Radinopianto

Alam ini seolah miniatur kehidupan masa depan, yang tak cukup dengan diam atau duduk santai sambil menyeruput kopi, Hidup ini bukan mimpi. Takkan sampai jika ta...

Selengkapnya
Navigasi Web
Senja Menua di Rawajitu (Episode 31. Hari Kedua di Pesantren)

Senja Menua di Rawajitu (Episode 31. Hari Kedua di Pesantren)

Sehabis subuh, tidak ada acara tidur lagi. Kegiatan di Pondok telah dimulai dan tanpa perlu permisi, waktu seolah diputar mundur menggelandangku untuk menginjak kembali kehidupan masa lalu. Tiap lembar mengukir kenangan di sini yang bertaburkan penuh muatan emosi.

Angin membuat gamis yang kupakai meliuk-liuk. Bernostalgia dengan asrama putra, berjalan berkeliling dari gedung utama hingga ke belakang pondok, lalu duduk santai melihat santri yang lalu-lalang dengan aktivitasnya, ke area masjid, pelantaran parkiran kemudian berputar kembali ke rumah Pak Yai. Tiap jalan yang kutiti hanya kusapa rindu.

Suatu hari, aku pernah bertanya dengan tuhan. Bagaimana bentuk kasih sayang yang adil itu? Semua tanyaku jatuh, seiring waktu kata-kata itu buram.

Rabb, senoktah kegelisahan itu terjawab dan aku tentu tak mungkin menutup mata menyambut kenyataan di pagi tersedih di kaki langit hari ini.

******

Di dalam kamar, untuk beberapa detik aku terdiam. Antara kecil hati dan bimbang, dengan tangan gemetaran kupastikan aku harus tahu isi bungkusan yang dikirimkan.

Ternyata begitu terbuka ada beberapa bingkai foto keluarga. Kuteliti gambar yang terpasang di tiap bingkai. Nampak seorang anak kecil yang digendong oleh perempuan muda dan berdiri di sampingnya laki-laki yang kukenali, Ayahku. Bingkai yang lain berisi foto anak perempuan yang juga dipangku oleh seorang wanita berbeda dengan foto yang pertama, namun lelaki yang mendampinginya tetaplah lelaki yang sama pada foto sebelumnya.

Aku mulai paham maksudnya. Entah dari mana masuknya dan apa yang merasukiku. Bingkai itu kulemparkan dengan sangat keras, lalu berserakan di lantai.

Mataku bakup dan aku makin yakin ada konsep hidup berbagi yang menjadi takdir dalam kehidupan Emak. Perempuan yang kemudian belakangan hadir di tengah kehidupannya telah melukai hatinya.

Hari-hari di mata Emak tak lebih lukisan kesedihan. Menyulut hari dengan gelap lalu menyungkurkan diri dalam ketidakpastian harapan. Bukan tentang egonya yang tak mau menghamba dengan berterima lalu bertekuk lutut pada kenyataan namun tentu prosesnya yang telah menjadikannya kecewa.

Berpendar sendiri dalam ruang yang sesak dan terasa hampa, nyaris tak menyisakan semangat, berkalang tanah pun mungkin lebih indah bagi Emak dari pada harus hidup dalam bayang-bayang pilu. Langitnya tak lagi biru dengan benak yang buncah nestapa

Rajutan hidup yang dipilihkan menebar duri dalam bingkai yang harus berakhir dengan membasahnya netra, menyisakan perih tak terkira. Kejam dan tentu menjadi cerita hidup yang sulit bagi Emak.

Ya Tuhan, begitu pintarnya Emak menutupi dariku sehingga ketika semua ini terpapar nyata sangat sulit untukku meretas cerita ini lalu dengan penuh kerelaan membuka jendela maaf. Rasa marahku kian memuncak karena aku tahu, hati Emak bukan untuk dipermainkan.

Tidak ada yang salah apa yang dilakukan Ayah, bahkan juga bukan untuk mempertentangkannya namun Emak dan juga aku belum siap. Butuh kesabaran yang berlipat-lipat untuk menjalaninya. Emak telah memilih mengalah.

Secarik surat terbuka, tulisan sambung yang aku yakin adalah goresan tangan Ayah sendiri terlepas dari pegangan tanganku.

******

Ada yang mengetuk pintu, ternyata Bu Yai. Di ruang tengah Pak Yai telah menungguku. Aku menyusulnya segera. Dari belakangnya terlihat seorang lelaki dewasa sedang bercakap-cakap dengan Pak Yai. Semakin mendekat langkah kaki dan lelaki yang kukenali itu telah duduk di sampingnya. Entah apa yang harus kuucapkan.

Bersambung….

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Waduh bikin kepo

06 Sep
Balas

Siap lanjut

06 Sep

Apakah laki laki yang bersama pak Yai itu ayahnya dan apakah isi surat itu, lagi lagi hanya penulisnya yang tahu hiks lanjoooot baaaaaaaang

06 Sep
Balas

Hahaha

06 Sep

Keren Pak ...penasaran bngit ...apa ya isi suratnya.... siapa yg duduk bersama Pak Yai ya ....hadeuhhh makin kepo ...lanjut Pak....

06 Sep
Balas

Siap lanjut

06 Sep

Apa isi surat , dan apa yang akan dibicarakan laki-laki itu? Next!

06 Sep
Balas

Lanjut

06 Sep



search

New Post