R.A ENDAN RATNAWATI

HJ.R.A ENDAN RATNAWATI, S.Pd, M.Si, mengajar di SMAN 1 Pasir Penyu Kecamatan Pasir Penyu, Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau. Mengajar mata pelajaran Matema...

Selengkapnya
Navigasi Web

CEMBURU,... .

CEMBURU,… .

Hari sudah menjelang sore, tapi entah mengapa udara masih terasa panas, terasa kering dan mendatangkan rasa gerah. Apa ini pertanda akan datang musim kemarau. Memang sudah hampir satu bulan hujan tak kunjung datang. Rumput-rumput di halaman sudah mulai menguning kekeringan. Tanaman di dalam pot juga kelihatan tak berseri.

Sebentar-sebentar Bu Dewi mengipas-ngipaskan tangannya, kearah tubuhnya yang kegerahan. Sesekali tangannya mengusap peluh yang menetes di keningnya. Matanya acapkali memandang kearah jam dinding yang bergantung di ruang tamu.

“Hari sudah sore, Aldo kok belum pulang sekolah ya? mulai ada kecemasan di hatinya. Biasanya Aldo pulang tak sampai sesore ini. Kalaupun dia pulang terlambat, pastilah dia akan menelpon terlebih dahulu. Ini kok tak terdengar suara dering telpon.” Sesekali Bu Dewi melihat kearah luar rumah kalau-kalau anak bungsunya itu sudah pulang.

Mungkin Aldo sedang belajar kelompok atau keenakan main basket. Kebiasaan Aldo kalau sudah main basket, olah raga kegemarannya itu, dia bisa lupa waktu, lupa makan. Bu Dewi mencoba menenangkan hatinya. Syukur kalau Aldo pulang dengan selamat tanpa membawa masalah. Bagaimana kalau dia terlibat hal-hal yang tak diinginkan?

“Ah,…tak usah mikir yang macam-macam” Bu Dewi mencoba tidak menduga-duga. Dia mencoba berfikir positif saja.

“Tapi, kok sepertinya ada sesuatu yang menimpa Aldo ya?. Ya Tuhan tolong lindungi anakku. Tolong selamatkan anakku” Bu Dewi berdoa dalam hati semoga anaknya baik-baik saja. Naluri seorang ibu barang kali.

Dari kejauhan terdengar suara raungan kendaraan Aldo. Suara knalpotnya yang khas, membuat semua orang yang mendengarnya merasa tak nyaman. Jarak 500m saja raungannya sudah terdengar. Berulang kali Bu Dewi mengingatkan anaknya agar memasang saringan knalpotnya, tapi Aldo selalu mencari-cari alasan supaya kendaraannya seperti itu. Berisik,…berisik sekali.

Greeng,…greeng,… greeng, terdengar suara gas kendaraan yang sengaja dimainkan Aldo. Bu Dewi bergegas menuju garasi rumahnya.

“Aldo, matikan kendaraanmu, berisik tau” terdengar suara Bu Dewi agak keras, mengimbangi suara knalpot kendaraan Aldo yang ribut.

“He,… dengar tak Mama bilang apa Aldo? Bu Dewi kembali mengingatkan Aldo. Tapi Aldo seperti tak perduli.

“Matikan kendaraan itu, berisik. Malu sama tetangga” Bu Dewi memcoba mengingatkan Aldo lagi. Tanpa bicara apa-apa Aldo mematikan mesin kendaraannya. Dia langsung bergegas masuk kedalam rumah. Bu Dewi hanya bengong, heran melihat anak kesayangannya yang nyelonong tanpa bersuara.

“Dari mana saja kamu nak? Tanya Bu Dewi hati-hati, sambil mengikuti Aldo menuju kamarnya. Pasti ada yang tak beres, hatinya bicara. Aldo tidak menjawab pertanyaan mamanya. Bu Dewi semakin curiga. Ada apa sebenarnya.

“Aldo, ada apa kamu nak? Kembali Bu Dewi bertanya.

“Ini ada surat panggilan dari sekolah” kata Aldo sambil mengeluarkan sebuah surat dari dalam kantong bajunya.

“Surat dari sekolah? Surat apa ini nak? Tanya Bu Dewi penuh tanda tanya. Dengan hati-hati Bu Dewi membuka sampul surat itu. Ada kegalauan di hati Bu Dewi. Ada apa ini fikirnya. Pasti Aldo sudah membuat masalah lagi.

