"Sejak umur berapa mba belajar tenun", tanyaku ketika aku mau coba belajar tenun. Sambil merapikan cara aku duduk, memegang kayu, benang dan "seatbelt" hehe aku lupa..pokoknya pinggangku dililitkan kain dan bagian belakangnya diletakan kayu horisontal tuk menopang tubuhku agar selalu tegap. "Umur 10 tahun, bu" jawabnya. Masyaa Allah, amazing.

Aku baru datang aja sok banged mau belajar dan langsung mau jadi kain tenun sepanjang 3 meter, mau kasih tau si abi Muhidin Mansyur, klu istrinya gak sia sia datang ke lombok, gitu, hahaha.

Ternyata teman-teman, setengah jam aja gak kelar 1cm, bahkan bikin kusut kerjaan si mbanya, wkwkwk. Punteun ya mbaaa.

Perempuan di Desa Sukarara memang wajib belajar menenun. Lebih uniknya lagi, salah satu syarat para penenun di desa ini haruslah para gadis alias perawan alias perempuan yang belum menikah di desanya Jadi bisa dibilang, sebelum menikah para gadis ini harus pintar menenun. Pantesan saya belum bisa-bisa menenun nih karena saya kan sudah tidak gadis lagi ya, hehehe..colek abi muhidin

Menenun kain merupakan aktivitas sehari-hari, itu juga menjadi syarat yang wajib dipenuhi untuk dapat menikah. Wah.... Alhamdulillah aku sudah menikah, ehem.

Kalau perempuan di sini belum bisa menenun, mereka belum bisa menikah karena harus bikin tiga kain sarung. Satu untuk diri sendiri, suami dan mertua.

Kalaupun ingin tetap menikah juga, ada syaratnya loh yaitu bayar denda.

Coretan pena Guru Jempol, Juli 2017, Munas JSIT. Lombok Desa Sukarara.