Demi Pelangi di Wajah Baru Pendidikan Indonesia
(Puisi Simposium GP 2022)
Aku berjalan maju
Lurus kedepan
Tak menengok ke belakang?
Sesekali ...
Untuk kembali memungut ceceran ibrah yang sempat terabai
Untuk mengambil batu pijak menjadi acuan melangkah lagi
Saat langkahku sampai di depan sebuah gerbang megah dengan pintu dua warna, merah putih
Dengan hiasan menggantung di depannya, sayap-sayap Garuda
Menggantung ? Iya ... Sebab Garuda masih ragu membawaku mengangkasa ...
Gerbang megah ...
Kueja merah putih di pintumu
Kusapa sayap Garuda di atasmu
Kurafal baris narasi di depanmu
"Gerbang Pendidikan Baru Indonesia"
Hmmm ... Aku terpesona dengan narasi indah itu
Lalu ...
Kujabat sayap Garuda, ikrar patuh di bangku indah PGP
Kujabat sayap Garuda, janji takkan pulang sebelum petang
Kujabat sayap Garuda, pantang menyerah hingga selempang mengalung dada
Kulanjutkan langkah kaki melampaui gerbang
Waaahhh ...
Aku melihat ratusan ... ribuan ... bahkan jutaan tunas bangsa bermain disana
Riuh Senda gurau canda riang mereka akrab di telingaku
Nyanyian ramai namun sumbang tak mampu kelabui nurani
Ahhh ... Nuraniku tersentak saat mendengar kidung mereka
Sebuah harapan besar akan lingkungan belajar selaras zamannya
Sebuah asa yang sejatinya mereka titip di pundak kami
Kidung itu merendah menjadi hibaan
Mari dengarkan kidung mereka
Duhai bapak guru ... Duhai ibu guru
Bolehkah temani kami, menenteng tas sekolah di pematang sawah
Mengeja Garis bilangan.
Mengurai Bentuk baku.
Bermain dengan pangkat bilangan, Bentuk aljabar, Aritmatika sosial dan juga Variabel, sambil selonjor kaki menyapa embun di ujung rerumput
Duhai bapak guru ... Duhai ibu guru
Ijinkan kami bermain di pantai, mengurai Quark, Hadron, Neutrino, Quantum, Isotop dan sebagainya tanpa ragu sambil menemani ombak berkejaran menyapa pantai.
Duhai bapak ibu guru ...
Bolehkah kau kenalkan padaku ragam Budi sambil mengelus pucuk kepalaku yang kadang membatu
Bolehkah kau kidungkan aneka budaya bumi merah putih ini, tanpa teriakan apalagi cambukan
Duhai bapak ibu guru ...
Kami ingin keluar kelas, meraup jutaan pengetahuan yang lebih menantang di luar jendela kelas kami.
Anak-anakku, Kemarilah ...
Bapak dan ibu guru hendak berkisah
Tentang perjalanan panjang yang sudah kami lewati
Kemarin ...
Kami berkunjung ke suatu tempat ...
Sebuah taman warisan dari seorang bapak
Bapak yang pernah mengenalkan kepada kita tentang ing ngarso sung tulodo, ing madya Mangun Karso dan juga Tut Wuri Handayani
Bapak ... Yang selalu mengingatkan kami untuk selalu memahami kodratmu nak
Bapak ... Pemilik taman siswa
Ketahuilah nak ...
Sembilan bulan kami berdiam disana
Sembilan bulan juga kami memahat meja belajar untuk kalian
Meja belajar indah dengan rupa-rupa warna pelangi
Meja belajar untukmu yang heterogen
Meja belajar yang sangat mengerti kamu yang visual, kamu audio dan juga kamu yang kinestetik
Anak-anakku ...
Ada bangku kelas yang lucu, juga tersedia untuk kalian
Bangku kelas yang kami rangkai sembilan bulan kemarin.
Bangku kelas yang bisa kalian bawa kepantai,
Bangku kelas yang bisa kau pasang di kebun
Bangku kelas yang bisa kau pakai dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja
Bangku kelas yang mengenalkan padamu bahwa outing class juga keren, sekeren saat kalian duduk manis di depan papan tulis yang ada disamping jendela kelas.
Ketahuilah nak ...
Kemarin ...
Dengan langkah tertatih namun nyala semangat yang tak redup
Sembilan bulan kami meraut pensil indah untuk kalian,
Pensil indah untuk menulis masa depanmu
Pensil indah untuk memahat pengetahuan agar tak lekang sepanjang zaman
Pensil indah ... Yang juga kelak akan kalian pakai untuk menuliskan do'a panjang untuk kami, jika suatu hari nanti, raga kami sudah berpindah ke bawah tanah.
Namun ... Ketahuilah nak ...
Kami tak bisa menemanimu dengan baik, kami tak bisa sepenuhnya mendampingimu
Kami ... Guru-gurumu, adalah warga negara yang patuh pada kebijakan Sang Tuan
Kami guru-gurumu ... Adalah abdi yang tak kuasa membelok arah dengan kebijakan Sang Tuan
Untuk itulah ...
Pada kesempatan ini, kami ingin sejenak bermonolog dengan Sang Tuan
Duhai Tuan yang Bijak, pemilik topi kebijakan
Dukunglah kami dalam mendampingi tumbuh kembang tunas-tunas bangsa
Mohon kucurkan air pelepas dahaga kami
Panggilkan angin sepoi menemani kami saat merawat tunas bangsa
Duhai Tuan yang Bijak, pemilik topi kebijakan
Dengarkan keluh kami di sela-sela titik embun pagi
Kami yang semalam melewati sua dengan malam, demi meraut pensil anak-anak bangsa
Kami yang mengabaikan panggilan lelah, demi menyiapkan diri untuk mendampingi tumbuh kembang anak bangsa
Tuan yang bijak ...
Dengarlah ...
Kami butuh kebijakan tuan yang memihak kepada kami,
Demi Munculnya pelangi indah di Wajah Baru Pendidikan Indonesia
Terimakasih
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap ulasannya
Terimakasih sudah mampir, bun
Keren puisinya, sukses selalu bu Raodah
Terimakasih Bu