Senja Menua di Rawajitu (Episode 13. Tebar Benur)
Setelah dini hari tadi terbangun tiba-tiba, nyaris mataku tak bisa kupejamkan lagi. Cukup tegang juga menunggu detik-detik memulai tahap baru dalam musim ini.
Kuhabiskan waktu hingga Subuh usai hanya dengan melahap bacaan dari buku yang sengaja kubeli sebagai bahan referensi dalam usaha udangku.
Melihat kondisi Emak dari hari kehari, progresnya jauh lebih baik dari beberapa hari sebelumnya. Kesehatan Emak sudah mulai pulih.
Sehabis salat subuh tadi terdengar dapur bergeliat, ventilasi dapur menebar aroma nasi goreng buatannya yang begitu wangi. Aku menelan ludah menikmati sedapnya bebauan yang menyeruak kemana-mana.
Dari kamar, sambil membereskan sprei tempat tidurku, aku hanya geleng-geleng kepala. Begitulah Emak, jika terasa sudah mulai sehat, tak ada cerita dalam kamus hidupnya untuk bersantai, apa saja yang terlihat matanya pasti dikerjakan.
Cuaca pagi sejuk. Kopi hangat mengepulkan asap harumnya. Sambil jalan menuju tambak melalui dapur, aku sempat menyeruput. Rasa segar di tenggorokan seketika membuat pikiranku terasa lapang.
Emak ternyata sudah cukup lama di luar berkeliling seputaran mess dan tambak. Sengaja aku tak melarang. Aku berdiri menggerak-gerakkan tangan sambil memperhatikan apa yang dilakukannya.
Emak mungkin jenuh juga setelah seminggu hanya berdiam diri di rumah. Mukanya sudah mulai memerah namun belum terlihat bugar seperti biasanya.
Emak berjalan mendekat, “Siang ini aku akan mulai tebar, Mak.” Ujarku memberitahukan, mengajak Emak ngobrol.
Emak merapat di sampingku berdiri. “Berapa banyak le, tebar hari ini untuk dua tambak?”
“Sama seperti musim kemarin, Mak.”
“Udang CLC ya, Le,” tanyanya. “Iya, Mak.”
Emak diam. Buru-buru aku menjauh. Aku tak berani menjawab lebih, khawatir akan salah ngomong dan itu tentu akan merisaukannya. Yang kutakutkan, Emak akan trauma dan tentu akan mempengaruhi kesehatannya.
*****
Siang hari, eksekusi dimulai. Setelah tiga hari berlalu mencampur cupri, tambak terlihat sudah mulai siap. Kantong benur udang yang sudah berendam di dalam tambak satu persatu mulai kusiapkan untuk ditebar.
Berbunga rasanya melihat benih udang itu mulai melepaskan diri dari sempitnya kantong plastik menuju dunianya yang luas di alam bebas tambakku.
Sebelum benur lepas bebas dan berenang masuk ke dasar tambak, tentu tahapan pentingnya adalah terlebih dahulu dilakukan proses aklimatisasi terhadap suhu tambak.
Mengapungkan kantong-kantong plastik yang berisi benur lalu menyiramnya dengan perlahan-lahan.
Kantong plastik kemudian dibuka dan sedikit demi sedikit air tambak masuk, hampir sekitar lima belas menit proses aklimatisasi terhadap salinitas ini kulakukan. Dengan mengambil posisi sedikit miring benur bergerak-gerak keluar dengan sendirinya.
Aku mulai menggoreskan tentang waktu tebar di catatan harianku.
Setidaknya, kegagalan pada periode yang lalu membuatku sangat berhati-hati. Di tengah keterbatasan kondisi bukan hanya terkait ekonomi secara luas yang mengkhawatirkan, namun serangan penyakit di tambak menjadi issue sederhana yang harus diwaspadai.
Alam telah mengungkap banyak peristiwa, dan siapa pun petambak pasti akan merasakan suasana yang sungguh mendebarkan jiwa ini, munculnya gejala penyakit yang belakangan hampir membuat blok kami babak belur pada tiga bulan terakhir menjadi sesuatu yang cukup krusial.
Tak ada estimasi apa pun sebetulnya, harapan tidak juga muluk-muluk hanya berharap udang yang ditebar tidak terserang kematian dini.
Berdegup kencang rasanya jantung ketika tiba-tiba nampak kondisi badan udang pucat, nafsu makannya berkurang dan yang paling hancur berkeping-keping rasa hati ketika kemudian udang akan melayang-layang di bagian pinggir kolam, dan tidak lama kemudian mengambang dengan tubuh berwarna merah.
Lebih sadis lagi jika kematian udang terjadi di usia 20 hari ke bawah, secara kasat mata udang tidak mengambang, namun begitu tangan masuk ke bawah, udang mati menumpuk di dasar kolam.
“Rabb, di rumah cinta kami, harapan ini begitu deras dilangitkan. Mengetuk rahmat dan kasih dari semua keputusanMu, berulang terjatuh tak membuat kami merasa bosan.
Membaca beribu penyertaanMU dalam penyelenggaraan hidup dengan dinamika yang hadir di tiap lika-liku yang mendebarkan jiwa.
Semesta tentu akan berpihak terhadap cinta yang tak akan melalaikan dari gemerlap. Tak ada yang mampu mengubah yang telah tertoreh, melainkan Engkau. Berikan kesempatan Emak mengukir senyuman dengan segala cintanya.”
Bersambung…..
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Smg emsk pulih
Aamiin
Semoga senyum emak akan selalu menghiasi bibirnya lanjuuuut baang
Lanjut
Semoga emak pulih, dan tambak berhasil kali ini. Lanjut!
Lanjut, terima kasih hadirnya pak
Sama-sama
Semoga emak pulih, dan tambak berhasil kali ini. Lanjut!