Rahmat Riansyah Ngabito

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
PEMBELAJARAN STUDY LAPANGAN DENGAN MEMANFAATKAN MUSEUM SABAGAI SUMBER BELAJAR

PEMBELAJARAN STUDY LAPANGAN DENGAN MEMANFAATKAN MUSEUM SABAGAI SUMBER BELAJAR

Dua tahun lebih sudah pandemi Covid-19 melanda negeri ini. Waktu yang terbilang singkat, namun memiliki dampak yang begitu besar. Bukan tanpa sebab, wabah yang berbasis virus ini tidak disangkal telah menyerang berbagai aspek kehidupan masyarakat. Tatanan kehidupan yang semula kondusif, kini dibuatnya jauh daripada titik ideal. Kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat seolah telah menghadirkan budaya baru, mulai dari menjaga jarak, mencuci tangan, memakai masker, dan menghindari tempat kerumunan.

Sasaran pembatasan aktivitas masyarakat antara lain, pusat pembelanjaan, peribadatan, instansi pemerintahan dan sekolah sebagai lembaga pendidikan guna meminimalisir penyebaran virus tersebut. Dalam konteks pendidikan, kita tahu betul dampaknya sangat signifikan. Jelas, bahwa pandemi telah mengubah tradisi pendidikan kita. Proses pembelajaran yang semula di laksanakan secara tatap muka di kelas, kini dialihkan belajar dari rumah secara daring. Pendidikan kita (Indonesia) yang belum terbiasa bahkan tidak di rancang khusus menghadapi pandemi, justru disentuh oleh kultur baru dari  face to face menuju screen to screen.

Belajar secara daring tentu menjadi hal baru dalam dunia pendidikan saat itu. Pasca instruksi Menteri Pendidikan melalui Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Covid-19, sejak itulah kita mengenal namanya pembelajaran berbasis online. Dimulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Tak tangung-tanggung, fenomena tersebut telah melahirkan gelombang kausalitas (jenuh dan bosan) bagi peserta didik. Ingin hati membutuhkan ruang gerak untuk menyalurkan dan megekplorasi diri, kini terhalang akibat tekanan pandemi.

Kita harus mengakui, bahwa pendidikan kita masih dalam proses perbaikan, dalam artian belum sepenuhnya barada pada titik ideal. Hal itu dapat kita saksikan pada peringatan Hari Guru Nasional (HGN) ke-77 pada tanggal 25 November tahun 2022 dengan mengusung tema besar: Guru Bangkit, Pulihkan Pendidikan. Sadar atau tidak, sebetulnya tema tersebut cukup menggambarkan bahwa pendidikan kita saat ini belum sepenuhnya berada pada titik ideal pasca pandemi. Sehingga yang terjadi kemudian adalah lahirnya generasi tiktok dan generasi merunduk (game online) yang bermuara kepada perilaku asal belajar.

Tidak berhenti sampai disitu, diluar konteks pendidikan, pandemi nyatanya memiliki dampak yang sifatnya berantai. Berbagai kajian menunjukan, selain mengalami kecemasan, pandemi pun telah merangsang pribadi yang individualistis yaitu, acu atau tidak perduli, timbul rasa malas, mudah emosi, pasrah dalam hidup, dan cenderung skeptis (ragu-ragu). Dalam konteks sosiologi, kasus ini dapat memicu hilangya jati diri berbasis kepada budaya dan kepribadian bangsa yang diantaranya, (1) nasionalisme dan patriotisme, (2) integrasi dan harmoni, (3) etis dan moral, serta (4) berjiwa masyarakat (Sri Mulyati dkk, 2004).

Degradasi nilai inilah dalam pikiran hemat saya perlu diselesaikan melalui rasionalisasi pendidikan bersifat kontruktif. Berdasarkan pengalaman saya  selama menjadi guru di SMA Negeri 3 Gorontalo, implementasi pembelajaran ini dimulai dengan memanfaatkan UPTD. Museum Popa Eyato sebagai sumber belajar bagi peserta didik. Alasan saya memulai pembelajaran studi lapangan dengan memanfaatkan museum tersebut sebagai sasaran utama pembelajaran adalah untuk menciptakan pembelajaran kreativ, inovatif dan menyenangkan yang menyasar kepada pembentukan karakter dan semangat belajar.

Pada proses pembelajaran ini, saya mengajak peserta didik kelas XII yang sebelumnya telah dibentuk menjadi enam kelompok (berdasarkan asessment). Adapun materi yang diulas yaitu “Peran Tokoh Nasional dan Lokal Dalam Menghadapi Disintegrasi Bangsa” dengan menampilkan seorang tokoh pahlawan nasional dari Gorontalo, Bapak Nani Wartabone. Nani Wartabone sebagaimana dijelaskan oleh Bapak Andris K. Malae, M.Pd. (pemateri) adalah “Pahlawan Nasional Gorontalo yang berperan penting dalam menumpas PRRI/Permesta di Gorontalo”.

Satu hal yang menarik dari pembelajaran diatas adalah peserta didik tidak hanya mengikuti materi saja, tetapi mereka pun dapat melihat secara langsung koleksi tinggalan budaya lokal yang beragam berjenis, mulai dari etnogarfika, numismatika, keremologi, filologi, dan produk tinggalan budaya lokal lainnya.

.

Adapun materi yang diterima oleh peserta didik selama di museum, selanjutnya dikemas kedalam bentuk infografis sesuai dengan minat peserta didik baik berbasis digital maupun media sederhana berupa kertas karton. Akhir dari pembelajaran ini, masing-masing kelompok mempresentasikannya di depan kelas. Sungguh salah satu pengalaman menarik bagi saya sebagai seorang guru. Sepintas terlihat mereka sangat antusias, memahami pemicu disintegrasi bangsa dan bagaimana peran para tokoh nasional dan lokal.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post