Ternyata benar dugaan Bu Dewi. Itu surat panggilan dari pihak sekolah. Di dalam surat itu jelas tertulis bahwa pihak sekolah mengharapkan kehadirannya besok. Sekolah ingin membicarakan masalah Aldo anaknya.

Perlahan Bu Dewi memegang tangan anaknya. Dan mereka duduk bersebelahan di atas tempat tidur Aldo. Kelihatan Aldo tertunduk dan terdiam. Matanya tak sanggup memandang wajah Bu Dewi mamanya.

“Aldo, dengar Mama, apa yang sudah kamu lakukan, nak? Bu Dewi bicara dengan lemah lembut. Namun tak sepatah katapun yang keluar dari mulut Aldo.

“Kalau kamu tak cerita sama Mama, maka Mama tak akan datang kesekolah. Itu artinya, kamu juga tak diijinkan masuk sekolah. Bu Dewi mencoba memberi waktu kepada Aldo untuk memikirkan ucapannya tadi, terdengar Aldo menghela nafas panjang. Seperti ada beban berat yang dipikulnya.

“Aku tadi terlibat perkelahian, Ma” Aldo memulai ceritanya.

“Perkelahian? Bu Dewi terkejut mendengar ucapan Aldo.

“Kamu berkelahi dengan siapa? Bu Dewi keheranan. Aldo tak berani melanjutkan ceritanya. Dia masih tertunduk, seperti seorang terdakwa, yang baru mendengar vonis hukuman dari hakim. Dia tak berani memandang wajah ibunya.

“Siapa,..siapa,..dengan siapa kamu berkelahi? Suara Bu Dewi semakin meninggi, penuh dengan kekhawatiran. Tangan Bu Dewi dengan keras mengoyang-goyang tubuh anaknya. Berharap agar Aldo mau berterus terang.

“Dengan guru Ma? Jawab Aldo ketakutan.

“Apa? Berkelahi dengan guru? Bu Dewi terkejut. Bola matanya terbuka lebar. Ia hampir tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

“Kok bisa berkelahi dengan guru” Tanya Bu Dewi penuh selidik.

“Aku benci dengan Pak Dani , kayak dia yang paling ganteng. Semua anak-anak cewek suka dengan dia” Aldo mencoba memberanikan diri bercerita pada mamanya. Suaranya berapi-api, ada nada marah disana.

“Terus kok kamu yang sewot? Tanya Bu Dewi pula.

“Semua cewek-cewek pada menceritakan bapak tu” suara Aldo ketus. Kelihatan dia jengkel sekali.

“Terus kalau semua teman cewekmu senang dengan Pak Dani, kok kamu yang jadi marah? Bu Dewi mencoba mencari tahu .

“Kamu cemburu ya? Tanya Bu Dewi lagi. Aldo tidak menjawab. Kelihatan wajahnya penuh kemarahan.

“Sebel, aku melihat dia” Aldo menjawab dengan ekspresi kebencian.

“Gayanya sok kegantengan, sok ramah lagi” Aldo melanjutkan ceritanya.

“Terus kamu apakan Bapak itu? Bu Dewi semakin penasaran. Aldo tak berani melanjutkan ceritanya.

“Aldo, jawab pertanyaan Mama. Kamu apakan gurumu? Bu Dewi mencoba menahan emosinya. Tapi Aldo enggan menjawab pertanyaan mamanya. Dia langsung merebahkan dirinya sambil menutup telinganya dengan bantal. Bu Dewi hanya menghela nafas panjang, percuma saja kalau dilanjutkan.

Bu Dewi tak habis fikir, mengapa anak bungsunya ini begitu nekat berkelahi dengan gurunya. Dia fikir tadi berkelahi dengan temannya. Bagaiman malunya Bu Dewi melihat kelakuan anak kesayangannya itu. Apa yang akan dia katakana kepada kepala sekolah. Bagaiman rasa malu yang harus ditanggungnya kalau betemu dengan guru-guru di sekolah besok.

Dari tiga orang anak Bu Dewi, memang Aldo yang paling lain sendiri. Paling mudah marah, mudah tersinggung. Paling bandel, keras kepala, agak temperamental, beda dengan kedua kakaknya.

“Apa aku terlalu memanjakan Aldo, sehingga dia jadi begini?” Bu Dewi bergumam dalam hati. Dia sangat kecewa dengan apa yang sudah dilakukan Aldo. Bukan kali ini saja Aldo terlibat perkelahian, sudah berulang kali Bu Dewi harus ke sekolah akibat ulah Aldo.

