Radinopianto

Alam ini seolah miniatur kehidupan masa depan, yang tak cukup dengan diam atau duduk santai sambil menyeruput kopi, Hidup ini bukan mimpi. Takkan sampai jika ta...

Selengkapnya
Navigasi Web
Melangitkan Rida di Awan Panas Semeru  (Episode 30. Menemui Tim Forensik)

Melangitkan Rida di Awan Panas Semeru (Episode 30. Menemui Tim Forensik)

Meski mata belum lama menutup lembaran, pagi sudah memaksa turun membuka halaman baru. Menyingsing dengan sinar pecah sembilan yang menyisir bumi, menjadikan hari menguak lapisan langit dengan warna putih terang tanpa noda.

Sebagaimana pesan yang disampaikan oleh Husein semalam, Yanti, Aminah dan Dewi sudah merangsek bergerak menemui tim forensik. Tak lupa, gelap buta Yanti sudah menelepon ibu guru untuk mengizinkan Aminah ikut serta bersama mereka.

Dengan segala keterbatasannya, meski tidak se-intens kondisi normal, di pengungsian Aminah diupayakan tetap bisa menerima pelajaran. Beberapa kondisi memang sempat menjadikan terkendala namun tak lantas membuat geliat pendidikan terhenti.

Langkah tertata tapi rapuh. Mengalir menggenapi hari dengan gegap gempita yang sudah sangat kendur. Lembah yang tadinya menjadi lubang-lubang berair yang menguasai sanubari, sejalan perputaran segalanya terasa surut. Sangat tandus. Sumur mata air dari air mata yang selalu mengucur hampir tak menyisakan kristal bening yang acap kali merinai.

Kesudahannya tangisan tak jua bersua takdir untuk berdamai di sudut asa, tak menjadikan garis nasib bertukar, atau dengan penuh ikhlas memutar kenyataan seindah apa yang dipikirkan.

Kelam sudah sangat kelam, terperosok jauh pada lorong-lorong sepi yang penghuninya berwajah penat. Sorot sapa yang asing mencetak bayangan suram, menyeruak dengan aroma yang makin tak sedap. Burung-burung yang setia menerbangkan cerita tak lagi berperan sebagai penghias udara dengan kepaknya. Lambat-laun segalanya terasa menyisih.

Segala kekuatan yang isinya berjuta kesabaran yang berlapis-lapis telah mengelupas sudah, setebal kulit bawang, sehancur itu hati Aminah.

Berpagi hari indah dinanti-nanti, sore hari dengan sangat angkuh kelam menyudahi sedih. Tanpa ampun segalanya hadir menggurita dalam sengkarutnya cerita dunia yang makin tak jelas.

Seperti pesimis yang mulai ditawar Aminah dengan segala kesusahan, telah membawanya membuang jauh-jauh angan. Mengubah dunianya dengan membawa api redup yang sedikit saja tertiup sang bayu akan memudar, seiring waktu membuatnya terbenam.

Menggambarkannya seperti menegakkan benang basah, kalau pun juga kering meranting tak mampu berdiri kokoh.

******

Lebih kurang empat puluh kilo meter cukup menjemukan duduk gelisah di angkutan umum dari Candipuro menuju Lumajang. Berada di area orang-orang sakit dengan segala hiruk-pikuknya menjadi pemudar kesombongan diri runtuh berkeping-keping. Betapa sehat itu mahal. Lalu-lalang orang melintas, beberapa pasien nampak duduk di luar menjemur tubuhnya.

Husein telah lebih dulu menunggu di depan, memenuhi janjinya semalam. “Ayo, kita sudah ditunggu.” Husein mengarahkan jalan dan mengajak ketiganya dengan bergegas.

Wajahnya datar, tak nampak kepanikan di parasnya namun masih menyisakan tanya. Terutama Dewi, mangkel yang dari semalam telah menghuni kepalanya meletup seketika. Tangannya tanpa ragu menepuk badan Husein dari belakang dengan ujung buku yang dibawanya.

