MAKNA DEMOKRASI BAGI MASYARAKAT DAN HEGEMONI DALAM DRAMA “DEMOKRASI” KARYA PUTU WIJAYA ( SUATU TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA)
A. PENDAHULUAN Karya sastra sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa memiliki beragam bentuk. Salah satu bentuk karya sastra adalah drama. Drama merupakan bentuk karya sastra lahir sejak zaman Yunani Kuno. Drama mula-mula lahir dimulai dari peristiwa upacara-uacara yang berhubungan dengan pemujaan nenek moyang terhadap Dewa-Deawa. Bentuk drama kala itu berwujud nyanyian yang diiringi seruling( Husnan, 1988:147) Dalam perkembangannya, drama modern merupakan jenis karya sastra. Sebagai karya sastra, drama menitikberatkan pada tulisan bersifat script oriented. . Menurut Aulia (tth:19-20) drama memiliki struktur yang jelas, yaitu tema, plot, stting, dan tokoh. Sebagai bagian dari karya sastra, drama merupakan hasil ekspresi pengalaman, perasaan, dan berbagai peristiwa atau fenomena sosial yang dialami pengarang. Keberadaan karya sastra tidak dapat dilepaskan dari pengarangnya sebagai pencipta. Sebagai karya sastra yang mencerminkan kehidupan masyarakatnya, makna drama dapat mencerminkan kehiduoan masyarakat di mana drama itu diciptakan.( Supratno, 2016:9) Penciptaan karya sastra tidak dapat dilepaskan dari masyarakatnya. Pandangan ini merupakan pandangan yang dikemukakan oleh Aristoteles (Supatno, 2016:9). Aristoteles menyatakan bahawa sastra merupakan tiruan dari dunia nyata, namun sudah mengalami proses kreativitas pengarangnya, sudah ditambah serta dikembangkan sesuai imajinasi pengarangnya. Di zaman modern berbagai jenis drama diciptakan pengarang untuk menyampaikan pesan, kritik dan sindiran dunia nyata. Salah satu jenis drama modern adalah drama monolog. Drama monolog merupakan drama yang dimainnkan oleh satu pemain. Putu Wijaya sebagai salah satu pengarang drama monolog, melahirkan salah satu drama monolog yang diberi judul “Demokrasi”. Kisah monolog yang ditulis Putu Wijaya tersebut merupakan kisah sindiran terhadap kondisi sosial ekonomi yang masih relevan sampai saat ini. Demokrasi sesungguhnya merupakan penempatan warga negara sebagai pemegang kedaulatan. Rakyat baik rakyat kaya maupun miskin memiliki hak yang sama di depan hukum, di samping adanya jaminan pelindungan terhadap hak-hak minoritas serta adanya pembatasan terhadap kewenangan pemerintahan. Harapan demikian itu seringkali banyak melahirkan kekecewaan, manakala persoalan ketimpangan sosial masih saja terus berlangsung. Tema-tema yang mencoba mengkritisi berbagai persoalan sosial tersebut seringkali mencerminkan kehidupan ‘rakyat kecil’ di Indonesia yang merindukan kedamaian dan jaminan sosial yang berkeadilan. Dalam pandangan Putu Wijaya memang kisah di atas, sesungguhnya adalah ironi yang tak pernah habis, karena pada masyarakat kecil kondisi sosial-ekonominya selalu berlangsung secara statis, sementara sebagian masyarakat yang lain semakin menampakan keserakahannya. Keadilan sebagaimana dambaan masyarakat bawah tersebut sebenarnya bisa terwujud jika para pemilik modal melihat sisi kehidupan tidak hanya sebatas keuntungan tetapi juga menimbang nurani kemanusian. Di bagian akhir kisah “Demokrasi”, demokrasi pada akhirnya ditafsirkan oleh masyarakat lemah sebagai sesuatu yang menjijikkan, yang justru melahirkan ketimpangan, kesenjangan sosial serta penindasan terhadap hak-hak rakyat kecil. Berdasarkan uraian tersebut, naskah “Demokasi” mencerminkan fenomena sosial demokrasi di Indonesia yang dapat dianalisis dari unsur pandangan dunia dan hegemoni. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menulis dengan judul “Makna Demokrasi bagi Masyarakat dan Hegemoni dalam Drama “Demokrasi” Karya Putu Wijaya ( Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra) B. KAJIAN PUSTAKA 1. Drama Monolog Secara etimologi kata drama berasal dari bahasa Greek, yaitu draomoi yang berarti ‘sesuatu yang telah diperbuat’—to act atau to do ( Tarigan, 1984 dalam Restianti, 2009:17). Hal ini senada dengan pandangan Husna (1988:148) bahwa drama berasal dari kata dramoi (bahasa Yunanani) yang artinya “menirukan”. Drama dalam pandangan sastra merupakan karangan yang dilakonkan. Dalam hal ini istilah drama bersifat script oriented. Dengan demikian, istilah drama berbeda dengan istilah teater. Istilah teater mengacu pada pementasan atau pertunjukan, sedangkan istilah teater bersifat actor oriented. Sehingga istilah drama oleh Barnhart yang dikutip Tarigan dalam Restianti (2009:17) diartikan sebagai suatu karangan dalam prosa atau narasi atau juga puisi yang menyajikan—dalam dialog atau pantomim—suatu cerita yang mengandung konflik atau kontras seorang tokoh. Cerita tersebut diperuntukkan untuk dipentaskan di atas panggung. Hampir senada dengan pendapat tersebut, ahli lain, Webter (Restianti: 2009:18) menyatakan bahwa drama adalah suatu karangan berbentuk prosa dan puisi yang memuat kehidupan atau tokoh dengan bantuan dialog atau gerak dan yang direncanakan bagi pertunjukan teater. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat diuraikan bahwa drama merupakan karya sastra tertulis, berbentuk verita narasi, dan puisi yang mengandung konflik atau kontras seorang tokoh disajikan dalam bentuk dialog dan direncanakan untuk dipentaskan. Istilah drama berbeda dengan istilah teater. Unsur-unsur penting dalam naskah drama antara lain: alur, tokoh, tema, amanat, dialog, akting dan bloking. Dialog merupakan percakapan antar dua tokoh. Dalam istilah percakapan tokoh terdapat pula istilah monolog. Jika dialog didefinisikan percakapan dua tokoh, monolog adalah percakapan satu tokoh atau dengan kata lain pembicaraan satu tokoh yang dipentaskan. Dalam perkembangannya istilah monolog menjadi istilah naskah drama yang dimainkan oleh satu tokoh. Eko ( Makalah online) mendefinisikan monolog adalah salah satu piranti (tools) dalam lakon (naskah drama) yang digunakan oleh penulis untuk menampilkan ekspresi karakter peran (http://www.whanidproject.com/sekilas-mengenai-monolog-monoplay-one-person-show-dan-sandiwara-tunggal/). Sedangkan wikipedia.com mendefinisikan monolog sebagai suatu ilmu terapan yang mengajarkan tentang seni peran di mana hanya dibutuhkan satu orang atau dialog bisu untuk melakukan adegan / sketsa nya (https://id.wikipedia.org/wiki/Monolog). 