Melangitkan Rida di Awan Panas Semeru (Episode 1. Senja dan Duka)
Grasah-grusuh tak tenang dari bunyi riuh rendah kambing dan sapi dari kandang belakang rumah membuatnya bingung.
"Rasane mau wis akeh diasih empan nanging kok isih ramai wae suwarane." (Rasanya tadi sudah banyak dikasih makanan, tapi kok masih ramai sekali suaranya?)
Dengan heran, sambil mengelap keringat di pelipis dengan ujung jilbab kaos, Aminah terus merapikan sisa makanan yang diberikan kepada hewan ternak peliharaannya itu. Membersihkan kandang, merapikan sisa pakan lalu kemudian duduk ngaso melepas lelah.
Yang terbayang di kepalanya, bagaimana nanti pada saatnya tiba dari pasar hewan Jogotrunan, Emak akan membawa uang yang banyak hasil menjual hewan ternak untuk biaya pendidikannya.
Perempuan yatim tangguh ini sebentar lagi menyelesaikan sekolah dan tak ada pilihan lain untuk melanjutkan impian dirinya harus rela membanting tulang. Emaknya hanya pedagang sayuran dengan penghasilan yang tak seberapa. Beberapa ekor sapi dan kambing miliknya dibeli dari hasil sisihan yang ditabung bertahun-tahun lamanya.
Hidup tak semringah pesta ulang tahun, tak seglamour binar lampu malam di perkotaan, realitanya memang belum menyuguhkan pilihan yang membuat mereka tersenyum, semua keinginan harus terus dibungkus kesabaran yang berlipat-lipat dan semuanya tidak cukup dengan memejamkan mata lalu semuanya terkabul.
Beruntungnya, Emaknya mengemas semua kisah dengan sangat pantas dan membersamai takdir dengan melemahkan magma rasa tanpa harus membenci, meski pada tiap sesi memeluk segunung harap dengan menyertakan sang Rabb berbingkai kekuatan doa yang terus dilangitkan. Ikhtiar yang terkadang harus dipikul melebihi batas kemampuan keperempuannya.
Aminah terpekur, lalu beranjak ke rumah. Terjebak penuh tanya dalam bilik hati dan seperti biasa waktu mengajak ego untuk berdamai. Meneroka estafeta kisah hanya bisa bungkam ketika tak sehati. Dan di bawah rindangnya pepohonan, paraunya angin membawa sesak menuntaskan lamunan.
*****
Siang hari. Puncak Mahameru tertutup awan. Angin di luar begitu kencang, bumantara menggores langit Lumajang dengan sangat pekat. Gemuruh bergantian terdengar dari balik awang-awang dan getaran yang tiba-tiba datang membuat tubuh Aminah yang baru saja masuk rumah limbung. Sempat mendongak ke luar dan persendiannya lemas, was-was mulai menerpa.
Ada gundah merayap, hari makin meninggi dan entah kenapa gelap menutup langit. Abu vulkanik sudah sangat jelas di atas kepala. Lahar dingin membanjir yang kemudian disusul lava yang turun menumpuk.
Rabbi.... awan panas turun ke perkampungan dan Emak masih juga dengan sujudnya. Bimbang antara menyelamatkan diri atau tetap bersama Emaknya.
Dalam kondisi ragu, bunyi berderak di luar dan diyakini berasal dari kandang membawa Aminah serta-merta menghambur berlari, apa dinyana ternyata semua yang menjadi asanya itu telah rata tertimbun tak menyisakan apa-apa lagi.
Ya mutakabbir....
Kandang yang hancur, kaki-kaki hewan tak berdaya dan sembulan kepala ternak yang meregang nyawa menyisakan netra yang membasah. Langit kepalanya kehilangan naungan, meluluhlantakkan semua cita-cita yang sudah mengemuka di depan mata lalu tanpa ampun menguliti semuanya hingga hancur tak bersisa.
Jiwanya terguncang hebat, berkecamuk rasa yang berkelindan, menciutkan nyalinya. Degup tak beraturan dan emosi yang meruap-ruap hanya mampu diekspresikannya dengan sisa tenaga menjerit. Pekikannya pecah di tengah kerumunan orang yang menyelamatkan diri, namun tak ada sosok Emak.
Menangisi hari lalu sepanjang jejak langkah hanya melukisi tanah dengan bulir bening meruah
Besambung….
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kisah hidup dalam bencana, lanjut
Siap...lanjut bu
Kisah sedih disajikan dengan diksi-diksi yang indah menawan. Lanjut Pak
Terima kasih bu..siap
Kisah Semeru terabadikan dalam cerpen yang indah diksi. Semoga sehat dan sukses selalu buat Bapak Radinopianto
Siap mas, terima kasih
Semeru. Kisahnya mengharu biru
Iya bu..terima kasih
Sedih
Iya bu
Cerita yang menarik, bikin sedih. Mantap, ditunggu kelanjutannya
Terima kasih bu
Duh ya Allah episode pertama yang sudah mengaduk-aduk hati pembaca next bang
Iya mbak..sedih
Keren pak.
Terima kasih pak