Agak kaget, Husein menghentikan langkah dan menoleh ke arah belakang. “Hal apa yang membuat harus Aminah dan kami datang ke sini?”

Senyum Husein dan jawabannya sukses membuat Dewi makin menampakkan kekesalannya, “Nanti di sana ya, biar jelas.”

“Ya, ayo. Cepat jangan kebanyakan ngobrol,” cukup ketus.

Yanti sempat menutup mulutnya, geli mendengar ucapan Dewi. Menunggu lelaki berjenggot itu berbalik badan lagi ke depan, jemarinya mencubit tangan Dewi yang bersisian dengan Aminah. Bukankah justru yang membuat lambat itu Dewi sendiri yang memancing Husein terpaksa meladeninya. Dewi diam ngeloyor berjalan mengiringi dengan mulutnya yang komat-kamit sewot.

*****

Di depan ruangan, seorang yang berbaju putih khas tenaga medis mengajak Husein dan ketiga gadis berjilbab itu masuk. Tidak hanya dokter, ada juga rupanya tim yang sebelumnya melakukan penggalian seputaran rumah Aminah mendampingi di sana.

Uraiannya lengkap, tentu tim telah bekerja dengan optimal. Banyak penjelasan yang diterima ketiganya, termasuk hal-hal yang menyangkut penghentian pencarian di kawasan hunian Aminah. Setelah konfirmasi dengan berbagai sumber, cincin yang diyakini adalah milik Aminah di jemari tangan korban beberapa waktu yang lalu dikembalikan kepadanya.

Tak ada drama lagi, Aminah hanya menyambutnya dengan penuh haru. Tak menyangka pemberian ayahnya itu kembali lagi. Sadar kondisi sudah sore, ketiganya termasuk Husein pamit untuk pulang. Tawaran untuk ikut bersama tim kembali ke lokasi diamini ketiganya.

Dewi yang agak beser, mengajak Yanti mencari toilet. “Kita sekalian salat aja dulu.”

Posisi musalah tak jauh rupanya. Langkah Aminah tiba-tiba stop dan seperti ragu, membuatnya berbalik belakang menuju sal-sal pasien orang dewasa yang baru saja dilewatinya.

“Dik, kenapa?”

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Pak. Salam literasi

29 Jan
Balas

Terima kasih pak apresiasinya..salam

29 Jan

Bikin hanyut dlm kisah ini

29 Jan
Balas

Iya bu...saya menuliskannya pun hanyut

29 Jan

Kenapa Aminah berbalik ?

29 Jan
Balas

Ada sesuatu mungkin bunda

29 Jan

Lanjut...

29 Jan
Balas

Siap mbak

29 Jan

Kenapa dengan Aminah, ending nya membuat penasaran level tertinggi. Ditunggu cerita selanjutnya. Salam sehat selalu Pak Iqbal.

29 Jan
Balas

Siap bu..terima kasih apresiasinya...doa yang sama buay ibu, aamiin

29 Jan

Kapan ya penulisnya membuat Aminah tersenyum bahagia hehehe

29 Jan
Balas

Jangan terlewat di episode episode akhir ini....

29 Jan

Semoga di episode terakhir akan ada senyum dibibirku membacanya

29 Jan

Keren menewen...jadi penasaran......salam sukses selalu

29 Jan
Balas

Terima kasih pak..salam

29 Jan

Ternyata cincin, lalu kabar Emak? Penuh tanya menggoda. Salam sehat dan bahagia bersama keluarga tercinta

29 Jan
Balas

Terima kasih ibu...siap ditunggu ya...salam

29 Jan

Siip kisahnya,Bapak. Banyak kata dalam olah rasa. Salam sukses selalu.

29 Jan
Balas

Terima kasih bu...salam

29 Jan

sukses selalu... keren pastinya

29 Jan
Balas

Terima kasih pak....salam

29 Jan

Selalu membuat penasaran ..salam

29 Jan
Balas

Siap..lanjut besok..hehe

29 Jan

Penasaran...kenapa ya??

29 Jan
Balas

Ada sesuatu mungkin bu

29 Jan



search

New Post