#Tantanganmenulis Hari ke-11

Aku pikir dulu LDR itu gampang. Kita hanya terpisah jarak. Bukan waktu. Toh, sekarang jamannya sudah canggih. Berbagai aplikasi tak asing di genggaman. Jika ingin mendengar suara, cukup telpon saja. Jika ingin melihat orangnya langsung, boleh. Video call saja. Ah, betapa tidak sulitnya LDR.

Aku pikir dulu, orang-orang yang LDR itu terlalu lebay. Setiap saat harus telpon. Setiap jam harus kasih kabar. Ah, betapa malunya melihat orang- orang seperti itu. Bahkan bisa-bisanya sampai ngambek-ngambekan. Seperti tidak ada kerjaan saja.

Aku pikir dulu LDR tidak menyakitkan. Kita bisa bebas mau mengerjakan apa saja sendirian. Tak harus memikirkan perasaan pasangan. Toh, mereka tidak ada disamping kita. Dan lagi selagi saling percaya, itu tak akan jadi masalah.

Tapi, semuanya serasa berputar 360°. LDR itu tidak gampang. Apalagi jika sudah pada ikatan pernikahan. Meskipun jaman sudah canggih. Yang kita butuhkan bukan obrolan secara virtual, tapi kedekatan jiwa dan raga. Bagiku, telpon genggam canggih, fitur meyakinkan, semuanya kalah dengan kehadiran.

Lebay??? Wajar. Kita memang butuh kabar. Bahkan bukan hanya sekedar itu, kita butuh rincian kegiatan. Ngambek-ngambekan??? Itu hanya alasan yang dibuat agar ada bahan pembicaraan. Ada atau tidak ada pekerjaan. Itu menjadi keharusan.

Ternyata LDR menyakitkan. Bagaimana tidak. Jika rindu, sudah pasti semua organ dalam tubuh bekerja. Selalu kepikiran, memendam perasaan, menangis tanpa alasan, dan...dan...ah tidak bisa diungkapkan. Saling percaya? Itu harus dan menjadi kewajiban. Jika tidak, semua akan hancur berantakan.