Pundhi Raras Purbosari

The Author is Dead ~Roland Barthes ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Aku dan Bara Cinta (bagian 16)

Aku dan Bara Cinta (bagian 16)

“Kamu lagi???”, tanyaku padanya.

***

Surprise!!”, katanya seolah ini hal yang biasa terjadi di antara kami.

Seriously? Kamu stalker ya?”, tuduhku. Mataku terbelalak. Mulutku menganga tak percaya. Bulu kudukku berdiri saking ngerinya. Ngeri sekali memang. Seingatku aku tak pernah memberitahu orang ini kalau aku akan pergi ke tempat ini. Dari mana dia tahu bahwa Swayambhunath Stupa adalah pilihan pertamaku?!

Well, nggak juga. Kamu sendiri yang kasih tahu akan ke sini.” ucapnya sambil tersenyum, tengil.

Noooo!! Aku emang kasih kamu boarding pass-ku, tapi nggak sama sekali kasih tahu kamu kalau akan ke sini kan? Iya kan?”, ucapku tak percaya.

I rolled the dice, Nadya. And see? Here I am. Bisa aja sih aku nebak kamu pergi ke Pokhara, atau mungkin hiking ke Annapurna. Tapi, kamu lihat kan akhirnya kita ketemu di sini?!”, timpalnya. Masih sambil tersenyum.

Sungguh senyum itu masih saja menyihirku. Hampir saja sudut bibirku ikut tertarik, mengikuti, seirama bibirnya untuk membentuk lengkung yang sempurna. Seharusnya aku tidak boleh sesenang ini kan? Tapi mengapa perutku seperti ada kupu-kupunya lagi?

I don’t give a sh*t with your dice, Bara! Aku nggak peduli kita mau ketemu atau enggak. Aku hanya nggak ngerti kenapa kamu selalu ada di kepala aku, dan bahkan di semua tempat kakiku melangkah, bahkan Kathmandu. Bahkan Kathmandu, tempat asing yang jauh dari semua hal tentang kamu.” Mengatakan untaian kata itu rasanya ada tetesan hangat keluar dari sudut mataku. Aku sungguh tidak mengerti mengapa malah kata-kata ini yang meluncur dari mulutku. Padahal dalam hati aku benar-benar tahu, bahwa ada setitik bahagia yang akhirnya datang setelah sekian lamanya.

Aku lihat Bara, raut wajahnya, tubuh indahnya yang kali ini terbalut santai oleh setelan pendek katunnya yang berwarna biru dan putih. Lengan itu akhirnya terlihat, betis yang pernah kubayangkan akhirnya kulihat juga. Sungguh bukan saat yang tepat untuk memikirkan ini, tapi mungkin inilah dilema yang sesungguhnya. Haruskah kuteruskan untuk mendahulukan egoku, ataukah luluh terbius senyumannya?!

Masih dengan senyuman itu, Bara tiba-tiba mendekatkan wajahnya padaku, lalu... “I miss you too, Nadya.” bisiknya tiba-tiba. Jantungku berdetak lebih kencang, tubuhku bergidik bukan kepalang. Duniaku seakan berhenti berputar. Kupu-kupu yang tadinya hanya beterbangan, kini mungkin bagaikan terhempas angin topan. Gejolak di perutku membuncah sampai ke dada.

“Bara...” ......

“Sssstt.. kamu nggak perlu bilang apa-apa, Nad. I know, this is too much for you. Nggak mudah memang, tapi cuman ini yang bisa aku lakukan untuk kamu sekarang. Aku ingin kita berdua. Dan untuk seperti itu aku butuh kita baik-baik aja, start from the beginning, just the two of us. Tanpa apapun yang bisa nyakitin kamu.” Bara akhirnya mengatakan hal yang selama ini kuskenariokan di kepala. Meski begitu, aku tetap saja melupakan banyak hal. Seperti seberapa banyak senyumannya mampu mengalahkan egoku, sejauh mana aku bisa merespon pernyataan itu, dan beberapa prediksi tentang akhir yang akan kujalani nantinya.

Exactly. This is too much. Makanya aku nggak ingin kamu bilang-bilang kayak gini, Bar. Sudah terlalu lama kamu ada di kepalaku, bahkan 10 tahun hidupku rasanya selalu bersama kamu, tapi bahkan kamu nggak nyata. It was so annoying. Kamu nggak tahu gimana rasanya hidup dengan separuh hati, kamu nggak akan pernah tahu rasanya hidup dengan terus mengingat senyuman orang yang ingin sekali kamu benci. Aku pengen banget benci kamu, Bara. Aku pengen benci kamu sama seperti saat pertama kalinya aku denger kamu dan semua temen kamu di lapangan basket itu. Tapi, no! I can’t ... I can’t hate you..and otherwise, aku malah benci diriku sendiri karena selalu gagal untuk benci kamu.” Bara tiba-tiba memelukku, tangisku pecah di pelukannya. Semua kata dan rasa yang selama ini selalu terpendam, akhirnya lolos begitu saja dengan mudahnya.

I’m sorry, Nadya.. maaf, jangan nangis, please... sssttt maafin aku.” bisiknya terus-terusan sambil mengeratkan dekapannya dan tangannya mengelus pelan rambutku.

Sebenarnya bukan sepenuhnya salah Bara. Aku juga salah. Salahku untuk selalu mengingatnya di kepala. Salahku untuk selalu gagal menghilangkan perasaan yang dulu pernah ada, dan salahku untuk membiarkan rasaku sampai berlarut-larut. Lagipula sudah 10 tahun yang lalu. Seharusnya aku bisa membiarkan kenangan itu lewat begitu saja. Tapi dekapannya begitu nyaman. Lengan dan dadanya beradu sangat hangat. Aroma tubuhnya seakan tak perlu lagi berkenalan dengan indra penciumanku. Masih sangat familiar, masih Bara yang dulu pernah kukenal. Tanpa kurasa, tanganku melingkar di punggungnya, menyentuh sekilas lekuknya. Tubuhku melemah, kurelakan hatiku menang kali ini. Melemah untuk menerima pelukannya, menerima jiwaku yang bertekuk lutut memohon separuhnya kembali. Bara Cakra Dwiwangga, kurasa aku harus jatuh lagi.

Masih sambil memelukku, Bara berkata disertai senyum tengilnya, "Mau pindah ke toko es krim sebelah sana? Malu dilihatin orang-orang, Nad." Kulepas dekapannya seketika. Memang banyak yang berjalan sambil melihat kami dengan tatapan heran. Pipiku rasanya memanas, detak jantungku tak kunjung menurunkan kecepatannya. Kutarik Bara di lengan bajunya, lalu berjalan cepat menuju toko es krim di ujung jalan.

***

Kamu adalah detak di jantungku, Kekasih...

Kamu yang menujukkan bahwa aku ada,

Kamu adalah nyawa untuk ragaku, Kekasih..

Kamu yang menunjukkan bahwa aku berjiwa.

###

Terimakasih sudah membaca sampai bagian ini... nantikan lanjutannya yaa..

Blitar, 6 November 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terima kasih telah menerima detak duhai jantung hati... lanjut thoorrr... ailaikit

07 Nov
Balas

gimana menurut anda episode ini??

07 Nov

Keren dan tak terduga... imajinasinya wow bingit...

07 Nov



search

New Post