Pelangi Sunyi di Nusa Penida (Episode 38. Terbersit Sebaris Kecemasan)
Dari pagi Bli Made membantu Meme di toko. Akhir pekan menjadi hari tersibuk. Bisnis kuliner yang dijalankan perlahan menunjukkan geliat, indikasinya terbukti dengan mulai naiknya jumlah pengunjung yang bertandang di pulau cantik ini. Meme menjadi sebagian kecil yang turut merasakan imbasnya. Sekadar melepas lapar dengan makan siang di usaha kulinernya atau juga sambil membeli pernak-pernik buah tangan yang biasanya akan dilayani oleh Bli Made.
Zuhur baru saja berkumandang. Menjadi alarm berdesing telinga yang mengalun dalam panggilan sejenak untuk menghentikan aktivitas. Setelah memberesi toko, Bli Made menyembulkan kepala. Dari balik tirai melongok ke bilik Meme yang bersebelahan dengannya.
“Usan Muspa salat, titiyang pacang nyarengin Alice, Meme. Wenten piteket akidik sane tunasang titiyang,” ( Sehabis salat saya akan menemui Alice Meme, ada pesan yang dikirimnya untukku), ucap Bli Made sambil mengangkat gawainya.
“Inggih, durusang lanturang manten, sawai sawai metingkah sane becik,” (Iya, silahkan dilanjut saja, selalu jaga sikap), jawab Meme singkat sambil membawa piring-piring kotor ke belakang, seiring itu juga membawa langkah Bli Made berlalu menuju kamar.
Menenggelamkannya dalam sujud lalu menurunkan kepala serendah mungkin, sebagai wujud penghambaan. Sesi ketika jarak itu terasa begitu dekat.
*****
Peci Bli Made masih basah terkena sisa air wudhu. Setelah ngaso sejenak di ruang tengah, dia menyeret langkah ke tempat kost Alice. Kasihan juga Meme jika berlama-lama di rumah, hanya dibantu oleh satu karyawan tentu akan repot jika lagi ramai.
Perempuan berjilbab duduk sendiri di kursi depan, suaranya terdengar rapat tak berjeda, sedang bercakap-cakap. Tak mau mengusiknya, Bli Made yang menghentikan langkahnya.
Dari seberang telepon, “You know what you’re thinking?” (Kamu sadar dengan apa yang kamu pikirkan),
“I think this is my choice,” (saya pikir ini adalah pilihanku) terdengar Alice menjawab.
Tak seperti lazimnya, muka Alice tertumbuk pandangan sangat tegang. Dengan kening ditekuk kaku, obrolannya juga nampak serius, tangan kirinya memegang handphone dan menempelkan ke daun telinga sementara tangan kanan dengan jemari yang berputar bergerak-gerak ke sana kemari menjelaskan. Tak tahu siapa yang menjadi lawan bicaranya namun ekspresinya turun naik, sesekali meninggi namun tidak jarang seperti terlibat perdebatan pelik.
“With that kind of background life, you consider a choic, Alice?” (Dengan latar belakang kehidupan yang seperti itu, kau anggap sebagai pilihan, Alice?).
“What do U mean? Work? Wealth and pleasures of life, come on! (Apa yang kau maksudkan, pekerjaannya? Kekayaan dan Kesenangan hidup?), sambil memutar badan Alice berdiri menjawab, Bli Made yang dari tadi tak disadari kehadirannya membuat Alice terkejut.
Alice mengangkat tangannya ke arah Bli Made sambil menunjukkan satu jemarinya ke arah telepon. Bli Made mengangguk, sedikit bergeser menjauh Alice berujar “Ok.... we will continue. I still have work to finish.” (Oke, nanti kita lanjutkan kembali. Saya ada pekerjaan yang harus diselesaikan). Menutup teleponnya lalu mempersilahkan Bli Made duduk, caranya mengalihkan perhatian terlihat begitu kentara.
“Alice, why did you tell me, to come u?” (Mengapa kamu menyuruhku ke sini). “What the problem is?” (Ada masalah apa?”.
“I made a call earlier with my uncle.” (Tadi saya membuat panggilan dengan paman saya), pelan Alice mengucapkannya. “The phone U just picked up?” ( Telepon yang baru saja kau angkat?) tanya Bli Made.
“Why look so tense,” (Mengapa terlihat begitu tegang), lanjut Bli Made
Alice meletakkan handphonenya di atas meja, sedikit menarik nafas mengatur untuk sedikit menurunkan campur baurnya perasaan. Terlihat sekali mimiknya merasa tidak enak, seperti tertangkap tangan dengan pembicaraan terakhirnya. Walau tidak tahu detail, ketakutannya Bli Made dapat menangkap apa yang menjadi topik obrolan menghantuinya.
“Eh...ah, Uncle asked me to meet him,” (Paman memintaku untuk bertemu dengannya}, agak gugup Alice menjawab.
“That means U are going back to your country?” (itu artinya kamu akan pulang ke negaramu?).
Alice menunduk lalu mengangguk, Bli Made menatapnya dengan pandangan kosong. Diam-diam hatinya berdesir, sebaris kecemasan mengusik hatinya.
Bersambung
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Selalu keren, satu cerita 3 bahasa.
Terima kasih apresiasinya bu