2. Teori Pandangan Dunia Teori pandangan dunia (vision du monde) merupakn teori struktur makna yang dikemukakan oleh Goldmann. Teori ini merupakan bagian dari strukturalisme genetik yang merupakan teori di bawah naungan sosiologi sastra. Teori ini lahir disebabkan ketidakpuasan Goldmann terhadap teori struktural yang hanya memandang sastra dari unsur intrinsiknya saja. Goldmann berpendapat bahwa memahami karya sastra adalah memahami perpaduan antara unsur intrinsik dan ekstrinsik sehingga mampu memahami sastra secara utuh. Setaiap karya sasta mempunyai struktur kemaknaan, karena menurut Goldmann struktur kemaknaan itu merupakan struktur global yang bermakna mewakili pandangan dunia (vision du monde) (Endaswara, 2011:57). Atas dasar pemikiran yang demikian, Goldmann (Endaswara, 2011:57) menyatakan bahwa pandangan dunia itu merupakan bentuk kesadaran kolektif yang mewakili identitas kekolektifannya. Maka secara sahih pandangan dunia dapat mewakili kelas sosialnya. Oleh karena itu karya sastra dapat dipahami dari mana asal terjadinya, dari latar belakang sosial tertentu. Bagi goldmann karya sastra hubungan genetik antara pencipta dengan isi sastra, karenanya disebut strukturalisme genetik. Melalui pandangan dunia menurut Goldmann dalam (Endaswara, 2011:58) bukan tidak mungkin karya sastra mengandung nilai otentik. Nilai otentik adalah nilai yang tedapat dalam karya sastra.Nilai otentik bisa jadi bernilai positif dan negatif. Nilai positif akan memiliki implikasi pandangan dunia yang positif, sedang nilai negatif juga akan berimplikasi pada pandangan dunia yang negatif. Pandangan dunia yang demikian identik dengan wawasan filosofi fatalistik. Untuk sampai pada pandangan dunia ( wold view), menurut Goldmann penelitian sastra tidak hanya sampai pada analisis isi tetapi juga analisis struktural karya sastra. 3. Teori Hegemoni Hegemoni berasal dari istilah Yunani, hegeisthai, yang berarti “memimpin”. Teori hegemoni dipengaruhi pandangan dua tokoh sosial teori yaitu Antonio Gramsci dan Karl Max.Teori hegemoni sebenarnya bukanlah hal yang baru bagi tradisi Marxis. Menurut Saptono(Makalah online) pengertian semacam itu sudah dikenal oleh orang Marxis lain sebelum Gramci, seperti; Karl Marx, Sigmund Freud, Sigmund Simmel (www.isi-dps.ac.id/berita/teori-hegemoni-sebuah-teori-kebudayaan-kontemporer/). Pada bagian ini akan dikupas pandangan kedua tokoh dalam bentuk ringkas. a. Teori Hegemoni Karl Max Karl Marx lahir di Trier, Prusia, 5 Mei 1818. Ayahnya, seorang pengacara, menafkai keluarganya dengan relatif baik, khas kehidupan kelas menengah. Ayahnya adalah dari pendeta Yahudi (rabbi).Tetapi, karena alasan bisnis ayahnya menjadi penganut ajaran Luther ketika Karl Marx masih sangat muda.Tahun 1841 Marx menerima gelar doktor filsafat dari Universitas Berlin, universitas yang sangat di pengaruhi oleh Hegel dan guru - guru muda penganut filsafat Hegel. Gelar doktor Marx didapat dari kajian filsafat yang membosankan, tetapi kajian itu mendahului berbagai gagasannya yang muncul kemudian (http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-karl-max.html). Teori kekuasaan ala Karl Marx itu identik dengan ideologi yang melegitimasi kelas penguasa di tengah masyarakat. Dalam batasan-batasan lain, hubungan itu dibingkai dalam konteks sistem ekonomi dan dibaca sebagai kapitalisme.(http://gado-gadosangjurnalis.blogspot.com/2011/09/teori-hegemoni.html). Negara diperlakukan Marx sebagai institusi sosial yang mengabdi pada kepentingan sistem ekonomi kapitalistik. Sebagai produk kapitalistik, Negara merupakan alat kelas atas untuk menjamin kedudukannya dan untuk itu dilakukanlah seperlunya penindasan kepada kelas bawah (Kamil, 2002:125). Senada dengan hal di atas, Subono (2003) mengemukakan bahwa teori kekuasaan Karl Marx melihat konsep kekuasaan dalam kerangka hubungan yang mutlak antara kelas-kelas yang mendominasi dan yang didominasi dalam masyarakat—antara yang menekan (oppressor) dan yang tertekan (oppressed), antara yang menyisihkan (alienating) dan yang tersisihkan (alienated). Kekuasaan, menurut versi Marxisme adalah kekuasaan yang dibutuhkan oleh kelas sosial (kelas penguasa) untuk mereproduksi model produksinya yang dominan kekuasaan untuk mengeksploitasi kelas yang dikuasai. Batasan di atas memilah hubungan dua kelas di tengah masyarakat, yakni kelas penguasa yang menguasai kelas yang dikuasai dalam mereproduksi model produksi yang dominan. Dalam teks lain, kekuasaan itu disebut juga sebagai ideologi Karl Marx. Sedangkan menurut Prof. Dr.Haris Supratno dalam perkuliahan Filologi pada Kelas AS2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Unitomo Surabaya tanggal 8 April 2017 menjelaskan konsep Karl Marx sebagai berikut: a) Memandang negara sebagai alat represif bagi kelompok penguasa, b) Kekerasan satu-satunya cara mempertahankan dominasi kekuatan , c) Ekonomi adalah alat pembelaan dan konflik dalam masyarakat. b. Teori Hegemoni Gramsci Menurut_Saptono_(download.isidps.ac.id/download/category/13?download=163) teori hegemoni merupakan sebuah teori politik paling penting abad XX. Teori ini dikemukakan oleh Antonio Gramci (1891-1937). Antonio Gramci dapat dipandang sebagai pemikir politik terpenting setelah Marx. Gagasanya yang cemerlang tentang hegemoni,yang banyak dipengeruhi oleh filsafat hokum Hegel, dianggap merupakan landasan