Ilusi Penari Berdarah (Episode 4. Kilas Balik 2)
Seusai diazankan Pak Waryo, entah karena kehangatan yang berubah atau lantaran tak menemukan kenyamanan rahim lagi, adaptasi memilukan dari tangisan bayi Ningrum cukup membuat panik.
Sesungguhnya dia pasti merasakan gelombang kegetiran sekitarnya, keprihatinan banyak orang, terutama Ibunya.
Lelahnya dilahirkan secara emosional harusnya ditenangkan oleh kehadiran Ayah.
Terlahir dengan nafas pertama namun bertakdir tak berjumpa dengan sumber aliran darahnya itu.
Sisi lain, Ningrum masih belum mau menyusui anaknya. Berulang Bu Masitoh dan Dukun Nilam membujuknya namun hatinya bergeming membatu.
Sampai kemudian Pak Waryo turut campur. Ningrum tak berani membantah. Hanya lelaki itu yang hingga hari ini masih dipercaya olehnya. Rayuan Pak Waryo manjur membuat Ningrum mengalah sekadar memeluk bayi itu hingga kulitnya dan kulit bayi menempel bertemu.
Tak dimungkiri, ikatan batin yang kuat, lamat-lamat bayi itu pun mulai tenang dan memejamkam mata.
Diiringi dengan terlelapnya Ningrum dengan kepedihannya.
Untuknya...
Lelaki kejam di sana yang tak pernah dipuja...
Sebuah wajah yang takkan pernah dianggap ada.
Sepinya Ningrum adalah kekosongan jiwa yang terluka. Seandainya kisah ini tak berceloteh tentang lara, maka tak akan berdansa rasa gundah yang terus menjajah.
Berbicara pada diri adalah menabur luka dengan kepedihan yang berlarut-larut menindas, bersembunyi di bilik terdalam pada perjalanan kisah yang tak terukur.
Mengunci semua celah kalbunya, menghilangkan kelembutan tutur kata yang mengakar kebencian hingga tertanam kuat.
******
Hari Kedua
Pagi membumi dengan ragu untuk melucuti tabirnya. Setelah semalam suntuk mengguyur tanah, hujan belum juga mau menarik langkah. Sesekali petir membelah langit, kilatannya merekahkan awang-awang berderak.
Tanpa harus diminta, dukun Nilam akhirnya menginap, cuaca tak bersahabat menjadikan beliau mengurungkan niat untuk pulang setelah subuh. Kebanyakan bolak-balik justru akan mengundang tanya.
Rumah di ujung kampung yang tidak langsung bersebelahan dengan tetangga memungkinkan kelahiran ini tak sampai diketahui banyak orang, walau begitu rahasia ini harus dijaga rapat-rapat.
Pak Waryo menyeruput kopi di teras, setelah memikirkan lebih lama nama apa yang pantas diberikan untuk bayi laki-laki, cucunya itu.
Abinaya, bermakna semangat, pilihan terakhir yang diyakini tepat.
Semua memanggilnya Abi.
******
Sehabis memasang popok, Ningrum tiduran merapatkan badan menyusui bayinya,
Dapur mulai berisik...
Dukun Nilam sudah tak datang lagi, Bu Masitoh sudah dianggapnya mampu dilepaskan untuk mengurus bayi..
Waktu berlalu dengan sangat cepat,
Pertumbuhan Abinaya mulai terlihat lucu dan menggemaskan.
Persis tiga bulan usianya, tanpa terbaca sedikit pun gelagatnya, Ningrum pergi tanpa pamit, meninggalkan semua yang menyesakkannya.
Bu Masitoh histeris membaca pesan di secarik kertas, di atas popok yang dipakai cucunya.
Abinaya....
Untukmu yang tak kuinginkan
Kepergian ini adalah kisah berbentang jarak yang tak perlu dicari,
Kehadiranmu pun adalah darah daging tak didamba yang telah merusak hidupku berkeping-keping.
Jika kelak dirimu berumur panjang, dirimu dan saya bukanlah kita.
Karena atas alasan apa pun, saya tak pernah memaafkan kehadiranmu.
Ada darah yang harus dibayar olehmu, ada penderitaan yang harus kau tuntaskan, melunaskan semua sakit yang membebaniku...lelaki itu yang mengaliri darahmu harus bertanggungjawab...tidak sekarang mungkin esok.
Saat itu tiba, kita bukanlah siapa-siapa.
Yang membenci lelaki itu-Ningrum.
Lembaran di tangan Bu Masitoh membasah...
Bersambung.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren
Terima kasih bu
Mantap nianlah abangku. Mengikuti kisahnya jadi ikut tersulut emosinya.. Pokoknyo top markotop. Lanjuuut. Sukses selalu
Siap..terima kasih, next ya
Mantap surantap mas. Salam sehat dan sukses selalu. Selamat menikmati libur bersama keluarga tercinta. Terima kasih telah setia mengunjungi sriyonospd.gurusiana.id untuk SKSS dan berbagi kebaikan.
Siap pak, mksh apresiasinya
Kasihan banget Abinaya, Ningrum kok bisa setega itu. Keren Pak dan salam sukses
Terima kasih bu...salam
Bagiamana kisah Abinaya dan Ningrum berikutnya? Sepertinya masih berkonflik panjang nih. Semoga sehat dan sukses selalu
Siap dilanjut mas...sehat selalu..aamiin
Semakin penasaran pak. Siap menunggu Abinaya kembali
Siap dilanjut bu
Nulis apapun pasti ok
Terima kasih apresiasinya bu
Kisah yang mengharu. Pergulatan batin dari para tokohnya apik tergambar. Ningrum, Masitoh, Waryo. Seperti biasa, kisah yang diramu Pak Dino, tetaplah berkelas. Sehat dan berkarya selalu ya.Salam hormat
Mksh mas apresiasinya, next lanjut
Duh ya Allah kasian Abi ditinggal oleh ibunya, sebegitu bencinya Ningrum dengan darah dagingnya sendiri, next bang
Lanjut mbak
Abinaya Ditunggu kelanjutann Abinaya
Siap bu..mksh apresiasinya
Duhhh...Ningrum. betapa dlm luka hatinu.
Iya oma......sangat terluka sepertinya
Ternyata sy jauh ketinggalan. Pokonya buku nya wajib punya. ..sehat selalu. Sukses
Siap bunda...lanjut
Kisahnya menarik. Untaian katanya suka banget, Bapak. Siap menunggu Abinaya selanjutnya. Salam sukses.
Mksh bu...salam
Dendamnya setajam pisau oh sungguh kasihan si bayi yang tak berdosa
Iya bu..kita lanjut ya
Kisah yang menarik. Untaian kata khas dan indah. Semoga sehat dan sukses selalu Pak.
Siap..terima kasih bu