Pelangi Sunyi di Nusa Penida (Episode 31. Bimbang Hati)
Beberapa orang petani rumput laut berjalan lalu-lalang. Alice duduk di bantaran Pantai Toyapakeh. Perkampungan muslim di Nusa Penida ini menawarkan kemolekan laut dengan biotanya yang luar biasa. Pasir putih yang merentang menari-nari mengikuti irama jernihnya air laut yang berdansa menuju bibir pantai. Melintas di bawah kaki Alice yang mencangkung di atas bebatuan lalu berputar meliuk, enggan berlama di sana.
Keindahan yang harusnya terejawantah dalam keriangan hati Alice. Namun sayangnya dirinya tidak sedang menikmati begitu menawannya bentangan panorama yang terhampar nyata itu. Alice hanya membawa fisiknya ke tepi laut namun pikirannya menembus samudera lepas menemui kerinduan akan mendiang Mommy dan Daddy.
Berapa hari ini keteguhannya untuk melangkah teruji. Besarnya gelombang praduga yang terlanjur membuat imagenya kurang baik, melekat kuat di mata Ni Luh Putu, tak menutup kemungkinan juga akan mempengaruhi sikap Meme. Informasi parsial kenyataannya mengerucut menjadi kotak-kotak yang kian bias. Menutup semua binar yang harusnya terang terpasung awan wasangka yang makin mendebarkan jiwa.
Termenung mengutuk diri dengan menyesali apa yang menimpa bertubi-tubi membuatnya buncah, kepercayaan diri seperti berselempang dengan hati yang mulai meragu. Entah akan melanjutkan niatnya atau Alice akan mundur saja. Kali ini dia merasa begitu kecut. Hampa yang bercampur dengan kesedihan.
Angin menyapu jilbabnya dan dia menepisnya. Dengan tangan yang dilipat di depan dada, buliran bening membasah, seiring merunduknya wajah. Alice yang begitu tegar, kali ini terisak. Sambil terus menunduk dengan menyeka wajah memakai ujung jilbabnya, tiba-tiba tak disadari sama sekali, dari depan seketika gelombang pasang datang menghantam. Dalam kondisi tidak siap dan penuh ketakutan, dia berupaya mengelak dengan memalingkan wajahnya ke belakang. Terjengkang mengikuti kuatnya ombak, menjadikannya tersapu kuyup.
Tak tahu kapan datangnya, sempat dilihatnya Bli Made ikut berteriak keras berupaya menyambar badannya yang terhempas, satu tangannya sempat tertahan namun bagian kepalanya lebih dulu menyentuh batu, tak sampai membuatnya jatuh bebas namun ada bagian yang mengalami benturan. Kali ini tidak hanya luka psikis, tapi juga luka fisik. Alice menjerit kesakitan yang seketika itu juga membangunkan tidurnya.
“Oh, My God. I had a terrible dream,” (Ya Tuhan saya ternyata mimpi sangat buruk). Dengan penuh keringat Alice duduk mendadak. “What hunch will be,” (Akan menjadi pertanda apa?).
Keruwetannya ternyata diam-diam mengendap dalam alam bawah sadar. Sempat hening sejenak membuatnya berpikir untuk menceritakannya ke Bli Made, baru saja membuka android, keterkejutannya menjadi-jadi, ada dua belas kali panggilan tak terjawab dari Bli Made. Sontak scroll androidnya didorong ke kanan untuk melihat pesan whatsapp, benar saja ada pesan masuk yang juga dikirim oleh Bli Made, “There are important things what you will convey, Bli?” (Ada hal penting apakah yang akan kau sampaikan, Bli?}
Bersambung...
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen cerpennya, Pak. Salam literasi
Mksh pak..salam
Ternyata cuma mimpi. Keren.
Duh ternyata hanya mimpi tak pikir beneran Alice terbawa ombak
Hehehe...ya mbak mimpi aja
Cerita keren
Terima kasih pak