Radinopianto

Alam ini seolah miniatur kehidupan masa depan, yang tak cukup dengan diam atau duduk santai sambil menyeruput kopi, Hidup ini bukan mimpi. Takkan sampai jika ta...

Selengkapnya
Navigasi Web
Melangitkan Rida di Awan Panas Semeru  (Episode 26. Kenangan di Balik Cincin bagian 6)

Melangitkan Rida di Awan Panas Semeru (Episode 26. Kenangan di Balik Cincin bagian 6)

Setelah agak rebas menandai jalan, mentari mulai bangun mengintip semesta. Tangan Aminah menjinjing belanjaan pulang.

Alih-alih mau menghindar, menyembunyikan apa yang diam-diam dilakukannya, setiba di rumah, tak disangka Emak berdiri di depan pintu depan. Hampir saja kepergok, begitu melihat sosok itu, Aminah memutar badan lalu menyelinap melalui pintu belakang.

“Soko ndi toh, Nduk?” (Dari mana kamu, Nduk?).

Emaknya yang dari tadi berteriak memanggil Aminah, bertanya keheranan dengan Anaknya yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya. Emak yang kurus dan masih sangat pucat sedikit terhuyung, belum kuat menopang tubuh. Aminah menahannya.

“Emak ki, lho. Belum sehat kok malah udah keluar kamar.” Secepat itu Aminah mengalihkan perhatian. “Emak, bosan di kamar.”

Sembari memapah berjalan, Aminah menuntun duduk di kursi depan dan menyingkap tirai jendela. Seketika cahaya menyilaukan mata menyeruak “Emak, istirahat di sini,”

“Aku masak dulu.” Kesempatannya untuk menghindari pertanyaan lebih jauh.

“Bahan-bahannya memang ada toh?” meski volumenya lemah, namun terdengar jelas sampai ke telinga Aminah.

“Ada.”

Aminah menghilang dari wajah Emaknya.

******

“Tiap hari sampai kemudian Emak sembuh, Aminah membagi waktunya untuk jualan di rumah dan pada hari libur dia akan menggelar dagangan ke pasar,” ujar Yanti

“Lalu kenapa cincin itu membuatnya menangis begitu rupa?” Dewi yang masih bingung mencoba menelisik.

Yanti menuang air minum dari galon dispenser di sampingnya. Menenggaknya beberapa hirupan dan meletakkan gelasnya di depannya duduk.

“Dari keuntungan yang tak seberapa itu, Aminah menyisihkan uang untuk ditabung, namun sedihnya belum juga terkumpul untuk menebus cincin, peristiwa erupsi itu menghancurkan semuanya.”

Dewi seketika mematung mendengar penjelasan Yanti.

“Kemungkinan jenazah terakhir yang dilihatnya itu Rosa, teman mainnya yang merupakan anak angkat Bu Sari.” lanjut Yanti.

“Kakak…….!”

Dari ranjang pasien tempatnya tidur, di tengah keasyikan bercerita, Aminah yang tadinya terlelap setelah siuman sebentar, terjaga. Secara bersamaan, kedua relawan itu sontak menolehkan kepalanya ke arah sumber suara.

“Eh, Adik sudah bangun. Alhamdulillah.” Yanti dan Dewi mendekat.

Aminah berusaha duduk, Yanti yang di hadapannya memegang bahu membantu sementara Dewi menegakkan bantal di belakang punggung Aminah sehingga lebih nyaman untuk menyandar.

“Dew, ambil itu dong,” sambil menunjuk ke arah kresek yang tersisa sebungkus nasi itu.

“Adik makan ya.”

“Kakak…” masih dengan suara yang terdengar lemas. “Iya, kenapa Dik,” tanya Yanti ke Aminah.

“Kita ke rumah Aminah yuk?” rajuknya ke Yanti.

“Lho, ada apa memang?”

Aminah berdiri, lalu tanpa dapat dicegah berjalan ke luar, membuat Yanti, begitu juga Dewi yang masih memegang nasi bungkus terperanjat.

Sedikit berlari Yanti mengejarnya. Tangannya langsung memegang lengan Aminah dari samping pinggul, sedikit menarik yang membuat langkah kakinya terhenti.

Tak ada perlawanan untuk memberontak. Sesaat dari kedua bola mata Aminah yang sayu, Yanti melabuhkan sorot yang bersemuka pada beribu luka. Di tepian harap, jingga di ruang hati bersua menyiratkan pedih yang kian melumpuhkan asa.

Jangan menyerah Aminah…….

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Aminah...oh Aminah...smg kau mendapat kebahagiaan kelak

25 Jan
Balas

Terima kasih apresiasinya bu

25 Jan

Semangat

25 Jan
Balas

Terina kasih bu

25 Jan

Semoga Aminah baik-baik saja... Jadi ingat kisah pengungsian Gempa Bumi Kerinci 1995,,, hampir 1 bulan bertahan di tenda pengungsian,, pulang ke rumah hanya untuk ganti pakaian,,, Lanjuuut. Sukses selalu

25 Jan
Balas

Siap..terima kasih

25 Jan

Aminah anak yang sholihah mirip saya...he...heSetia menunggu karya lanjutan

25 Jan
Balas

Hehehe...bisa aja ibu Aminah, eh ibu fairuz

25 Jan

Mau apakah Aminah ke rumahnya, apa yang dicarinya lanjooot baang

25 Jan
Balas

Ada sesuatu mungkin mbak..hehe

25 Jan

Aminah, apa yang engkau cari, bagi tahu denganku sini. Salam sehat dan bahagia bersama keluarga tercinta, Bapak

25 Jan
Balas

Terima kasih bu..salam

25 Jan

Semakin keren dan menarik.Mengharukan..Sukses selalu pak.

25 Jan
Balas

Terima kasih bu....aamiin

25 Jan

selalu keren...

25 Jan
Balas

Terima kasih pak

25 Jan

Lanjutkan...

25 Jan
Balas

Siap...lanjut

25 Jan



search

New Post