paradigma alternatif terhadap teori Marxis tradisional mengenai paradigma base-superstructure (basis-suprastruktur). Teori-teorinya muncul sebagai kritik dan alternatif bagi pendekatan dan teori perubahan sosial sebelumnya yang didominasi oleh determinisme kelas dan ekonomi Marxisme tradisional. Menurut Wukipidia (http://id.wikipedia.org/wiki/Antonio_Gramsci) Antonio Gramscilahir di Ales, Italia, 22 Januari1891, meninggal 27 April1937 pada umur 46 tahun) adalah filsuf Italia, penulis, dan teoritikus politik. Anggota pendiri dan pernah menjadi pemimpin Partai Komunis Italia, Gramsci sempat menjalani pemenjaraan pada masa berkuasanya rezim Fasis Benito Mussolini.Tulisan-tulisannya menitikberatkan pada analisa budaya dan kepemimpinan politik. Ia dianggap sebagai salah satu pemikir orisinal utama dalam tradisi pemikiran Marxis. Ia juga dikenal sebagai penemu konsep hegemoni budayasebagai cara untuk menjaga keberlangsungan negara dalam sebuah masyarakat kapitalisme. Gramsci dipandang banyak pihak sebagai pemikir Marxis paling penting di abad ke-20, khususnya sebagai pemikir kunci dalam perkembangan Marxisme Barat.Ia menulis lebih dari 30 buku catatan dan 3000 halaman sejarah dan analisa selama di penjara. Tulisan-tulisan ini, yang kemudian dikenal luas sebagai Buku Catatan Penjara (Prison Notebooks), berisi penelusuran Gramsci terhadap sejarah dan nasionalisme Italia, selain pemikiran mengenai teori Marxis, teori kritis dan teori pendidikan yang berkaitan dengan dirinya, seperti: a) Hegemoni Budaya sebagai cara untuk menjaga keberlangsungan negara kapitalis b) Pentingnya pendidikan buruh populer untuk mendorong perkembangan intelektual darikelas pekerja c) Pemisahan antara masyarakat politis (polisi, tentara, sistem legal, dsb) yang mendominasi secara langsung dan koersif, dan masyarakat sipil (keluarga, sistem pendidikan, serikatperdagangan, dsb) dimana kepemimpinan dikonstitusionalisasi_melalui-ideologi(http://id.wikipedia.org/wiki/AntonioGramsci). Sedangkan Faruk (2003:68) pemikiran Gramsci tentang hegemoni didasarkan atas asumsi bahwa supremasi suatu kelompok social menyatakan dirinya dalam dua cara, yaitu sebagai ‘dominasi’ dan sebagai ‘kepemimpinan moral’, intelektual”. Lebih lanjut Faruk (2003:68) menjelaskan bahwa suatu kelompok atau pemerintah menjadi dominan apabila menjalankan kekuasaan, tetapi bahkan jika ia sudah memegang dominasi itu, ia harus meneruskan kepemimpinannya. Kepemimpinan moral merupakan kepemimpinan yang dicapai lewat persetujuan yang aktif kelompok-kelompok utama dalam suatu masyarakat. Sedangakan menurut Prof. Dr. Haris Supratno dalam perkuliahan Filologi pada KelasA S2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Unitomo Surabaya tanggal 8 April 2017 menjelaskan konsep Hegemoni Gramsci sebagai berikut: a. Hegemoni merupakan alat represif b. Mengabdi kepada kelompok masyarakat c. Kepemimpinan moral d. Meminimkan resistensi penanaman ideology e. Meninggalkan kekerasan f. Ekomoni sebagai alat mempertahankan hegemoni. C. METODE PENELITIAN Pada makalah ini dibahas sumber data, jenis data, dan teknik analisis data. Sebelum hal-hal di atas dijelaskan, perlu kiranya disampaikan bahwa metode penelitian dalam makalah ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif Objek penelitian ini adalah naskah drama berjudul “ Demokrasi” karya Putu Wijaya. Sehingga data penelitain ini berupa kata, kalimat yang terdapat dalam naskah drama tersebut. Data penelitaian ini merupakan mencakup 1) Makna bagi Masyarakat Demokrasi, dan 2) Hegemoni yang terdapat dalam naskah drama “Demokrasi” karya Putu Wijaya. Data makna demokrasi bagi bagi masyarakat meliputi: 1) Rakyat jelata memahami demokrasi secara sempit, 2) demokrasi dikalangan pemimpin, 3) demokrasi dikalangan konglomerat. Sedangkan data tentang hegemoni meliputi : 1) Hegemoni Pemerintah kepada Rakyat/Masyarakat, 2) hegemoni konlomerat kepada rakyat miskin, dan 3) hegemoni dengan cara kekerasan. Metode pengumpulan data dalam makalah ini dilakukan dengan cara 1) pustaka atau dokumentasi, dan 2) pencatatan. Metode pustaka/dokumentasi yaitu metode pengumpulan data berupa dokumen hasil membaca naskah drama “Demokrasi” jarya putu Wijaya. Sedangkan metode pencatatan adalah metode pengumpulan data dengan alat bantu kertas dan pencil yang dipakai sebagai alat mencatat hasil membaca naskah drama “Demokrasi” karya Putu Wijaya. Setelah data terkumpul, maka data dianalisis. Penganalisisan data dalam makalah ini dilakukan dengan teknik analisis deskripsi dan analisis konten. Model analisis kualitatif menurut Bungin (2005:141) lebih banyak menggunakan pendekatan logika induktif. Artinya analisis dimulai dari fakta-fakta khusus dan simpulkan dalam bemtuk pernyataan umum.Mengapa demikian sebab menganalisis fenomena sosial termasuk di dalamnya bahasa, lebih banya menguraikan subjek manusia yang umumnya berubah-ubah dan tidak taat asas, memiliki subjektivitas individu, memiliki emosi dan sebaginya. Model tahap analisi induktif ini dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a. Melakukan pengamatan fenomena bahasa, melakukan identivfikasi, revisi-revisi, dan pengecekan pada data. b. Melakukan katagorisasi informasi. c. Menelusuri dan menjelaskan katagori. d. Menjelaskan hubungan-hubungan katagiri. e. Menarik sismpulan umum. f. Membangun atau menjelaskan teori ( Bungin, 2005:144). Sedangkan analisis konten adalah analisis yang lebih menekankan kepada makna kata dan kalimat. Metode ini sering disebut sebagai metode deskripsi verifikatif. Bungin (2005:147) menyatakan bahwa strategi ini dimulai dari pemgumpulan data lapangan sebanyak-banyaknya dengan mengesampingkan peran teori, walaupun bukan berarti teori itu tidak penting. Strategi ini banyak terlihat pada penelitian-penelitian analisi isi, analisis wacana, analisis wacana