Melangitkan Rida di Awan Panas Semeru (Episode 22. Kenangan di Balik Cincin bagian 2)
Setahun yang lalu. Saat akhir tahun, di bulan yang sama seperti kejadian erupsi Semeru di tahun ini.
Tudung gunung Semeru terlihat gagah. Dengan ketinggiannya yang menjulang, menjadikan lokasi seputaran seperti ternaungi oleh atapnya yang begitu memesona. Vegetasi yang menghijau sepanjang kakinya menyumbang udara segar yang tersuguh sepanjang hari.
Suasana pagi belum cukup terang namun putarannya bergeliat dengan sangat damai. Sebagai penambang pasir, Ardiman Hadyan, biasa dipanggil pak Ardi, Bapaknya Aminah yang bekerja di sebuah perusahaan besar di Candipuro ini, biasanya sehabis subuh sudah bersiap berangkat.
Namun, tidak kali ini. Hujan sepanjang malam hingga pagi menjelang belum juga reda. Duduk santai menyeruput kopi di teras sambil menunggui Fatimah, isterinya, Emaknya Aminah yang sedang mempersiapkan dagangannya.
“Durung mangkat kerjo, eh pak?” (belum berangkat kerja ya, Pak?) Ujar Emak sambil meletakkkan lontong petis di meja kecil di dekat Kopi Bapak.
“Udan ki lho, piye” (Hujan ini lho, gimana}.
“Ngenteni reda.” Jawab Bapak singkat.
Aroma yang harum dari lontong yang disiram dengan kuah kacang, paduan sayur, ayam dan beberpa potong tahu dan tempe membuat Bapak tak sabar menyantapnya.
“Bu, iki arep diedol toh? “ (Bu, ini mau dijual?” tanya Bapak melihat sajian tak biasa.
“Hari ini Aminah ulang tahun pak, hanya syukuran saja.” jawab Emak.
Bapak mengangguk, keheranannya terjawab. Selain menjual sayuran dan hasil kebun, Emak memang menjual makanan tradisional di kawasan Lumajang ini. Lupis, bledus, kue latok, rujak otek dan pecel godong telo menjadi barang bawaan yang selalu menyertainya ke pasar.
“Nanti siang jangan lupa ya, kelapa di belakang dibawa ke pasar.” Emak dengan tetap sibuk di dapur mengingatkan Bapak.
“Iya, Aminah juga mau ikut. Mau menukar cincin. Yang kemaren itu kekecilan di jarinya” Jawab Bapak.
“Yo wes, pokoke Bapak hati-hati, habis hujan sungai pasti meluap.” Bapak tertawa terkekeh “Eits, ojo nganggep gampang. Tak kutuk jadi batu nanti,”
Begitulah Bapak dan Emaknya Aminah, penuh dengan keramaian di pagi hari dengan segala ceritanya.
Rintik masih merinai namun tidak cukup membasah. Bapak yang dari tadi sudah tak sabar untuk berangkat, pamit meninggalkan rumah, Aminah masih sempat mencium tangan Bapaknya sebelum kemudian pergi ke sekolah. Emak selalu kebagian paling belakang.
Menata kue dan dagangan makanan di keranjang, mengikat semua sayuran di dalam karung, kemudian dengan menggunakan angkutan umum, Emak berjualan di pasar. Keseharian yang cukup sibuk.
*****
Sore hari.
Aminah sedang menunggu Bapaknya pulang dari menambang pasir, namun hingga gelap tiba tak kunjung nampak kepulangannya. Berulang Emak menghiburnya namun Aminah bergeming. Bapaknya ternyata tak pernah kembali lagi untuk selamanya.
Semesta bergolak. berkecamuk segala hampa yang membawa kelam lalu takdir berlabuh, menjadi jalan pulang berbeda bagi Bapaknya
Bersambung….
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Ya Allah sedih, candaan pagi menjadi pertemuan terakhir, selalu lengkap dengan diksi diksi indahnya, salam sukses selalu mas Dino
Terima kasih apresiasinya bu...aamiin
Bikin mewek bacanya
Terima kasih ibu apresiasinya
Keren menewen abangku.. Lanjuuut. Sukses selalu
Terima kasih..aamiin
Lanjutkan, ceritanya makin menggoda, Barokallah
Terima kasih pak...aamiin
Duh Aminah, dukanya kenangan dan jejak hidupmu. Ikut lara aku. Selalu keren diksinya, Pak Radi. Salam takzim.
Siap bu..terima kasih...aamiin
Baper bacanya pak, salam sukses
Iya bu .terima kasih aprrsiasinya..salam
Semesta bergolak. Berkecamuk segala hampa yang membawa kelam....Bagus diksinya.
Iya mbak...terima kasih
Masih setia menunggu kelanjutan kisahnya, keren sekali tayangannya bang hehehe
Iya mbak..siap
Ceritanya mulai menarik , baimana ya kelanjutannya. Tunggu Pak.Salam literasi dan sehat srlalu.
Terima kasih ibu...
Ceritanya selalu menarik,makin keren.
Iya bu..terima kasih
Mataku berkaca-kaca. Bapak kita satu ini mulai bermain dengan air mata. Rasanya dapet banget. Next....
Iya bu...harus banyak stok tissue..hehe
sedih, ternyata pertemuan terakhir dg bapak. Salam literasi Mas Dino.
Iya pak...salam
Keren cerpennya, ditunggu lanjutannya. Salam kenal. Salam sehat sukses selalu pak.
Terima kasih bu....aamiin
selalu indah bahasa dalam kalimat yang teronceh indah memukau menjadi cerita indah memukau. dehat selalu saudaraku pak Nopianto.
Alhamdulillah, terima kasih apresiasinya
Masih tetap setia menunggu kelanjutannya. Mantap dan bikin penasaran
Siap pak, lanjut...terima kasih
Makin keren...lanjut Pak.
Iya bu. Terima kasih, lanjut