jawabkan hidupnya di dunia, jika tangisanku hari ini bisa menjadikanku anak yang salih yang akan meringankan hisabmu maka aku akan menangis. Selamat jalan emak, di hari berbangkit kita akan bersama di jannah-Nya.

Lalu... Derai ini membasah, mengalah dalam ekspektasi "harusnya" hingga sepi membisikkan praduga menyapa selamat malam dalam jatuh bangun lelah akan pilihan komitmen ini, dalam perjalanan hujan yang menorehkan luka, cintaku kini berpeluh terwakili oleh rasa ini. Langit gelap, Perlahan hujan menyadarkanku, tak ada yang abadi dalam hidup. Hujan, lalu panas terik lalu hari hari begitulah hidup tanpa bayangan.

*******

Ba”da maghrib, sengaja aku menyepi berupaya menata pikiranku yang runyam. Sekar bersama bukde di ruang depan. Pak Yai dan rombongan pulang ke pesantren.

Aku terduduk dengan hancur di sudut kamar sendiri. Dalam posisi tengadah bersandar di dipan tak sengaja mataku memandang sebuah bingkai foto lama yang di pasang oleh Bli Wayan di kamar. Cepat-cepat aku membuka dompetku, lalu membandingkan foto yang kusimpan di dompet. Persis,foto yang sama namun bedanya yang di pajang utuh, sedangkan yang ditanganku hanyalah potongan kecil yang sengaja digunting.

Aku berdiri mendekat, ada tulisan tangan. nama pakde, bukde dan nama bli anak pakde dan namaku. I Made Dwipradipta Mahendra, Ni Putu Astika, I Wayan Abirama Aditya, I Made Abra Aditya. Ternyata aslinya potongan foto yang kusimpan di dompet ini berempat, foto anak kecil duduk dalam pangkuan lelaki muda dan seorang anak lelaki lainnya duduk diantaranya.

Kulepasi bingkainya dari dinding dan kuperhatikan dengan seksama, keningku mengernyit, kenapa ada namaku? Aku jadi mengingat-ingat ketika perjalanan ke denpasar, pakde menunjukkan tugu dan kami pernah berfoto di sana.

Tak kuketahui di belakangku Pakde berdiri dengan mata yang berurai air mata, pakde memelukku dengan begitu kuat, tubuhnya yang besar membuatku sedikit terhenyak.

Ya Robbana...tak terduga sama sekali, banyak perihal di luar nalar seperti sedang mempermainkan pikiranku, lewat foto ini akhirnya terkuak silsilah yang sedikitpun tak pernah kuketahui sebelumnya. Dengan tatapan heranku, masih dalam pelukannya yang seperti tak mau melepaskanku lagi, pakde menganggukkan kepala, lalu mengalirlah cerita bahwa aku adalah anak kedua dari pakde. Emak dan pak’e tidak punya keturunan. Ya Allah al azhiim.

Kubisikkan ke telinga Pakde “Matur suksma Aji.” (Terima kasih ayah)

****

Penasaran? Monggo... Open PO😀

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post