Radinopianto

Alam ini seolah miniatur kehidupan masa depan, yang tak cukup dengan diam atau duduk santai sambil menyeruput kopi, Hidup ini bukan mimpi. Takkan sampai jika ta...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pelangi Sunyi di Nusa Penida (Episode 40. Tertawan Sunyi)

Pelangi Sunyi di Nusa Penida (Episode 40. Tertawan Sunyi)

Sore beranjak naik, senja merangkak tertatih. Gelap mulai menutupi pandangan ketika mentari beringsut mundur. Nusa Penida begitu dingin, mungkin sebentar lagi akan hujan.

Dengan mengambil sikap bersimpuh sempurna (Bajra Asana), Meme mempertemukan kedua ibu jarinya. Tangan kanannya mengepal sementara kepalan tersebut ditutupi telapak tangan kiri lalu membentuk sebuah segitiga. Terlihat begitu khusuknya beliau merapal mantra.

Bli Made masih duduk tidak jauh dari Meme yang sedang beribadah. Setelah memasang bija (biji beras utuh) pada dahi, tenggorokan dan di langit-langit mulut, maka mantra parama santi, “Om santi santi santi om,” menjadi penutup persembahyangannya. Perlahan Meme berdiri dan melangkahkah kaki meninggalkan tempat ibadah.

“Meme, ada sesuatu hal penting yang perlu Meme ketahui,” Bli Made mendekat lalu menggandeng tangan Ibunya, berjalan pelan menuju rumah kemudian keduanya duduk di ruang tengah. Meme manut, sambil bertanya,”Hasil obrolanmu tadi?”

Bli Madu mengangguk, ditatapnya Meme. “Alice diminta untuk pulang dan membicarakan dengan Pamannya,” Meme mengerjap. “Bagaimana menurut Meme?” lanjut Bli Made

Meme tak menanggapinya. Sikapnya yang selalu penuh kehati-hatian dan dengan wibawanya yang tidak grasak grusuk hanya terkesan menjadi pendengar. “Apakah saya lebih baik ikut atau menunggu saja?”

“Me....” Bli Made menggoyangkan tangan Meme tak sabaran. “Meme pikir jika kamu ikut akan membuat mereka tidak leluasa untuk membahasnya,”

“Lalu.....kemungkinan terburuknya, Me?”

Meme berdiri, Bli Made juga berdiri. Ditepuknya lengan anaknya. “Kamu harus yakin, jika ini jalanmu maka akan ada sesuatu yang akan memudahkannya, jika tidak maka mungkin Tuhan belum menganggapya sebagai takdirmu,”

“Sudah jangan banyak pikiran, salat sana,” Meme berlalu ke kamar.

*****

Langit-langit kamar menjadi area ternyaman yang menghibur Bli Made. Terkadang dia seperti diari yang menjadi tumpahan kekesalan, berwujud menjadi cermin yang akan berlama-lama menatapnya. Menata begitu banyaknya tantangan yang harus dihadapi, menjadi saksi atas begitu banyaknya kebohongan yang telah dilakukan di hadapan Meme demi untuk menyenangkannya.

Duduk tegak dengan emosi tak menentu menyeret bayangan pikirannya pada diskusi dengan Meme beberapa waktu yang lalu, pagi hari setelah ibadah Trisandya di Merajan, pura keluarga yang menjadi tempat paling mudah mencari Meme ketika pagi, siang dan sore.

“Napi pakayunan ragane yening sampun merabian?” (Apa rencanamu setelah menikah?) tanya Meme waktu itu. “Kari meneng ring Bali napi wenten pikeneh sane lianan?” (Tetap tinggal di Pulau Bali kah atau ada rencana lain?)

“Titiyang jagi meneng driki, ngelestariyang pekaryan saking Meme dan Aji,” (Saya akan tetap berada di sini melanjutkan usaha yang sudah dirintis oleh Meme dan Almarhum Aji).

Bli Made tersenyum sendiri, hayalannya mendadak buyar dengan masuknya pesan yang dikirimkan Alice.

“Assalamualaik, Bli. I still have to go to home. Hopefully this will be a way to make our plans easier,” (Assalamualaik, Bli. Saya tetap akan pulang. Semoga ini akan menjadi jalan untuk memudahkan rencana kita).

Lama ditatap gawainya. Tak terlihat jemarinya bergerak untuk menjawabnya. Bli Made tentu bingung mau mengatakan apa, dua sisi pikirannya termasuk yang diingatnya saran Meme tadi sore tidak ada satu pun yang berterima untuknya. Penolakan hatinya yang tidak serta merta, namun apa mau dikata, Bli Made harus sadar dengan keadaannya.

“Bli, Are U there?,” (Bli, apakah kamu di sana?) susul Alice.

“Waalaikumsalam. Ukhti. Convey my regards to be family there, I will be waiting even though I dont know for how long,”

(Waalaikumsalam, Ukhti. Sampaikan salam saya untuk keluarga di sana, saya akan menunggu meski tidak tahu akan berapa lama)

“Dumogi keluargi mekesami ngicenin kerahayuan,” (Semoga keluarganya di sana memberikan restu) gumam Bli Made yang menghantarkannya pada alam bawah sadar, terlelap dengan berkecamuknya rasa yang meledak-ledak, membawa sepi yang menawan malamnya.

Bersambung....

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerita yang menarik selalu ditunggu kelanjutannya. Salam literasi Pak.

08 Jun
Balas

Siap bu...terima kasih

09 Jun

Lanjut bang semoga Alice akan baik baik saja dan mendapat restu dari keluarganya

08 Jun
Balas

Ya mbak..semoga

09 Jun

Keren pak..semakin menarik.. Lanjut..

08 Jun
Balas

Mksh bu

09 Jun



search

New Post