Senja Menua di Rawajitu (Episode 17. Pengapuran Tambak)
Menyadari tubuh telah basah kuyup dan khawatir akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan aku pun undur diri. Tak lama dari masjid azan terdengar hingga tambak. Tersaput wudhu yang membasahi wajah, seketika membungkam dingin yang menusuk tulang berganti segarnya air.
Membersihkan tubuh lalu menghabiskan waktu di kamar hingga berpagi hari, beristighfar menyambut apa yang akan kulakukan dengan Bismillah.
Mengembara pada garis takdir hingga hari ini kujumpai begitu banyak pencapaian walaupun bertaburkan dengan dinamika hati yang sering kali turun naik adrenalin dibuatnya.
Aku berdiri pada fase yang benar-benar membuatku harap-harap cemas, terlukis sapuhan kuas pada keinginan yang begitu menggunung, menyesak memenuhi ruang kepalaku. Hampir-hampir aku sering kali dibuat tak berdaya.
Sebagaimana keinginanku pagi ini. Mengenyahkan segala bentuk praduga yang belum tentu terjadi, namun berpeluang besar untuk melenakan.
Berharap optimisme yang terus-menerus kubangun ini akan membawa kisah penuh harap dan menemukan bentuknya di kemudian hari.
Tak biasa, hingga Subuh hari hujan tumpah meluber. Sepanjang malam membasah, makin menggetarkanku sehingga dengan sangat panik, aku masih tidak tenang dibuatnya.
Kuraba lengan yang masih terasa dingin bekas rembesan air hujan dini hari tadi, cepat-cepat kulumuri dengan minyak angin untuk sekadar menghangatkan diri.
Bau pedas menyengat hidung, tanganku sedikit berlepotan. Kutaksir, sepertinya akan terjadi perubahan musim yang cukup ekstrim.
Emak sudah terlihat sibuk di dapur. Aku masih di kamar menghabiskan Al-matsurat dengan berulang-ulang.
Dalam kondisi seperti ini melangit dalam harap akan berwujud realita dengan penyertaan-Nya dan segala bentuk ikhtiar akan kukerahkan sepenuhnya hingga berdarah-darah.
Sedikit menggermang bulu kuduk mengingat kejadian pada musim lalu, namun rasanya semua anjuran dalam teknis budidaya ini telah kuimplementasikan dengan penuh kesungguhan.
Tempaan yang terasa terus bergulir, bibir bertasbih di atas kesabaran yang selalu dengan sepenuh hati memenuhinya dengan kebaikan yang menggiring terus memfungsikan akal sehat. Secara sadar tetap yakin dan percaya dengan menguatkan diri untuk tak pernah berhenti berharap.
Pelan-pelan hujan mereda, kopi hangat Emak kuseruput. Membawa udara terasa begitu lega. Emak mendekat dengan membawa dua piring nasi goreng teri yang selalu disiapkannya setiap pagi.
Menikmatinya bersama, tersungging senyumnya. Dengan jilbab panjangnya menggelosor menyentuh duduk di sebelahku.
Dari jendela kamar, cakrawala mulai terlihat putih menjadi penanda bahwa mentari telah menghardik embun pagi yang begitu pongah tak mau beringsut, di sela dedaunan kering yang terlihat menyerpih diterbangkan angin menutupi jalan menuju tambak.
Di pusaran estafeta kisah ini, aku mencoba berpasrah.
*****
Pagi merekah, persis pukul tujuh pagi langit mulai cerah. Aku telah siap untuk kembali ke tambak, memanggul kapur pertanian di bahu kanan lalu di kiri tangan menenteng ember kecil berisi centong plastik untuk memudahkanku mengaduk dan menaburnya ke dasar tambak.
Kincir air terus kuhidupkan. Tentu saja menjadi komponen urgen dalam meningkatkan kualitas air sebagai bagian sumber oksigen terlarut.
Fungsinya menimbulkan pergerakan air, dengan semburan dan percikannya yang kuat akan menciptakan gelembung udara lalu membentuk sistem aerasi secara mekanis. Konsentrasi oksigen terlarut dalam air akan meningkat dan membantu mengurangi karbondioksida yang berlebih.
Perlahan kaki kuturunkan masuk ke tambak, seketika tubuhku langsung berbaur dengan bau khasnya. Berjalan-jalan menjejaki di sekeliling lalu turun naik tanganku masuk ke dasar untuk memastikan keadaan.
Dasar kolam yang menjadi bagian hunian udang terasa sangat dingin. Sisa-sisa pakan, hingga kotoran udang, dan residu perlakuan yang diberikan banyak mengendap di bagian bawah, kondisi ini pastinya akan diikuti dengan pertumbuhan bakteri pengurai yang juga memiliki kebutuhan oksigen.
Air terlihat masih hijau cerah. Warna menjadi indikator kondisi air yang paling cepat untuk bisa diamati. Imunitas udang tentu akan terjaga, seketika terasa turun nyawaku melihat tak terjadi perubahan yang mencolok. Naik ke tanggul lalu berkeliling menaburkan kapur.
Bersambung….
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Seru kisahnya
Terima kasih bu
Pendeskripsian tentang kondisi tambak sangat jelas, pembaca jadi bisa membayangkan seperti apa kondisi tambak nya keren bang.
Terima kasih mbak
Semoga baik-baik saja udangnya Pak ...mantap ...diksi dan kalimat yg teruntai bagus ...membuat nyaman dibaca ,dipahami ...sukses Pak ...baarokallah.
Terima kaaih bu apresiasinya..aamiin
Mantap
Terima kasih pak