Radinopianto

Alam ini seolah miniatur kehidupan masa depan, yang tak cukup dengan diam atau duduk santai sambil menyeruput kopi, Hidup ini bukan mimpi. Takkan sampai jika ta...

Selengkapnya
Navigasi Web
Senja Menua di Rawajitu (Episode 30. Cerita Pak Yai Bagian 2)

Senja Menua di Rawajitu (Episode 30. Cerita Pak Yai Bagian 2)

“Kamu masih ingat ketika Ayahmu datang waktu itu?” tanya Pak Yai melirikku.

Aku menggangguk pelan. Hatiku berseteru sengit dengan terus mengutuknya. Tiap terbersit bayangan sosok yang baru saja diulas, sekonyong-konyong yang menyelimuti pikiran hanyalah kesumat yang meroyak dan aku tak ingin mengingatnya.

Mengulang kisah, terasa sangat tak berguna kehadirannya, pada hari-hari yang harusnya memberikan andil dalam kehidupan yang telah terlampaui.

“Semenjak itu Ayahmu selalu datang meski hanya melihatmu dari kejauhan,” ujar Pak Yai dengan terus memandangiku.

“Untuk apa dia datang, sementara tak pernah tahu apa yang kami rasakan, tak pernah mengerti bagaimana keluh-kesah Emak.”

Pak Yai menggeser duduknya ke depan, berseberangan dengan Bu Yai lalu merapat sangat dekat denganku. Tangannya memegang bahuku, menempelkannya dengan bahunya dalam dekapan kuat. Saat aku merasa lebih dekat dengan figur Pak Yai dengan segala bentuk perhatiannya yang sungguh banyak memberikan warna.

“Bahkan terhadap yang tidak mengakuiNya sebagai Tuhan pun, Dia tetap memberikan kasih sayangnya. Bagaimana mungkin desah nafas kita berbau busuk dengan yang bernama dendam, sementara Tuhan saja begitu pemaafnya.”

Tanganku bergetar, bajuku basah mengalir deras dengan keringat dingin mendengarnya.

“Pak Yai, untuk semuanya, haruskah aku berhitung dengan sangat ketat, apa yang telah dia lakukan hingga aku merasa perlu untuk menghadirkannya kembali, ketika kemudian Emak sudah merasa bahagia dengan kehidupannya sekarang?”

Pak Yai memandang Bu Yai, dari tangannya berpindah sebuah bungkusan yang tertutup rapat, lalu memberikannya kepadaku.

“Beberapa waktu yang lalu, seorang perempuan muda, lebih muda darimu usianya datang ke sini dan menitipkan ini untukmu.” Tangan Pak Yai terulur dan ragu aku menyentuh kotak itu.

“Siapa dia, Pak Yai?” terlihat mimik muka Pak Yai berubah, hembusan nafasnya seperti mencari kata yang pas untuk disampaikan. Aku menunduk dengan terus menggeser-geserkan jemariku di atas karpet.

Cukup lama Pak Yai terdiam. Bu Yai menganggukkan kepala memberikan kode untuknya menceritakan yang sebenarnya terjadi, selepas itu cerita pun mengalir. Setiap kata yang terucap tak satu juga yang menyenangkan membuat dadaku bergemuruh.

Dimulai dengan pernikahan Emak yang tak pernah didasari cinta, semua lebih berlatar karena keterpaksaan akibat pelecehan yang telah dilakukan Ayah ketika mabuk berat, hingga kemudian setelah ijab qabul tak juga menghentikan segala macam bentuk kebejatannya selama dia lajang.

Gerahamku gemeretak. Tercekat menelan ludah, tubuhku limbung lalu serta merta menyentakku memikirkan bagaimana menderitanya Emak. Putus sudah semua rasa.

“Aku anak haram, Pak Yai?” terasa tercabut nyawaku menyebutnya. Pak Yai menggeleng, “Ayahmu tidak sampai melakukan sejauh itu.”

“Lalu…..suatu ketika Ayah menikah lagi yang menyulut kemarahan Kakek dan mengusirnya. Semenjak itu tak ada lagi komunikasi yang terjalin dan Ayahmu menghilang entah kemana.”

Kemarahanku kali ini tak terbendung. “Cukup, Pak Yai. La uridu an atahadath anhu ba’dal ani (Aku tak ingin membahasnya lagi).

“Nak, Ayahmu telah berubah. Tempaan hidup yang keras seiring waktu menghantarkannya menemukan hidayah. Sepanjang itu Ayahmu menyesali semua perbuatannya dan yang paling penting beliau merasa berterima kasih dengan Emakmu yang telah menempatkan dirimu di tempat yang tepat, dan perlu kau tahu sesungguhnya semua kebutuhanmu di sini dulu, Ayahmu lah yang memenuhinya.”

Pak Yai menyudahi.

*****

Merebahkan badan yang lelah dengan pikiran kusut. Hatiku berkeping dan butuh waktu untuk mencerna jejak rekam ini.

Malam telah menyingkap rasa ingin tahuku. Sedikit demi sedikit melabang menuju dini hari dengan semua denyutnya dan setelah menggenapkan obrolan dengan Pak Yai sekejap pun mata ini tak bisa kupejamkan.

Patah sangat patah, marah teramat marah, benci sungguh benci. Semua penjuru telah mengepungku dengan sangat tega. Berkali meraup muka tetap tak menghilangkan wajah Ayah dari pelupuk mata.

Terpekur dibuatnya. Demi apa hingga tulisan nasibku berada dalam kondisi yang tak pernah kusangka. Suratan tangan ini membuatku merasa jijik, bahkan terhadap diri sendiri, ketika menatap cermin yang kuinginkan di depan bukanlah bayanganku.

“Rabb, bisa-bisanya Ayah melakukan itu.” Niat yang tadi coba kutumbuhkan untuk membuka hati sebelum tahu cerita yang sesungguhnya menciptakan rasa gamang.

Menjadi bagian dari masa lalu Emak yang cenderung remang dan pelik, kemudian sejalan waktu terseret hingga hari ini sangatlah memilukan. Tadinya aku mengira semuanya akan usai setelah Emak mengajakku menjauh, namun faktanya dunia memang tak selebar daun kelor.

Tiap bait berceloteh kidung sedih, menabur tentang luka, bernyanyi sunyi di tepian hari. Alunannya bertaburkan dinamika yang menciptakan nada-nada yang menguras air mata.

Sambil memegang bungkusan yang dikirimkan Ayah, lalu kuurungkan untuk membukanya. Tak ada takdir yang mengkhianati, namun aku tak mengerti mengapa dipilihkan jalan ini.

Bersambung….

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerpen keren hehehe ikutan admin ach hahaha

05 Sep
Balas

Hahaha

05 Sep

Ya Allah ...kuatkanlah hati Raihan ...aamiin. Ayo buka bungkusan itu Raihan ....apa ya isinya ....hmmm lanjut Pak ...sukses selalu ...baarokallah.

05 Sep
Balas

Siap lanjut

05 Sep

Apakah gerangan isi bungkusan itu? Lanjut!

05 Sep
Balas

Lanjut ya pak

05 Sep

keren. telat mengikuti pak

05 Sep
Balas

Tidak apa apa bu, baca mundur

05 Sep



search

New Post