kritis, analisi semiotic, analisis konstruksi social mediamassa dan sebagainya. Adapun prosedur yang digunakan dalam analisis data sebagai berikut: 1) reduksi data, 2) menyusun data dalam satuan, 3) mengkatagorikan data, 4) mengkode data, 5) mengadakan pemeriksaan keabsahan data, dan 6) membuat penafsiran data dengan membuat simpulan. D. HASIL DAN PEMBAHASAN MASALAH Dalam makalah ini, naskah drama “Demokrasi” dianalisis menggunakan dua teori yaitu teori Pandangan Dunia dan teori Hegemoni. Dalam analisis menggunakan teori hegemoni, penulis menganalisis naskah drama Demokrasi dengan teori Hegemoni Karl Max dan Hegemoni Gramsci. Analisis ini menghasilkan temuan pandangan masyarakat tentang demokrasi, hegemoni penguahasa terhadap masyarakat ekonomi lemah, serta hegemoni pemerintah kepada rakyatnya. Selain itu ditemukan pula cara-cara penguasa dan konglomerat menghegemoni masyarakat kecil. Temuan-temuan tersebut dibahas sebagaimana penjelasan berikut. 1. Demokrasi dalam Pandangan Masyarakat Kecil Kata “Demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga demokrasi dapat diartkan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Pada intinya, yang banyaklah yang menang dan yang banyak dianggap sebagai suatu kebenaran (Jailani,2015:134). Dalam naskah drama “Demokrasi” karya Putu Wijaya, masyarakat memandang demokrasi dari berbagai sudut. Salah satu sudut yang dipahami masyarakat antara lain : 1) demokrasi merupakan alat memperjuangkan kepentingan umum, karenanya pejuang demokrasi adalah seorang pahlawan, 2) demokrasi adalah intrumen pemerintahan dan tatanan masyarakat yang sangat bagus, sehingga demokrasi wajib dipertahankan dengan berbagai pengorbanan, 3) jika demokrasi tidak menguntungkan maka wajib ditinggalkan. Menurut pandangan masyarakat kecil, demokrasi merupakan alat memperjuangkan kepentingan umum, karenanya pejuang demokrasi adalah seorang pahlawan. Pandangan semacam itu terlihat dari penggalan naskah drama sebagai berikut. (1) Saya mencintai demokrasi. Tapi karena saya rakyat kecil, saya tidak kelihatan sebagai pejuang, apalagi pahlawan. Nama saya tak pernah masuk Koran. Potret saya tak jadi tontonan orang. Saya hanya berjuang dilingkungan RT gang Gugus Depan (Putu Wijaya, P-3). (2) Di RT yang saya pimpin itu, seluruh warga pro demokrasi. Dengan beringas mereka akan berkoar kalau ada yang anti pada demokrasi. Dengan gampang saya bisa mengarahkan mereka untuk maju demi mempertahankan demokrasi. Semua kompak kalau sudah membela demokrasi (Putu Wijaya,P-4). Berdasarkan data (1) diperoleh informasi bahwa tokoh Saya merupakan representasi masyarakat kecil. Hal tersebut terlihat dari penggunaan kontruksi Tapi karena saya rakyat kecil. Pengertian masyarakat kecil sering disamakan dengan kelompok masyarakat yang secara ekonomi berpenghasilan rendah, hal itu terlihat dari pengahsilan serta keadaan rumahnya. Dilihat dari kondisi rumah biasanya mereka tinggal di rumah yang sempit dengan fasilitas yang serba minimalis. Kelompok masyarakat sebagai mana data (1) merupakan kelompok masyarakat yang memiliki kepatuhan terhadap aturan kenegaraan cukup baik. Hal tersebut dilihat dari penggunaan kontruksi Saya mencintai demokrasi. Dalam pandangan mereka demokrasi adalah intrumen yang dapat digunakan sebagai alat perjuangan. Orang yang mau berdemokrasi adalah pahlawan bagi masyarakat. Selain itu mereka yang mau berjuang dalam demokrasi bisa menjadi orang besar dan terkenal. Pandangan yang demikian terlihat dari penggunaan kontruksi saya tidak kelihatan sebagai pejuang, apalagi pahlawan. Nama saya tak pernah masuk Koran. Potret saya tak jadi tontonan orang. Berdasarkan data (2), masyarakat yang mencitai demokrasi adalah masyarakat yang berani berkorban membela demokrasi tersebut. Bentuk pengorbanan membela demokrasi adalah melawan orang-orang yang anti demokrasi. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyaan yang berbinyi Dengan beringas mereka akan berkoar kalau ada yang anti pada demokrasi. Demokrasi merupakan intrumen pemerintah yang masih multi tafsir. Masyarakat memandang demokrasi masih merupakan hal yang penafsirannya menimbulkan perdebatan. Hal tersebut terlihat dari data (3) kutipan berikut. (3) Saya kira itu sudah cukup. Saya sendiri tidak mampu menerangkan apa arti demokrasi. Saya tidak terlatih untuk menjadi juru penerang. Saya khawatir kalau batasan-batasan saya tentang demokrasi akan disalahgunakan. Apalagi kalau sampai terjadi perbedaan tafsir yang dapat menjadikannya kemudian bertolak belakang. Atau mungkin, karena saya sendiri tidak benar-benar tahu apa arti kata demokrasi (Putu Wijaya, P-15). Data (3) merupakan kutipan naskah Demokrasi karya Putu Wijaya pada percakapan nomor 15 yang dalam kode data tertulis (P-15). Data tersebut memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa demokrasi bagi masyarakat kecil adalah sebuah intrumen yang masih menimbulkan perdebatan. Hal tersebut dapat dilihat dari kontruksi yang berbinyi Saya khawatir kalau batasan-batasan saya tentang demokrasi akan disalahgunakan. Apalagi kalau sampai terjadi perbedaan tafsir yang dapat menjadikannya kemudian bertolak belakang. Demokrasi adalah intrumen pemerintahan dan tatanan masyarakat yang sangat bagus, sehingga demokrasi wajib dipertahankan dengan berbagai pengorbanan. