Radinopianto

Alam ini seolah miniatur kehidupan masa depan, yang tak cukup dengan diam atau duduk santai sambil menyeruput kopi, Hidup ini bukan mimpi. Takkan sampai jika ta...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pelangi Sunyi di Nusa Penida (Episode 30. Wasangka Bagian 2)

Pelangi Sunyi di Nusa Penida (Episode 30. Wasangka Bagian 2)

Sore hari, Meme siuman dari pingsannya. Sesuai petunjuk dari dokter, Ni Luh Putu sudah memberikan obat. Meme merespon dengan menelan beberapa buah tablet yang telah disiapkan. Bunyi tatakan gelas terdengar berdenting.

Ada perasaan lawah menggelora ketika tubuh yang sejak tadi hanya terpejam diam, mulai merekah menyunggingkan seulas senyum dari wajahnya. Romannya masih nampak pucat dan lemah, namun sangat terlihat usaha Meme untuk tak membuat khawatir. Sedikit beringsut dari posisi tidurnya, Meme berupaya untuk duduk.

Sekilas matanya menatap jam dinding, sambil membenahi bulang pasang, semacam stagen yang tadi sempat dikendurkan lalu merapikan kebaya. Tangannya meraba ke kiri dan ke kanan, tahu apa yang dicarinya Ni Luh Putu memberikan selendang, cepat Meme menerima dan diikatkannya ke pinggang. Merapikan rambutnya dan dibentuk gulungan sanggul.

Tentu yang dipikirkannya mengerjakan Pamuspan, ibadah harian Trisandhya (Pemujaan tiga kali sehari) yang menjadi rutinitasnya. “Bentar lagi maghrib, Meme akan ibadah Pascima Sandhya.”. Jika sudah seperti ini, meski masih belum kuat kondisinya tak ada yang yang bisa menahan, Ni Luh Putu memegang tubuh Meme, perlahan membantunya menuju Sanggah untuk melakukan ibadah.

Sambil mengawasi, Nih luh Putu duduk santai. Meme meminta untuk meninggalkannya akan tetapi Nih Luh Putu sedang kedatangan tamu bulanannya, membuatnya bisa berlama-lama di luar.

Gerakan ngayap Meme mengiringi sunyi menjelang senja meninggalkan terang mentari yang tampak mulai mengecil di ujung kaki langit. Semesta merunduk.

*****

Bli Made dan Mas Bagas masih duduk di Bale Sekapat (Gazebo) ngobrol santai, ketika kemudian pengingat waktu salat berbunyi dari android Bli Made. Tanpa dikomandoi, hampir berantukan tubuh yang membuat terkekeh, keduanya bersiap salat berjamaah di kamar Bli Made. Mas Bagas menjadi imamnya, bacaan ayat-ayatnya sangat indah dan merdu membuat bulu kuduk menggermang. Takbir demi takbir berlalu hingga usai. Salam terakhir dan saling berjabat tangan lalu bubar. Mas Bagas kembali ke kamarnya dan Bli Made masih duduk dengan alqur-an kecilnya.

Cukup tergesa-gesa dan menghentikan tartilnya ketika getaran dari meja seperti berderuk menandakan ada pesan masuk. Bli Made berdiri dan melongok layar gawainya.

“Assalamualaikum Bli. Forgive, if the arrival of this message is bothersome. What about Meme Health, have regained consciousness? I have Meme gets better soon. Convey my apologies with your sista, Ni Luh Putu,”

(Assalamualaikum Bli, Mohon maaf jika pesan ini menganggu. Bagaimana dengan kesehatan Meme, apakah sudah siuman? Semoga Meme cepat sembuh ya. Sampaikan permintaan maaf saya dengan kakakmu, Ni Luh Putu).

Ternyata dari Alice. Cukup panjang pesan yang masuk. “Waalaikumsalam. Meme is healthy Alhamdulillah, now is even do worship. Nothing’s wrong. It’s just a misunderstanding.” (Waalaikumsalam. Meme alhamdulillah sudah sehat, sekarang bahkan sudah melakukan ibadah. Tidak ada yang salah, itu hanya salah paham).

Bli Made menunggu, namun tidak ada balasan lanjutan, hanya centang biru dua.

*****

Di dapur, Ni Luh Putu sudah menyiapkan untuk makan malam bersama. Bli Made lebih dulu di sana, Meme dan Mas Bagas belum terlihat.

Sambil meletakkan piring dan menyajikan lauk-pauk “Ragane sampun nenten kadi dumun risampune bapan ragane ngaonin,” (Kamu berubah sekali semenjak Aji meninggal). Meski bak petir, Bli Made diam menyimak.

“Ipun sane dados pinaka tetujon titiang,” (Kamu yang menjadi harapan kakak, ternyata melakukan hal yang membuat malu), Ni Luh Putu ngoceh tak berhenti.

Bli Made mendongak kaget, matanya saling bertatap dengan kakaknya. Tak kuat dia berlam-lama di wajah itu sambil menunduk pelan dia menjawab untuk meredam emosinya. “Mbok sampunang mapikeneh sane ten becik yening ten uning napi-napi,” (Kakak jangan berpraduga yang tidak-tidak jika faktanya tidak seperti itu).

“ Titiyang pastika jagi mirdatayang ritatkala ipun nenten ngelaksanayang swadarma,” (Saya harus menjelaskan apa jika saya tidak melakukan apa pun).

Kehadiran Mas Bagas membuat Nih Luh Putu mengalihkan pembicaraan.

Bersambung....

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Pak. Sukses selalu. Salam literasi

08:31
Balas

Terima kasih apresiasinya pak..salam

08:32

Ni Luh berprasangka tanpa meminta klarifikasi dulu dari Bli Made. Cerita berlatar lingkungan dan adat istiadat masyarakat....?

30 May
Balas

Ya bu...mksh hadirnya

30 May

Kelewat beberapa episode cerita keren ini.

04 Jun
Balas

Hemmmmm harus segera diluruskan agar tidak berlarut-larut wasangkanya

08:42
Balas

Sepertinya mbak...hehe, mulai emosi sepertinya...hahaha

08:44

Kadang mata terlalu banyak praduga, meski tidak sungguh-sungguh tahu. Semoga Ni Luh Putu berkenan tabbayun dan lebih menahami

08:38
Balas

Ya bu..mksh apresiasinya

08:40

Keren..

10:02
Balas

Terima.kasih bu

30 May



search

New Post