Ramai Yulis

Ramai Yulis mengajar di SDN 32 VII KOTO Sungai Sariak Padang Pariaman Sumbar...

Selengkapnya
Navigasi Web

Aisyah

#TantanganGurusiana H 42

Aisyah ( part 7 )

Saya pun kembali ke kamar dan duduk di pinggir tempat tidur, saya mulai resah tak tahan melihat Aisyah yang ingin sekali minum susu. Saya juga merasakan dada sudah membengkak karena ini sudah waktunya Aisyah minum ASI. Saya menggeser duduk dan bersandar sambil berusaha menenangkan pikiran sebab saya pun juga masih dalam kondisi kurang sehat dan masih minum obat medis. Tapi mungkin saat ini suasananya yang sangat tidak mendukung sehingga saya tidak bisa istirahat tidur nyenyak malahan rasanya saya sudah tidak peduli dengan demam yang sejak pagi tadi menyerang tubuh ini.

Saya terus berusaha menenangkan diri, beberapa kali saya tarik nafas dan melepaskannya perlahan-lahan. Saya coba untuk merebahkan diri di kasur ini lagi tapi mata saja yang terpejam tapi pikiran melayang-layang entah kemana. Setengah jam berlalu saya mendengar tangisan bayi lagi di ruangan sebelah. Tanpa ragu saya langsung bergegas ke ruangan itu. Tapi kali ini saya lihat Aisyah menangis tak henti-henti walaupun perawat itu sudah berulang kali membasahi bibirya dengan air.

Saya minta tolong perawat mengecek jangan-jangan Aisyah pipis lagi ternyata benar Aisyah pipis. Perawat itu mengganti kain popok nya. Tetapi Aisyah tidak juga berhenti menangis malah semakin keras. Saya tak sanggup sebenarnya untuk erdiri dipintu ruangan itu. Tubuh ini sudah oyong kekiri dan kekanan. Sudahlah kondisi saya sedang demam ditambahlagi kurang tidur dan harus menyaksikan pula pemandangan yang sangat memilukan ini.

Hati saya perih sekali melihat bayi ini kehausan higga melengking-lengking suara tangisannya. Tapi saya tidak berdaya, apa yang bisa saya lakukan. Perasaan bersalah memenuhi pikiran saya. Kenapa saya sangat jahat terhadap bayi saya ini. Mengapa saya tidak langsung memberinya ASI, padahal dari tadi dia sudah menangis. Tidak tahan berdiri disitu akhirnya saya kembali ke kamar. Ternyata tante saya terbangun mendengar lengkingan tangis Aisyah. Dia tidak juga sanggup berkata, dan hanya memandang saya lalu memalingkan wajahnya.

Kami sama-sama membisu. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 23.30 Wib. Tangisan Aisyah masih terdengar tak henti-henti. Saya juga tak henti-henti berdoa semoga Allah Swt memberikan yang terbaik buat Aisyah. Saya benamkan wajah ini di tempat tidur itu melepaskan air mata yang sejak tadi mau tumpah. Saya benar-benar rapuh. Malam semakin sunyi hanya tangisan Aisyah yang terdengar memecah kesunyian malam takbiran.

Mulut saya tak pernah putus mengucap do’a, tapi suara tangisan Aisyah diseberang kamar masih saja menjadi-jadi, hingga suara itu sudah serak kedengarannya. Saya benar-benar sudah tak tahan, rasanya tubuh ini sudah tak sanggup bergerak lagi menyaksikan ini. Lalu saya berdoa dalam hati saya minta petunjuk pada Allah Swt apakah saya harus melanjutkan operasi Aisyah atau tidak.” Ya Allah jika operasi ini yang terbaik untuk Aisyah beri lah saya kekuatan untuk melaluinya, Tetapi kalau tidak, sembuhkanlah Aisyah dan kuatkanlah saya untuk membawa Aisyah pulang”. Lama saya menimbang-nimbang dengan pikiran saya mana yang terbaik.

Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil Aisyah dan memberinya ASI. Inilah keputusan yang saya ambil apapun resikonya nanti saya sudah siap. Lalu saya menghampiri tante dan mengutarakan niat saya untuk mengambil Aisyah kembali ke rangan isolasi. Tante hanya mengangguk saja dan mengikuti langkah kaki saya. Jam dinding menunjukkan pukul 01.00 Wib. Saya ketuk pintu ruangan itu karena sudah dinihari perawat itu menutup pintu nya. Salah seorang perawat itu membukakan pintu. Lalu saya langsung mengutarakan niat saya untuk mengambil Aisyah kembali.

Namun perawat itu tidak langsung mengabulkan permintaan saya, dia juga bicara panjang lebar dulu tentang bagaimana nanti setelah saya membawa Aisyah pulang resiko dan segala macamnya. Saya tidak banyak bicara, dengan mengangguk saja Aisyah saya ambil dan pangku. Air mata saya mengucur tanpa kendali, saya pandang Aisyah, dia tak lepas memandang saya, mata tak berkedip sedikitpun, isak tangisnya masih belum berhenti. Saya biarkan tante yang mengurus administrasi, sementara Aisyah saya bawa ke kamar.

Niat saya unutuk memberinya ASI, tapi nampaknya Aisyah sudah kehilangan selera, tangisan nya yang tak henti-henti sejak dua jam yang lalu sudah susah untuk diberhentikan. Matanya selalu memandang saya tak berkedip, isak tangisnya belum juga reda. Saya coba lagi menyusukan Aisyah tapi bibirnya terkatup rapat tapi matanya tetap memandangi saya. Saya Mengerti sekarang, berarti Aisyah marah, kecewa dan trauma dengna yang dialaminya tadi beberapa disuruh puasa. Padahal dia haus sekali.

Saya mencoba membujuk nya walaupun bayi ini belum bisa bicara, saya yakin dia memahami apa yang saya katakan. “maafkan bunda nak, bukan maksud bunda untuk jahat sama Aisyah, dengan tidak memberi ASI, Besok pagi kita pergi dari sini ya sayang”. Mata Aisyah selalu memandang saya seolah-olah mengerti denga apa yang saya sampaikan dia mulai mengedipkan matanya. “Tapi Aisyah mau ASI ya..” saya terus membujuk Aisyah. Alhamdulillah Aisyah sudah mau membuka mulutnya, tapi isak tangisnya yang belum berhenti membuatnya belum bisa minum ASI seperti biasa. Sesekali dilepaskannyadan memandangai saya, lalu lanjut lagi minum ASI nya begitu sampai waktu akan subuh baru Aisyah mulai agak ceria.

Sungai Sariak 18032020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post