Raihana Rasyid

Lahir dan menetap di Medan ,07 September 1967.Alumni IKIP Negeri Medan Jurusan Pendidikan Biologi. Tenaga pendidik di SMA Negeri 14 Medan....

Selengkapnya
Navigasi Web
Dagelan Korektor Essay Test
Sumber : IconScout

Dagelan Korektor Essay Test

Cerita ini berkisah tentang seorang guru di sebuah SMA Swasta. Pak guru yang humble ini, dalam hitungan kurang dari lima jari akan memasuki masa purnabakti. Gaya mengajarnya cukup disenangi anak-anak. Pak guru yang merasa top markotop di zamannya, selalu bilang kalau dia ganteng seperti Rano Karno jika masuk ke dalam kelas. Siswanya yang adalah anak-anak gen z, betul-betul tak kenal dengan artis yang disebutkan gurunya. Lhaa..., si bapak lupa kalau dia sudah beda alam dengan siswanya. Eits..., beda zaman maksudnya. Gen-z mana la kenal dengan Rano Karno. Kalau disebut Si Doel Anak Sekolahan mungkin gen-Z agak kenal juga karena film itu sempat diputar ulang di sebuah stasiun tv swasta. Tapi.., tentu saja kegantengannya sudah berbeda jauh saat berperan dalam Gita Cinta dari SMA. Sementara gen -z saat ini ngefans berat pada Atta Halilintar, Rizky Febian, Lee Min Ho, atau Raffi Ahmad sang Sultan Andara.

Di sekolah swasta tempat pak guru mengajar, terkenal sangat ketat peraturannya. Jangan harap bisa gajian kalau belum melengkapi perangkat mengajar. Semua guru harus sudah berdiri di depan kelas menyambut kedatangan siswa setiap paginya. Jadi, di sekolah itu ada dua bel. Pertama bel untuk guru yang berbunyi 5 menit sebelum bel untuk siswa berbunyi. Bel ini hanya terdengar di kantor guru. Setelah itu, barulah bel kedua menggema untuk siswa.

Semua peraturan dijalankan dan dipatuhi tanpa kata protes. Lhaa.., wong pihak yayasan sudah bilang begini : ”Jika bapak dan ibu sanggup, silahkan dilaksanakan. Jika tidak, itu artinya kita tidak bisa bersama.” Mau apa lagi? Disanggupi aja la. Pak guru harus sanggup mematuhi peraturan itu. "Berpikiran positif," bujuk hatinya.

Sambil mengucek-ngucek matanya yang terasa berat meski sudah diganjal dengan berbagai jenis kopi (hihihi), pak guru menyusun lembar jawaban yang telah dikoreksinya. Besok akan segera diantarkannya ke sekolah. Sambil menghitung lembar jawaban, pak guru bergumam , "Lumayaan.” Karena di sekolah pak guru, mereka dibayar setiap kali menyelesaikan koreksiannya. Hitungannya sekian rupiah per siswa.

Sewaktu masih praktik mengajar dulu, pak guru ingat sekali saat dia merasa heran kenapa mengoreksi harus dibayar padahal itu sudah menjadi tugas guru. Membuat soal dan tentu mengoreksi hasilnya. Tapi sekarang tidak demikian pikirannya. Mungkin karena tuntutan hidup juga. Dia teringat istrinya sudah berkicau meminta uang wisuda si bungsu yang belum dibayar. “Herraan, padahal masih TK. Uang wisudanya kok bisa ngimbangi kakaknya yang wisuda beneran.” Pak guru menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Napas lega keluar dari rongga paru-paru pak guru karena telah menyelesaikan tugas mulianya itu. Dadanya terasa lapang. Sambil mengepak lembar jawaban yang akan diserahkannya ke sekolah esok hari. Lembar-lembar jawaban ini akan dicek kembali oleh beberapa orang pegawai yayasan untuk memastikan memang dikoreksi oleh guru mata pelajaran atau tidak.

“Pak, dipanggil ke kantor yayasan,” salah seorang pegawai tata usaha menemui pak guru. “Saya segera ke sana,” jawab pak guru. Hati pak guru sudah berbunga-bunga karena akan menerima hasil jerih payahnya. Dibukanya pintu ruangan yayasan sambil mengucapkan salam. “Silahkan duduk, Pak,” ketua yayasan mempersilahkan pak guru yang terlihat agak sungkan.

“Berdasarkan laporan dari anggota saya, bapak sudah menyelesaikan koreksian ujian siswa-siswa kita, ya Pak.” Ketua yayasan membuka percakapan. “Benar, Pak.” Pak guru menjawab dengan penuh keyakinan. Sambil tersenyum, ketua yayasan menunjukkan selembar kertas. Pak guru sangat mengenali kertas itu. “Ini kunci jawaban bapak?” lanjut ketua bertanya pada pak guru. Tiba-tiba pak guru merasa kikuk untuk menjawab pertanyaan tersebut. Di sudut kanan atas jelas tertulis angka 70.

“Jika kunci jawaban ini nilainya 70, bagaimana dengan jawaban anak-anak ya, Pak?” Retorika ketua yayasan membuat pak guru bertambah kikuk. Masih full senyuman, ketua yayasan mempersilahkan pak guru menandatangani amprah honor korektor. “Semoga pada ujian berikutnya, kunci jawaban bapak bisa mendapat nilai 100.” Kalimat terakhir ketua yayasan ini, cukup membuat pak guru termeong-meong. Hehehe. Sambil menandatangani, pak guru mengingat kembali saat-saat di mana ia membubuhkan nilai di lembar jawaban tanpa memperhatikan apa yang tertera di sana sehingga kunci jawaban pun mendapat nilai 70. Alamaaak.

Hai...bapak dan ibu guru. Serius amat membaca ceritanya.

Cerita ini hanya fiktif belaka. Kesamaan peristiwa hanya kebetulan semata.

Selamat mengoreksi lembar jawaban siswa, bapak dan ibu guru.

Tetap semangat dan sukses selalu.

#ujianakhirsemester#

#gurusebagaievaluator#

#edisikuatkanhati70#

#membacamenambahilmumenulismengikatilmu#

Langit Biru di Sekolahku, SMA Negeri 14 Medan, 9 Desember 2023

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

keren ulasannya

10 Dec
Balas

Alhamdulillah, terima kasih untuk kunjungan dan apresiasinya, Bunda. Salam literasi dari Medan. Semoga bunda sehat, bahagia dan sukses selalu.

12 Dec

Mantap ulasan nya

10 Dec
Balas

Alhamdulillah, terima kasih.., Bunda.Salam literasi, ssmoga sehat bahagia dan sukses selalu. Barakallah.

10 Dec



search

New Post