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan data (4). (4) “Pokoknya demokrasi itu bagus. Sesuatu yang layak diperjuangkan sampai titik darah penghabisan. Sesuatu yang memerlukan pengorbanan besar. Sesuatu yang menunjang suksesnya pembagunan menuju kemasyarakat yang adil dan makmur. “Kata mereka (Putu Wijaya, P-14) Data (4) memberi informasi bahwa masyarakat kecil memandang demokrasi sebagai sesuatu yang cukup bagus, sesuatu yang layak diperjuangkan, sesuatu yang memerlukan pengorbanan besar. Selain itu masyarakat memandang demokrasi sebagai intrumen yang bisa menjadikan masyarakat yang adil dan makmur. Hal ini sejalan dengan pendapat Lawata. Menurut Lawata (2011) salah satu prinsip demokrasi, prinsip penerapan keadilan dalam dinamika kehidupan politik. Keadilan merupakan nilai substansial dalam nyali kehidupan politik, sedangkan demokrasi merupakan suatu sistem yang representatif untuk merealisasikan keadilan itu. Kesempatan yang sama diberikan kepada setiap warga negara dalam berbagai bidang tanpa diskriminasi apa pun. Partisipasi rakyat sangat luas dalam sistem ini dan kontrol rakyat akan melahirkan pemerintahan dengan akuntabilitas politik yang tinggi. Dengan demikian demokrasi merupakan instrumen yang dapat digunankan untuk mencai kemakmuran dan keadilan sosial. Hal tersebut juga terlihat pada data (4) pada kontruksi Sesuatu yang menunjang suksesnya pembagunan menuju kemasyarakat yang adil dan makmur. Rakyat kecil membeci dan meninggalkan demokrasi, sebab demikrasi merugikan kepentingan mereka. Dalam naskah “Demokrasi”, rakyat merasa ditipu oleh tokoh ketua RT yang memanfaatkan demokrasi untuk kepentingan pribadi ketua RT tersebut. Dalam naskah tersebut, disampaikan bahwa ketua Rt disuruh mewakili masyarakat untuk mengahadap direktur perusahaan yang telah melakukan pembangunan jalan tanpa bermusyawarah dengan masyarakat pemilik lahan. Setelah dilakukan negoisasi dengan direktur, ketua RT tersebut memperoleh bayaran sebesar Rp25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah). Karena ia mendapat uang dua puluh lima juata, maka ketua RT memberi penjelajan kepada masyarakatnya sebagaimana kutipan pada data (5) (5) Saudara-saudara warga semuanya yang saya cintai. Memang berat kehilangan 2 meter dari milik kita yang sedikit. Berat sekali, bahkan terlalu berat. Tetapi itu lebih baik daripada kita kehilangan nyawa. Lagi pula semua itu untuk kepentingan bersama. Kita semua mendukung demorasi dan sudah bertekad untuk mengorbankan apa saja demi tegaknya demokrasi. Di dalam demokrasi suara terbanyak yang harus menang. Maka sebagai pembela demokrasi, kita tidak boleh donkol karena kalah. Itu konsekuensinya mencintai demokrasi. Demi demokrasi kita harus merelakan 2 meter untuk pembuatan jalan yang menunjang pembangunan ini. Demi masa depan kita yang lebih baik (Putu Wijaya,P-78). Kemudian masyarakat merespon penjelasan ketua RT tesebut sebagaimana kutipan data (6), (7), (8), dan (9) berikut ini. (6) “Kalau memang demokrasi itu tidak melindungi kepentingan rakyat kecil, aku berhenti menyokong demokrasi. Sekarang aku menentang demokrasi (Putu Wijaya, P-83). (7) TERDENGAR SUARA SORAK DAN YEL-YEL YANG TIDAK JELAS (Putu Wijaya, P-84) (8) SEPERTI ADA KERIBUTAN. LALU SUARA TEMBAKAN. BARU SEPI KEMBALI(Putu Wijaya, P-85). (9) Sejak itu semunya benci pada demokrasi. Sejak hari itu, warga RT Gugus Depan yang saya pimpin kompak menolak demokrasi. Hanya tinggal saya sendiri, yang tetap berdiri disini (Putu Wijaya,P-86). Berdasarkan data (6) dan (9), masyarakat yang pada awalnya mendukung demokrasi, sekarang berbalik menolak demokrasi. Hal ini disebabkan masyarakat merasa tidak mendapat keuntungan dari intrumen yang disebut demokrasi tersebut. Masyarakat, menurut data tersebut justru mendapat kerugian karena demokrasi menurut pandangan mereka tidak melindungi kepentingan masyarakat. Padahal menurut pendapat Lawata (2011) demokrasi yang menerapkan prinsip ketujuh, prinsip pemenuhan kebutuhan ekonomi dan perencanaan sosial-budaya. Implementasi demokrasi dalam suatu negara, bagaimanapun tidak dapat dipisahkan dengan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan suatu warga negara. Prinsip ini sangat menentukan bagi penerapan kehidupan demokrasi, karena pemenuhan kebutuhan ekonomi rakyat dan pengembangan sosial budaya adalah nilai-nilai azasi dalam demokratisasi politik. Demokrasi ekonomi berimplikasi terhadap perwujudan keadilan sosial, keadilan sosial menuntut kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat yang menghendaki perwujudan cita-citanya: freedom from want, yakni bebas dari kesengsaraan hidup. 2. Demokrasi dalam Pandangan Pemimpin Kamus Besar Bahasa Indonesia offline V1.1 memberi pengertian pemimpin sebagai orang yang memimpin. Pemimpin dalam bahasa Indonesia mengacu kepada kata ketua, kepala, raja, dan ratu. Sedangkan istilah memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara. Menurut pendapat Suratman (2014) pemimpin yang sesungguhnya adalah pemimpin yang mampu menjalankan fungsi dan perannya secara benar: sebagai pengatur. Dalam hal ini menurut Suratman (2014), Ki Hajar Dewantara setidaknya pernah mengajarkan sekaligus menjawab permasalahan ini. Pada konsepnya yang paling terkenal, seorang pemimpin adalah: Ing ngarso sung tuladha (di depan sebagai contoh), ing madya mangun karso (di tengah memberi semangat), tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan). Pandangan yang demikian dalam naskah “Demokrasi” terlihat dari penggalan data (5) berikut ini. (5) Saudara-saudara warga semuanya yang saya cintai. Memang berat kehilangan 2 meter dari milik kita yang sedikit. Berat sekali, bahkan terlalu berat. Tetapi itu lebih baik daripada kita kehilangan nyawa. Lagi pula semua itu untuk kepentingan bersama. Kita semua mendukung demorasi dan sudah bertekad untuk mengorbankan apa saja demi tegaknya demokrasi. Di dalam demokrasi suara terbanyak yang harus menang. Maka sebagai pembela demokrasi, kita tidak boleh donkol karena kalah. Itu konsekuensinya mencintai demokrasi. Demi demokrasi kita harus merelakan 2 meter untuk pembuatan jalan yang menunjang pembangunan ini. Demi masa depan kita yang lebih baik (Putu Wijaya,P-78). Data (5) tersebut merupakan penjelasan ketua RT gang Gugus Depan. Penggalan tersebut menunjukkan bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu mengarahkan orang yang dipimpin. Dalam hal ini Ketua RT Gang Gugus Depan berusaha memberi penjelasan kepada warganya tentang makna demokrasi bagi warga Gang Gugus Depan. Menurut ketua RT Gang Gugus Gepan demokrasi adalah berkorban untuk kepentingan bersama, dalam demokrasi suara terbanyak adalah pemenang. Dengan demikian, demokrasi menurut pemimpin adalah berkorban untuk kepentingan bersama, dalam demokrasi suara terbanyak adalah pemenang. Dari pandangan ini, masyarakat seharusnya rela dan merelakan kepentingannya demi kepentingan bersama. 