Mata Bu Dewi menerawang jauh kemasa lalunya. Betapa terasa berat perjuangannya untuk membesarkan anak-anak. Pak Yudi, suami Bu Dewi harus kerja keras, bahkan terpaksa bekerja sambilan, demi untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Apa saja ia lakukan, demi tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga.

Tanpa disadari bulir-bulir bening mengalir dari sudut matanya. Dia sedih dan kecewa dengan tingkah Aldo yang tak kunjung berubah. Alasan apa lagi yang harus dia katakan kepada suaminya, demi agar Aldo tidak kena murka. Bu Dewi tak tega melihat Aldo di hajar oleh Papanya. Tapi ini sudah keterlaluan, sudah luar biasa. Tak mungkin dia akan merahasiakan kejadian ini. Lambat laun Pak Yudi pasti akan tahu juga.

“Assalamualaikum” terdengar suara Pak Yudi di pintu depan. Bu Dewi kembali merasa cemas dan gusar. Dia mencoba menenangkan diri, seolah tidak terjadi apa-apa.

“Waalaikumussalam” Bu Dewi menjawab salam Pak Yudi suaminya, sambil bergegas menyambut kedatangannya.

Seperti biasa Bu Dewi berusaha mencari waktu yang tepat untuk bercerita. Dibiarkannya Pak Yudi beristirahat terlebih dahulu. Seperti biasa, Pak Yudi duduk beristirahat sambil membaca Koran, ditemani secangkir air teh hangat

Hari semakin senja, rona jingga kemerahan sudah tampak di ujung langit. Suasana rumah menjadi lebih lengang, karena Aldo tidak berani keluar dari kamarnya. Bu Dewi juga tidak banyak bicara. Dia sibuk mereka-reka ucapan apa yang harus ia sampaikan kepada suaminya.

“Setelah sholat Magrib, baru aku cerita” Bu Dewi mencoba menimbang-nimbang waktu yang tepat untuk menceritakan kejadian yang dialami Aldo.

“Aldooo,... keluar kamu” terdengar suara Pak Yudi berteriak, setelah mendengar cerita Bu Dewi istrinya. Pak Yudi bergegas berjalan menuju kamar anaknya.

“Jdeeer,... jdeeer, terdengar suara tangan Pak Yudi menggedor-gedor pintu kamar Aldo.

“Keluar, kamu Aldo. Kalau tidak, pintu ini akan Papa dobrak” Pak Yudi semakin emosi.

“Jangan keras-keras Pa, malu sama tetangga” Bu Dewi mencoba meredakan amarah suaminya.

“Tambah besar, tambah kurang ajar kamu. Cepat keluar” suara Pak Yudi semakin keras. Bu Dewi tak berhasil menenangkan hati suaminya.

“Satu,...dua,...” Pak Yudi mulai hilang kesabaran. Perlahan terdengar suara pintu kamar di buka. Aldo berdiri tertunduk, ketakuatan.

“Paaak,...paaak” Tamparan keras mendarat di wajah Aldo. Pipi kiri dan kanan jadi tempat mendarat tamparan tangan Pak Yudi. Demikian kerasnya, sampai tubuh Aldo terdorong ke belakang. Tapi Aldo tegar menerima semua itu. Bukan kali ini saja pipinya jadi sasaran tangan kekar Papanya. Sudah sering, sering sekali. Aldo sudah terbiasa.

“Bikin malu saja, mau jadi apa kamu ,ha? Suara Pak Yudi bergetar menahan emosi.

“Kalau kamu tidak berubah, silakan kamu angkat kaki dari rumah. Silakan kamu urus hidupmu sendiri.” Pak Yudi menegaskan ucapannya.

‘Ini peringatan terakhir, jangan buat malu Papa.” Pak Yudi tidak pernah main-main dengan ucapannya. Dia tak ingin anaknya berbuat sesukanya, tanpa memperhatikan resiko yang dapat ditimbulkan. Aldo tidak berani menatap wajah papanya. Dia hanya menundukkan kepala.

“Besok, Papa yang akan kesekolahmu. Papa ingin tahu duduk persoalan yang sebenarnya” Pak Yudi serius dengan ucapannya.

Hari masih pagi, saat Pak Yudi dan Aldo sampai di sekolah. Keadaan sekolah masih sepi, baru beberapa orang saja siswa yang hadir. Pak Yudi sengaja datang lebih awal, agar dapat segera menyelesaikan masalah yang dihadapi Aldo. Aldo tidak mampu mengeluarkan kata-kata. Dia hanya berdiam diri saja. Menurut kemana saja Pak Yudi melangkah.

