Keesokan harinya, Beni kembali menunggu teman-temannya melintas. Kali ini Beni sudah mempersiapkan amunisinya. Beni yang menunggu teman-temannya seraya memasangkan baju mulai menghitung waktu. Aha, teman-temannya mulai nampak dari ujung gang.

“Doni!” panggilnya.

Segera saja anak yang bernama Doni menoleh dan melempar senyum.

“Oh, kamu Ben,” kata Doni.

“Mau ke mana sore-sore udah rapi gini?” kata Beni sambil memegang lengan kemeja Doni.

Ican yang melihat itu segera menepis tangan Doni, “Nanti bajunya kusut,” tukas Ican.

Beni melepas pegangannya, kemudian menatap Doni ingin tahu.

“Kita mau les.”

Beni melongo, tidak percaya. Doni yang di kelas sukanya tidur-tiduran di kelas ikut les? Ga salah tuh?

“Iya, kita ikutan les. Ini sih bonus. Emak minta bu Lala mengajari kita mengaji. Tapi kita dapat bonus dikasih les pelajaran,” jelas Ilham.

“Kok bisa?” tanya Beni penasaran.

“Ya bisalah. Kan kita anak baik. Ya ngaak?” tekan Ican sambil tersenyum jumawa.

Anak-anak tersebut segera berlalu dan meninggalkan Beni yang masih mencerna penjelasan barusan.

“Masih terima murid kayak aku nggak?” teriak Beni ingin tahu.

“Coba aja kamu berdiri kayak kemarin. Kali aja bu guru Lala khilaf menerima kamu.” Balas Ican sambil menoleh ke belakang.

“Tapi, mandi dulu. Hahahaha....” tawa anak-anak itu mengiring langkah meninggalkan Beni di belakang.

Beni yang masih diliputi keingintahuannya segera mempercepat langkahnya. Kemudian berdiri di posisi strategis. Mencoba peruntungan, apakah kali ini akan menyambut panggilan sang guru atau malah melepas kesempatan seperti kemarin lagi.

***

(bersambung)