3. Hegemoni Pemerintah kepada Rakyat/Masyarakat Melalui konsep hegemoni, Gramsci beragumentasi bahwa kekuasaan agar dapat abadi dan langgeng membutuhkan paling tidak dua perangkat kerja. Pertama, adalah perangkat kerja yang mampu melakukan tindak kekerasan yang bersifat memaksa atau dengan kata lain kekuasaan membutuhkan perangkat kerja yang bernuansa law enforcemant. Perangkat kerja yang pertama ini biasanya dilakukan oleh pranata negara (state) melalui lembaga-lembaga seperti hukum, militer, polisi dan bahkan penjara ( Saptono, 2010 ). Sedangkan menurut Karl Max negara diperlakukan sebagai institusi sosial yang mengabdi pada kepentingan sistem ekonomi kapitalistik. Sebagai produk kapitalistik, Negara merupakan alat kelas atas untuk menjamin kedudukannya dan untuk itu dilakukanlah seperlunya penindasan kepada kelas bawah (Kamil, 2002:125). Dalam naskah Drama “Demokrasi”, kondisi hegemini yang demikian tercermin pada data (10), (11), (12), data (13). (10) “Tapi ini sudah merupakan keputusan bersama,” kata petugas tersebut (Putu Wijaya, P-22). (11) Kami makin tercengang saja. Bagaimana mungkin membuat keputusan bersama tentang kami, tanpa rembukan dengan kami. Seperti raja Nero saja (Putu Wijaya, P-23). (12) “Soalnya masyarakat disebelah sana,” lanjut petugas itu sambil menunjuk ke kampong disebelah,” mereka semua adalah karyawan yang aktif pabrik tekstil. Semua memerlukan jalan tembus yang bisa dilalui oleh kendaraan. Dengan difungsikannya gang Gugus Depan ini menjadi jalan yang tembus kendaraan bermotor, mobilitas warga yang hendak masuk pekerjaan atau pulang akan lebih cepat. Itu berarti efisiensi dan efektifitas kerja. Mikrolet dan bajaj akan bisa masuk. Itu akan merupakan sumbangan pada pembangunan. Dan pembangunan itu akan dinikmati juga oleh kampong disebelahnya, karena sudah diperhitungkan masak-masak.”(Putu Wijaya, P-24) Data (10) merupakan pembicaraan petugas yang ditujukan kepada masyarakat Gang Gugus Depan. Diceritakan bahwa akan dilakukan pembangunan pelebaran jalan. Tanah warga Gang Gugus Depan terkena pelebaran jalan tersebut selebar dua meter. Masyarakat Gang Gugus Depan tidak pernah diberi informasi dan tidak pernah diajak berdiskusi tentang pembangunan itu. Maka hari itu datanglah petugas yang bertugas melalukan negoisasi kepada warga. Kata petugas dalam naskah ini dapat ditafsirkan sebagai aparat keamanan. Hal ini terlihat dari penggalan data (13) berikut ini. (13) Kami menunggu dengan deg-degan. Waktu itu sebuah mobil colt datang. Sekitar sepuluh orang laki-laki meloncat turun dengan memakai pakaian seragam (Putu Wijaya, P-43) Sedangkan data (11) dan (12) adalah upaya petugas memberi penjelasan kepada warga Gang Gugus Depan agar mau merelakan tanahnya demi pembangunan jalan menuju pabrik tekstil. Para pekerja di pabrik tersebut membutuhkan jalan tembus agar mereka dapat keluar masuk pabrik lebih cepat sehingga pekerjaan mereka lebih efektif. Di sisi lain saat pembengunan sudah berjalan warga belum pernah diajak berunding dan belum ada kesepakatan. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah dalam hal ini yang bertangung jawab atas pembangunan jalan tersebut menggunakan hegemoni bernuansa law enforcemant. Perangkat kerja yang digunakan oleh pranata negara (state) melalui lembaga polisi—yang dalam naskah tersebut disebut sebagai petugas. 4. Hegemoni Konglomerat kepada Rakyat Miskin Kamus Besar Bahasa Indonesia offline versi V1.1 mejelaskan konglomerat sebagai pengusaha besar yang mempunyai banyak perusahaan atau anak perusahaan; 2) perusahaan besar yang beranggotakan berbagai macam perusahaan dan bergerak dalam bidang usaha yang bermacam-macam. Konglomerat adalah pemilik modal yang besar. Berdasarkan pandangan Marx (Kamil, 2002) sumber keterasingan masyarakat adalah sistem ekonomi yang berlaku yang mendorong dan mensahkan adanya penghisapan manusia. Sebab itu, ia mengkritik habis-habisan sistem ekonomi kapitalisme yang berlaku saat itu dan juga sekarang. Kapitalisme, sebagaimana yang dirumuskan Werner Sombart dan diperkuat Wallerstein, adalah sistem ekonomi yang dikuasai dan diwarnai peranan modal, yang di dalam pandangan ekonominya didominasi oleh tiga gagasan, yaitu: usaha untuk memperoleh dan memiliki, persaingan, dan rasionalitas (nilai efisiensi kerja). Dalam sistem ini akumulasi modal (keuntungan) yang tanpa akhir telah menjadi tujuan dan menguasai hukum ekonomi. Dari sinilah, sistem ini mensyaratkan faktor individualisme yang menuntut kebebasan yang leluasa dan dengan free fight competition-nya menempatkan negara hanya sebagai “penjaga malam” saja (dilarang ikut campur). Berdasarkan pandangan Max tersebut pemilik modal/ konglomerat berusaha mempertahankan modalnya, dan mempertahankan kepentingannya dengan berbagai cara. Sedangkan menurut pandangan Saptono (2010) konsep hegemoni terkait dengan tiga bidang, yaitu ekonomi (economic), negara (state), dan rakyat (civil society). Ruang ekonomi menjadi fundamental. Dalam naskah “Demokrasi”, hegemoni konglomerat kepada rakyat miskin tergambar dalam penggalan data (14), (15), dan (15) berikut ini. (14) Saya gemetar. Saya tak menanyakan lagi berapa isi amplop itu. Untuk apa 25 juta itu. Saya tidak perlu lagi menanyakannya. Saya hanya menerimanya, lalu menyambut uluaean tangannya. Lantas