“Selamat pagi Pak” ucap Pak Yudi saat berada di ruang kepala sekolah. Di sana sudah menunggu Bu Wati wali kelas Aldo dan Pak Doni. Satu persatu mereka menjelaskan duduk persoalannya. Pak Yudi hanya berdiam diri. Semua yang dikatakan kepala sekolah dan BU Wati cocok dengan yang diucapkan istrinya.

Aldo hanya berdiam diri saja. Wajahnya masih kelihatan marah, jengkel dan sakit hati. Tapi dia tidak berani untuk bersuara.

“Ayo Aldo minta maaf pada Pak Doni” perintah Pak Yudi kepada Aldo.

“Maaf, Pak” suara Aldo hampir tak terdengar. Seakan dia tidak sepenuh hati untuk meminta maaf. Tapi demi menghindari kemarahan Papanya, perlahan Aldo mengulurkan tangannya.

Sebagai seorang guru, tentu Pak Dani bisa merasakan keterpaksaan Aldo untuk meminta maaf. Pak Dani tahu kalau Aldo tidak benar-benar ingin minta maaf. Tapi dia sadar, sebagai guru dia harus penuh maaf, harus berhati lapang.

“Saya harap kedepan kamu harus lebih hati-hati. Saya bisa lho melaporkan kamu ke polisi. Tapi saya masih memberi kesempatan kepada kamu” Pak Dani mencoba menasehati Aldo.

“Kalau boleh saya tahu, mengapa kamu begitu marah kepada saya? Coba beri tahu saya,” Aldo tidak menjawab. Sorot kemarahan masih terlihat dari wajahnya.

“Apa yang menyebabkan kamu sampai memukul saya? Sebenarnya saya juga bisa saja membalas memukul kamu. Mengapa kamu langsung lari?” Aldo tetap tak bersuara. Aldo duduk sambil meremas-remas jari tangannya.

“Sekarang kamu harus terus terang pada kami semua. Apa yang kamu lakukan sudah termasuk criminal. Habis memukul, kamu langsung kabur, itu pengecut namanya tau? Suara Pak Yudi terdengar berat. Nampak sekali dia merasa kesal dengan apa yang sudah dilakukan Aldo.

“Suasana ruang kepala sekolah mendadak jadi hening sejenak. Semua tak bersuara, seolah memberi waktu dan kesempatan kepada Aldo untuk bicara. Sedikit ada keraguan diwajahnya. Kalau sampai dia dikeluarkan dari sekolah, kemana dia harus sekolah lagi? Sekolah tempatnya belajar sekarang hanya satu-satunya tak ada sekolah lain. Kalaupun pindah ke sekolah yang ada diluar daerah, disamping jaraknya jauh, mana mungkin orang tuanya mampu membiayainya.

“Maafkan saya Pak. Saya tak suka bapak dekat-dekat dengan cewek-cewek.” Akhirnya Aldo buka suara. Pak Dani, Bu Wati dan yang lain tidak memberi tanggapan. Semua seolah kompak sama-sama ingin mendengarkan penjelasan Aldo.

“Terutama dekat dengan Rosa” Aldo melanjutkan ucapannya.

“Astagfirullahalazim,… jadi itu penyebabnya? Pak Doni terkejut. Wajah Pak Doni berubah kemerahan disertai tawanya yang lepas. Semua yang ada dalam ruangan terdiam keheranan. Mereka tak tahu mengapa Pak Doni tertawa seperti itu.

“Aldo,..Aldo kamu cemburu sama saya? Kamu marah karena Rosa dekat dengan saya? Pak Dani masih berusaha menahan tawanya.

“Memangnya Rosa itu siapa? Pacarmu? Tanya Pak Dani pula. Nampak Aldo salah tingkah ketika Pak Dani berkata seperti itu.

“Kamu tak perlu cemburu atau marah pada saya. Kamu tahu, Rosa itu siapa? Rosa itu adik kandung saya. Sengaja saya merahasiakan semua ini, agar Rosa bisa bergaul dengan baik, tanpa diketahui oleh teman-temannya bahwa Rosa dan saya adalah kakak adik. Dan saya juga sudah punya tunangan, setelah menikah nanti baru bisa saya bawa kemari” Pak Yudi tersenyum sambil menceritakan siapa dirinya.

Nampak wajah Aldo merona merah. Dia merasa malu, malu sekali. Ternyata dia sudah salah menilai Pak Dani. Dia merasa menyesal karena telah berlaku bodoh. Karena rasa cemburunya membuat dia nekat memukul gurunya sendiri. Cemburu,… cemburu buta membawa petaka.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post