Radinopianto

Alam ini seolah miniatur kehidupan masa depan, yang tak cukup dengan diam atau duduk santai sambil menyeruput kopi, Hidup ini bukan mimpi. Takkan sampai jika ta...

Selengkapnya
Navigasi Web
Senja Menua di Rawajitu (Episode 8. Subuh)

Senja Menua di Rawajitu (Episode 8. Subuh)

Subuh hadir dengan keletihannya, temaram gelap dari lampu kecil di kamar Emak seperti meninabobokkanku untuk leyeh-leyeh dan aku belum beranjak dari tempat tidur.

Setelah nyamuk menyerangku habis-habis tadi malam di bale depan, mau tidak mau aku berpindah ke dalam.

Racun nyamuk kepingan yang kubakar asapnya seperti tak berpengaruh sedikit pun mengusir mereka, menjadi selebrasi kemenangan makhluk kecil ini.

Berterbangan mencari darah segarku yang tanpa ampun mengisap dengan jarum proboscisnya menembus kulit .

Sesekali tamparan tanganku tepat membidik tubuhnya, membuat telapak tanganku hitam bernoda darah. "Lama-lama mereka pesta-pora juga kalau terus dibiarkan."

Alhasil, tidur di samping Emak dan memeluknya adalah kebahagiaan tersendiri. Emak sempat terbangun dini hari tadi, namun kemudian erangan sakit di seputaran kepala membuatnya memijat-mijat bagian yang dikeluhkan, menjadikannya terlelap kembali.

Jendela belakang terdengar berderak didorong angin. Mau tidak mau memaksaku untuk bangkit, mengikatnya dengan tali rafia ke arah paku samping untuk menghentikan bunyi tak sedap di telinga akibat daun jendela yang bolak balik membuka dan menutup.

Sesaat rintik hujan merinai di antara azan Subuh yang meraung-raung. Dinginnya air yang sudah kuisi sore kemarin dari bak penampungan samping membasuh mukaku. Segar namun meninggalkan rasa dingin yang cukup menusuk tulang.

Suasana ini mengingatkanku pada hiruk pikuk dulu di Pondok, "Apa kabar ya Pak Yai?"

"Kapan aku bisa main ke sana lagi."

Taklim sebelum subuh, mendengarkan nasihat-nasihatnya yang begitu menguatkan, hingga menemani Bu Yai ke Pasar, sekedar belanja kebutuhan pondok, atau bahkan keakraban kami di sana yang seringkali membuatku meleleh.

Jika mengingat semua cita-cita dan harapan tentu aku lebih memilih atmosfir kehidupan di sana, namun demi mewujudkan apa yang tidak kumiliki maka meski begitu banyak yang harus kulepaskan, menjauh dari gemerlapnya asa namun jika suatu saat kembali rasanya belum terlambat.

Jika sudah begitu, mengenang ini semangatku biasanya akan menyala-nyala, aku akan kembali fokus dan mengembalikan niatku untuk bisa bangkit dari keterpurukan.

"Ah...aku kok jadi ingat yang beginian ya.....semangat, semangat." Kutepuk-tepuk dadaku dan aku terkekeh sendiri.

Berdiri menatap ke luar, pandangan tertumbuk pada kolam yang sudah mulai mengering, agak siang tentu aku akan melakukan persiapan-persiapan sebelum tebar benur kembali. Kapur pun akan segera ditebar nantinya.

*****

Aku kembali ke kamar Emak. Pikiranku ruwet. Berat rasanya memaksanya bangun, untuk sekedar tayamum dan memastikannya untuk salat.

Emak beberapa kali seperti tak merespon, dan aku semakin tidak tega. Kupandangi wajahnya, wajah ini menyimpan banyak sisi gelap yang menyembunyikan luka.

Sekelebat pikiran melintas dan itu Ayah?

Nafasku tiba-tiba sesak mengingat lelaki itu. Emosiku langsung memuncak dan rasa benciku menghangatkan kepala, yang membuatku geram sekali. "Lelaki macam apa itu?"

Bersambung....

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Membaca cerpen ini jadi ikut membayangkan suasana rumah yg sedang ditempati oleh tokoh yang ada di cerpen ini. Semoga emak lekas sembuh.

14 Aug
Balas

Aamiin

15 Aug

Semakin penasaran

14 Aug
Balas

Terima kasih bu, lanjut

15 Aug

Cerpen yang keren dan indah sekali. Lelaki macam apa itu? menunggu sambungan agar tak penasaran. sukses dan sehat selalu pak Radinopianto bersama keluarga tercinta.

14 Aug
Balas

Mksh pak

15 Aug



search

New Post