terbirit-birit pulang. Takut kalau amplop itu ditarik lagi. Saya ambil jalan belakang, sehingga tak seorang warga pun tahu saya barusan datang dari rumah direktur. Saya kumpulkan keluarga saya dan jelaskan kepada mereka. Bahwa sejak hari itu hidup kami akan berubah. Doa kita sudah di kabulkan ( Putu Wijaya,P-75). (15) MELEPASKAN KEMBALI AMPLOP. AMPLOP BESAR NAIK KENBALI, MELAYANG DIATAS KEPALANYA (Putu Wijaya, P-76). (16) Esok harinya ketika para warga gang Gugus Depan kembali mendatangi saya untuk mendengarkan hasil rembukan saya dengan Pak Direktur untuk selanjutnya menetapkan tindakan apa selanjutnya yang harus dilakukan, saya memberi wejangan (Putu Wijaya, P-77). Tokoh saya dalam penggalan data (14) adalah seorang ketua RT Gang gugus Depan yang mendapat amanah dari warganya untuk melakukan perundingan atas terbongkarnya rumah mereka yang dilakukan oleh konglomerat pemiliki pabrik tekstil. Pembangunan itu belum mendapat pesetujuan warga. Warga juga belum mendapat uang ganti rugi. Pada saat ia berunding dengan konglomerat tersebut, Ketua RT Gang gugus Depan mendapat uang sebesar Rp 25.000.00,- (dua puluh lima juta rupiah). Setelah ia mendapat uang tersebut ia tidak lagi melanjutkan perundingan, ia diam bahkan tidak menanyakan untuk apa uang tersebut. Dalam pandangan ketua RT tersebut uang itu adalah uangnya yang dapat digunakan untuk merubah nasib hidupnya. Setelah ia mendapat uang, ketua RT tersebut menjadi lunak dan mendukung pembangunan jalan yang semula ia tentang bersama warga yang lain. Penggalan data (14), (15),dan (16) tersebut merupan cara konglomerat melakukan hegemoni kepada masyarakat kecil dengan menggunakan alat uang (ekonomi) sebagi instrumennya. 5. Hegemoni dengan Cara Kekerasan Kamus Besar Bahasa Indonesia offline versi V1.1 menjelaskan kekerasan sebagai perihal (yang bersifat, berciri) keras; perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain; paksaan. Para ahli menjelaskan sebagai suatu bentuk tindakan yang dilakukan terhadap pihak lain, yang pelakunya perorangan atau sekelompok orang dan dapat mengakibatkan penderitaan terhadap orang lain secara fisik maupun ketegangan psikologis atau kejiwaan. Kekerasan ini di dalamnya termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, dapat terjadi secara sembunyi- sembunyi atau di depan umum maupun dalam kehidupan pribadi (Sarwidi, 2013) Bentuk kekerasan seperti yang disebutkan di atas dapat dibagi menjadi dua kategori.Pertama kekerasan psikologis, kekerasan psikologis meliputi perilaku yang ditujukan untuk melecehkan, mengintimidasi dan menganiaya berupa ancama atau menyalahgunakan wewenang, mengawasi, mengambil hak orang lain, merusak benda-benda, mengisolasi, agresi verbal dan penghinaan konstan. Tindakan ini dapat mengakibatkan orang lain atau kelompok menderita fisik, mental, spiritual, moral dan pertumbuhan soaial (Sarwidi, 2013). Kedua, kekerasan fisik, kekerasan fisik adalah setiap tindakan yang mengakibatkan atau mungkin mengakibatkan kerusakan atau sakit fisik seperti menampar, memukul, memutar lengan, menusuk, mencekik, membakar, menendang, ancaman dengan benda atau senjata, dan pembunuhan. Kekerasan fisik dapat menyebabkan seseorang menjadi sakit, luka, kehilangan fungsi biologis, cedera, patah tulang, nyeri pinggul kronis, sakit kepala, keguguran, cacat fisik, bahkan bunuh diri (Sarwidi, 2013). Sementara itu menurut pandangan Max (Kamil, 2002:125) negara pun diperlakukan Marx sebagai institusi sosial yang mengabdi pada kepentingan sistem ekonomi kapitalistik.Sebagai produk kapitalistik, negara merupakan alat kelas atas untuk menjamin kedudukannya dan untuk itu dilakukanlah seperlunya penindasan kepada kelas bawah. Berdasarkan beberapa pendapat di atas hegemoni pun dapat dilakukan dengan cara kekerasan baik itu kekerasan psikis maupun kekerasan fisik. Hegemoni menggunakan kekerasan psikis dan fisik dalam naskah drama “Demokrasi” tergambar pada kutipan data dibawah ini. Data (17) dan (18) merupakan data hegemoni dengan cara kekerasan psikis, sedangkan data (19), (20), (21), (22),(23), (24) dan (25) merupakan hegemoni konglomerat terhadap masyarakat kecil yang dilakukan dengan cara kekerasan fisik. Data kekerasan psikologis (17) Tak lama kemudian, sejumlah warga dari kiri kanan kami datang. Mereka menghimbau agar kami mengerti persoalan mereka. Mereka mengatakan dengan sedikit pengorbanan itu, ratusan kepala keluarga dari kiri kanan kami akan terlolong. Mereka menggambarkannya sebagai perbuatan yang mulia. Setelah menghimbau mereka mengingatkan sekali lagi, betapa pentingnya pelebaran jalan itu. Setelah itu mereka mengisyaratkan betapa tak monolgnya kalau kami tidak menyetujui usul itu. Dan setelah itu mereka mewantu-wanti, kalau tidak bisa dikatakan mengancam(Putu Wijaya, P-26). (18) Kalau saudara-saudara menghambat , menghalang-halangi atau berbuat yang tidak-tidak sehingga pelebaran jalan itu tak dilaksanakan, sesuatu yang buruk akan terjadi(Putu Wijaya, P-28). Sedangkan data (17) dan (18) adalah upaya petugas mengancam warga Gang Gugus Depan agar mau merelakan tanahnya demi pembangunan jalan menuju pabrik tekstil. Ancaman tersebut terliahat pada penggunaan kontruksi Dan setelah itu mereka mewantu-wanti, kalau tidak bisa dikatakan mengancam (17) dan sesuatu yang buruk akan terjadi. Data kekerasan fisik (19) Berbuat yang tidak-tidak apa? Tidak-tidak apa? Kami terjepit diantara kepentingan orang banyak. Belum lagi kami sempat bikin rapat untuk melakukan perundingan ,pelebaran jalan itu sudah dilaksanakan (Putu Wijaya, P-30). (20) TERDENGAR SUARA MESIN MENGERAM (Putu Wijaya, P-31). (21) Tanpa minta ijin lagi, sebuah bulldozer muncul dan menggaruk dua meter wilayah RT kami. Warga kami panic. Jangan!Jangan! Ini tanah kami. Sejak nenek-moyang kami ada disini. Dulu kakek-kakek kami tanahnya lebar,tiap orang punya tegalan dan dua taiga rumah,tapi semua itu sudah dibagi-bagi anak cucu,ada yang sudah dijual. Tapi ini tanah warisan(Putu Wijaya, P-32). (22) Buldozer iu tidak peduli. Mereka terus juang menggaruk. Jangan pak!Jangan! Kalau Bapak ambil dua meter rumah kami tinggal kandang ayam. Kami tidak mau kampung kami dijadikan jalan. Nanti kemana anak-anak kami akan berteduh?