Senja Menua di Rawajitu (Episode 22. Membersihkan Dasar Tambak)
Tiga hari berlalu kulalui dengan penuh kekakuan, selalu saja diri ini berupaya menghindari Emak untuk terlibat obrolan renyah. Percakapanku dengannya nyaris tidak berkembang dan setiap kata akan berbalas sambut dengan jawaban yang sepatah kata juga.
Sebisa mungkin, aku akan mencari kesibukan jika beliau mulai menjurus pada cerita seputaran Pondok. Sekarang keadaan justru berbalik menukik, tadinya aku yang berupaya keras supaya Emak membolehkan, namun kemudian aku juga yang akhirnya perlahan balik badan untuk mundur teratur.
Runyam dibuatnya. Level perbincangan belum berganti topik. Keenggananku menggubris persoalan terkait Pak Yai dan berulang mengulik kapan berencana memenuhi undangannya membuatku insecure.
Tak tahu mengapa, belakangan semenjak rutin membersihkan tambak, aku makin tidak tega. Sejalan dengan umur udang yang bobotnya semakin membesar maka konsekuensi logisnya waktu memberikan pakan sudah harus sampai malam.
Katakanlah siang bukanlah waktu yang perlu dikhawatirkan. Anggaplah tak akan menemui kendala, namun apa jadinya jika pada saat tengah malam hujan deras turun tanpa kompromi atau angin bertiup sangat kencang ketika Emak harus menabur makanan udang. "Aku saja yang masih muda acap kali kewalahan dibuatnya, bagaimana dengan Emak," batinku.
Setiap apa yang diperbuat Emak membuatku cenderung sensitif. Bunyi langkah kaki membuatku menoleh. Dari kejauhan saat membersihkan lumpur yang merupakan akumulasi kotoran hasil metabolisme udang, endapan pakan terlarut yang mungkin saja tidak termakan atau plankton yang mengalami kematian massal di dasar tambak, kulihat Emak datang mendekat.
"Kenapa dibuka, Le?" begitu dekat sambil berdiri di luar tanggul, Emak langsung melancarkan pertanyaannya ketika melihatku melepas sock paralon saluran pembuangan.
“Membersihkan bagian dasarnya, Mak. Sudah penuh di bagian bawah sini,” jawabku sambil tetap berendam di dalam air.
Melirik ke arahnya, lalu tercenung di samping Emak membawaku jauh melimbang. Akhirnya terangkat rasa bahwa semuanya akan berakibat menyusahkannya. Bagaimana bisa aku sampai hati melepaskan pekerjaan berat ini untuk diembannya. Akan menjadi tak bermakna apa-apa impianku jika akan berakhir dengan asa yang tak sesuai.
Keberlimpahan beban bahan organik buangan berupa endapan yang menjadi dominasi bakteri pengurai akan menyebabkan tingginya amoniak, dalam kondisi melebihi ambang batas dan tak terkontrol akan membentuk senyawa berbahaya yang merugikan kesehatan udang.
Permasalahan serius ini akan sangat sulit jika dilakukan olek Emak. Tak berlebihan rasanya jika aku menahan sabar, menunda rindu yang terkesan tak berakhir temu. Emak adalah prioritas utamaku tanpa bantahan.
“Upss…” teriakku. Gelembung air membentuk pusaran yang berputar dengan buih-buih di hadapanku.
“Kenapa, Le?” tanya Emak kaget mendengarku melenguh. Aku mengangkat tangan sambil sedikit tersenyum. “Ini agak licin, menyambung sock reducer ke selang spiral.”
Emak mengangguk. “Masih lama?” lanjutnya.
“Satu jam lagi, Mak.”
“Kalau sudah beres segera naik. Lama berkubang di dalam air dingin.” Emak mengingatkanku. “Emak, mau masak.” Tukasnya menyudahi.
“Iya, Mak. Sekalian titip ember pakan ya, letakkan di gudang saja.”
Matanya menyapu ke ujung jemariku yang menunjukkan keberadaannya. Nampak Emak menentengnya lalu masuk ke rumah.
******
Kusadari senja itu dalam paraunya semilir angin yang berhembus, betapa mengertinya Emak terhadap apa yang kumau, sebanyak caramu menghapus sedihku dan itu tak tergantikan. Aku merasa malu sendiri.
Menatap senar penghalau burung di atas tambak yang bergerak-gerak di permainkan deru sang bayu, menciptakan irama tersendiri.
Bersambung……
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mengelola tambak udang memang harus totalitas dalam mengerjakannya salah sedikit saja akan membuat gagal panen dan dampaknya akan rugi puluhan juta.
Iya betul mbak
Keren Pak ...untaian diksi dan kalimat mnjdikan cerita enak dinikmati... Smg emak gak memaksa ya Pak ...utk sgr ke pesantren ...Sukses selalu Pak ...baarokallah .
Lanjuuuut!
Siap