Melangitkan Rida di Awan Panas Semeru (Episode 25. Kenangan di Balik Cincin bagian 5)
Bersemu dengan roman malu, Aminah terpaku. Kedatangannya menumbuhkan iba, namun seulas senyum Bu Sari memecah kecanggungan yang sempat menggunung.
Tak berhenti Bu Sari mengajaknya ngobrol. Sambil dihitung, semua bahan yang dibeli Aminah, dimasukkan ke dalam kresek hitam. Ada dua jenis belanjaan, kebutuhan dapur untuk konsumsi rumah tangga dan bahan untuk berjualan.
Bu Sari bertanya berulang dengan Aminah terkait cincin itu, namun alasan Aminah keukeuh, Tak ada yang bisa dibayarkan kecuali dengan menjual cincin emas itu.
"Ini pemberian bapakmu, Nak. Jangan dijual." Matanya menyorot cincin yang masih di tangan Aminah.
Aminah tak menyahut, dia hanya tergemap menyerana. Mukanya memelas berharap Bu Sari menerima “Ini cincinya, Bu. Kalau masih ada sisa, aku mau membeli buku untuk sekolahku.”
Bergantian Bu Sari yang tak bisa berkata-kata. “Ini, uangnya besar sekali, masih banyak sisanya kalau hanya untuk sekadar belanja dapur, Nak.” Sambil memutar-mutar benda yang berbahan emas itu.
“Sudah, ini dibawa saja dulu. Cincinnya dibawa pulang saja. Kalau Ibumu sudah sembuh, nanti biar belakangan bayarnya.”
Aminah kaget. Ekspresinya tegang. Apa yang dilakukan tidak diketahui oleh Emaknya dan itu tentu akan memicu kemarahan yang luar biasa. “Cincinnya ditinggal ya, Bu. Nanti kalau sudah ada uangnya akan aku bayar.”
Lama Bu Sari memandangi wajah Aminah, seperti menimbang-nimbang mencari kalimat yang pas. Tatapan yang menjadikan Aminah makin membenamkan wajahnya. “Kamu perlu uang berapa, Nak?”
“Seratus sepuluh ribu, Bu.” Terlihat sangat rikuh menyebutkan angka itu. Bilangan rupiah yang di pikiran anak seusia itu sangat besar dan di tengah kesusahannya tak akan mungkin mampu diwujudkan dalam waktu cepat.
Bu Sari tak menjawab. Badannya berputar lalu berdiri ke depan lemari, dan menarik daun pintu membukanya. Dari dompet, dua lembar uang berpindah ke tangan Aminah. Selembar ratusan ribu dan dibawahnya tersisip uang lima puluh ribu.
“Besok, sepulang sekolah, kembaliannya kuantar ya, Bu,” Ujar Aminah berbinar memegang uang itu. Seperti mendapat kebahagiaan yang tak terhingga, dia pamit melenggang pulang membawa semua yang telah dipilihnya.
Bu Sari menyodorkan pergelangannya dan Aminah mendaratkan hidungnya ke punggung tangan itu. “Sisanya disimpan saja, kalau nanti masih diperlukan kamu ke sini ya, Nak.”
Aminah mengangguk pelan.
Begitulah Bu Sari. Perempuan baik yang dari dulu dikenal banyak orang akan kedermawanannya, sayangnya janda ini tak mempunyai anak. Suaminya sudah lama meninggal dan hidupnya hanya ditemani oleh seorang anak perempuan seusia Aminah. Namanya Rosa. Anak angkat yang sudah tidak sekolah lagi yang membantunya di rumah.
Dari kejauhan Bu Sari menatap tak berkedip. Pagi berhias rinai, Aminah pulang menyisir kabut.
******
Di rumah, Emak yang baru selesai salat subuh di tempat tidurnya, dengan tubuh lemahnya memanggil-manggil Aminah.
Bersambung
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Aminah, seorang anak yg berbakti. Lanjut pak
Keren kisahnya. Aminah anak yang berbakti. Salam keren dan tetap bahagia buat Mas Dino.
Terima kasih bu ..salam
Asli..jujur..ingin kenalan sama Aminah
Nanti dikenalkan, hehe. Terima kasih apresiasinya bu
Pagi berhias rinai, Aminah pulang menyisir kabut. Gaya bahasa yang apik.
Semakin memilukan kisahnya bang lanjut bang
Siap mbak
Mantap pak
Aminah, anak yang tahu diri ... Kisah yang inspiratif, Bapak. Salam sukses.
Terima kasih apresiasinya bu...salam
Semakin keren ceritanya, sukses selalu pak.
Siap bu ..aamiin
pastinya keren, tak bisa diragu... sukses selalu...
Wah.. Terima kasih pak
Keren. Ditunggu lanjutannya.
Siap bu...terima kasih
Ditunggu lanjutannya.
Iya bu..siap dilanjut, terima kasih hadirnya