(Putu Wijaya, P-33) (23) Jangan-jangan pak kami belum selesai berunding !Kami tidak pernah bilang setuju!Diganti berapapun kami tidak akan mau. Ini harta kami satu-satunya sekarang!(Putu Wijaya, P-34) (24) Jangan pak!(Putu Wijaya, P-35) (25) bulldozer itu terus juga menyeruduk dengan buas. Sopirnya tidak peduli. Dia hanya menjalankan tugas. Akhirnya kami tidak bisa diam saja. Kami semua terpaksa melawan. Saya tidak bisa mencegah warga rame-rame keluar dari rumah. Mereka berdiri didepan bulldozer itu (Putu Wijaya, P-36). Sedangkan data (19), (20), (21), (22),(23), (24) dan (25) suasana kepanikan warga Gang Gugus Depan ketika Buldozer yang diperintah oleh petugas menghancurkan rumah-rumah warga. Upaya pengahancuran paksa yang terlihat pada data tersebut adalah upaya menguasai tanah demi pembangunan jalan yang diminta oleh konglomerat. Hal ini jelas merupakan hegemoni sebagaimana pendapat Max (Kamil, 2002:125) negara pun diperlakukan Marx sebagai institusi sosial yang mengabdi pada kepentingan sistem ekonomi kapitalistik. Sebagai produk kapitalistik, negara merupakan alat kelas atas untuk menjamin kedudukannya dan untuk itu dilakukanlah seperlunya penindasan kepada kelas bawah. E. SIMPULAN Berdasarkan uraian pada subbab hasil dan pembahasan, diperoleh beberapa simpulan sebagai berikut. Pertama, rakyat jelata memahami demokrasi secara sempit, sesuai kebutuhannya: a) demokrasi merupakan alat memperjuangkan kepentingan umum, karenanya pejuang demokrasi adalah seorang pahlawan, b) demokrasi adalah intrumen pemerintahan dan tatanan masyarakat yang sangat bagus, sehingga demokrasi wajib dipertahankan dengan berbagai pengorbanan, c) jika demokrasi tidak menguntungkan maka wajib ditinggalkan. Kedua, pandangan demokrasi dikalangan pemimpin sebagai berikut a) demokrasi menurut pemimpin adalah berkorban untuk kepentingan bersama, b) dalam demokrasi suara terbanyak adalah pemenan, c) dari pandangan ini, masyarakat seharusnya rela dan merelakan kepentingannya demi kepentingan bersama Ketiga, hegemoni pemerintah kepada rakyat/masyarakat dilakukan dengan cara/bernuansa law enforcemant. Perangkat kerja yang digunakan oleh pranata negara (state) melalui lembaga polisi. Hegemoni ini, menurut Karl Max negara diperlakukan sebagai institusi sosial yang mengabdi pada kepentingan sistem ekonomi kapitalistik. Keempat, hegemoni konglomerat kepada rakyat miskin, konglomerat melakukan hegemoni kepada masyarakat kecil dengan menggunakan alat uang (ekonomi) sebagi instrumennya. Kelima, hegemoni dengan cara kekerasan dilakukan oleh konglomerat demi memertahankan ekonominya dengan jalan kekerasan psikologis dan kekerasan fisik. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. “Biografi Karl Max”. Artikel online (http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-karl-max.html) diunduh Mei 2017. ----------. 2011. Teori Hegemoni Artikel online (http://gado-gadosangjurnalis.blogspot.com/2011/09/teori-hegemoni.html) diunduh Mei 2017. ---------. Hegemoni artikel online (http://sinominkata.com/b-hegemoni) diunduh Mei 2017. ----------. Antonio Gramsci artikel online (http://id.wikipedia.org/wiki/Antonio_Gramsci) diunduh Mei 2017 Bungin, Burhan. 2009. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra.Yogyakarya: CAPS Eko. Artikel online (http://www.whanidproject.com/sekilas-mengenai-monolog-monoplay-one-person-show-dan-sandiwara-tunggal/) diunduh Mei 2017. Husnan, Ema, dkk. 1988. Apresiasi Sastra Indonesia. Bandung : Angkasa Jailani. 2015 “Sistem Demokrasi Di Indonesia Ditinjau Dari Sudut Hukum Ketatanegaraan”.Jurnal Inovatif, Volume VIII Nomor I Januari 2015 dimuat dalam (-journal.unja.ac.id/index.php/jimih/article) diunduh 1 Mei 2017 Lawalata, Maryo. 2011. Demokrasi Dan Keadilan (Saling Memerlukan): Untuk Siapa?Makalah online (https://tounusa.wordpress.com/2011/09/02/demokrasi-dan-keadilan-saling-memerlukan-untuk-siapa-oleh-maryo-lawalata/) diunduh 1 Mei 2017. Faruk. 2003. Pengantar Sosiologi Sastra, dari Strukturalime Genetik sampai Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kamil, Sukron. 2002. “Pemikiran Karl Max, Agama sebagai Alienasi Masyarakat Industri suatu Apresiasi dan Kritik”. Jakarta: Jurnal Univ.Paramadina Vol 1 Januari 2002. Restianti, H. 2009. Peningkatan Mutu Pendidik dalam Mengajarkan Drama. Bandung CV. Citra Praya Sarwidi dan Titi Wahyukti. 2013. “Tinjauan Kekerasan Dan Psikologis Pada Novel Tembang Ilalang” .Purwokerto: makalah online (jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/khazanah/article/view/651/643) Saptono. 2010. “Teori Hegemoni Sebuah Teori Kebudayaan Kontemporer”. Artkel online (http://www.isi-dps.ac.id/berita/teori-hegemoni-sebuah-teori-kebudayaan-kontemporer) diunduh tanggal 13 November 2011. Suratman, Maman. 2014. “Konsep Kepemimpinan Ideal di Negara Demokras”i (makalah online:https://mamansuratmanahmad.wordpress.com/2014/09/13/konsep-kepemimpinan-ideal-di-negara-demokrasi/) diunduh 1 Mei 2017 Sobono, Nur Imam.2003. ‘Civil Society”, Patriarki, dan Hegemoni. Civic Vol 1 Agustus 2003. Wijaya, Putu. Demokrasi ( Naskah Drama Monolog). Naskah online (Duniasastra.net) diunduh 1 Mei 2017. Artikel ini telas dimuat dalam blog:https://rasmianmenulis1.blogspot.com/2018/04/makna-demokrasi-bagi-masyarakat.html
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Sepakat Pak, memang Demokrasi bagi masyarakat kecil adalah sebatas mana mereka bisa bertahan hidup dengan keadaan dirinya.. sangat sederhana,