Pada bulan Desember 2001 setelah saya menyerahkan jabatan Komandan Satuan Resimen Mahasiswa “Pasopati” Universitas Negeri Yogyakarta melalui musyawarah kerja, maka saya kembali ke kampung halaman (walaupun pada saat itu, saya juga masih menjadi ketua pengawas KOPMA UNY sampai RAT pada bulan Februari 2002). Pada saat pulang kampung ke kota Indramayu, selain membawa sebuah ijazah, tetapi ada yang tertinggal di kota Yogyakarta, yaitu pacar tercinta (Siti Jariyah). Pada tanggal 31 Desember 2003, diadakan sidang skripsi sekitar 1.5 jam dan saya juga menghadiri sidangnya sebagai wujud perhatian dan mendorong motivasi dalam menghadapi ujian terakhir dan akhirnya Siti Jariyah dinyatakan lulus dari S1 Pendidikan Bahasa Indonesia dan berhak menyandang gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) di belakang namanya.

Pada tanggal 28 Februari 2004, Siti Jariyah di wisuda di gedung Auditorium Universitas Negeri Yogyakarta, tak lupa saya juga hadir pada saat acara wisuda tersebut. Setelah Siti Jariyah di wisuda, orang tua saya menanyakan tindak lanjut dari hubungan saya atau istilahnya “mau dibawah kemana” hubungan saya dengan Siti Jariyah. Akhirnya pada bulan Maret 2004 adalah tahap serius untuk mengimplementasikan keseriusan dari dua insan yang sedang merajut sebuah hubungan ke tahapan kedua setelah komitmen awal untuk menjalani “pacaran” termasuk suka duka melewati “pacaran jarak jauh” selama 2,5 tahun, yang dipisahkan oleh jarak dan waktu antara Indramayu-Jawa Barat dan Gunung kidul-Yogyakarta. Kemudian saya juga menegaskan pada calon mertua yaitu Bapak Hery Ponidi dan Ibu Rukini, tentang keingan dan keseriusan saya untuk melamar Siti Jariyah untuk menjadi istri saya.

Pada saat itu juga saya tegaskan bahwa setelah menikah nantinya, Siti Jariyah akan di bawah pindah ke kota Mangga. Pak Hery (berprofesi sebagai seorang guru SD) dengan arif dan bijaksana menyerahkan semuanya kepada Siti Jariyah yang akan menjalaninnya dan akhirnya Siti Jariyah setelah menikah mau dibawah ke Indramayu dengan syarat “setelah menikah minta dicarikan sekolah untuk mengajar sebagai guru” dan syarat itu saya sanggupi. Pada tahun 2004, saya adalah guru bantu sekolah (GBS) di SMK Muhammdiyah Kandanghaur dan pada waktu itu Wakasek Kurikulum Bapak Yadi Sayadi (yang kebetulan beliau juga guru Bahasa Indonesia), ketika berdiskusi dengan beliau ada jam mata pelajaran Bahasa Indonesia yang butuh guru Bahasa Indonesia, kemudian menghadap ke Bapak kepala sekolah Ir. H. Amir Effendi, M.BA, beliau juga memberikan lampu hijau. Akhirnya syarat yang di ajukan oleh calon istri sudah bisa dipenuhi, tinggal melanjutkan langkah berikutnya yaitu tunangan terlebih dahulu.

Pada pertengah bulan April 2004, disepakati saya tunangan dengan pujaan hati, dengan menggunakan bis umum “Maju Lancar” berangkat dari Indramayu hanya tiga orang saja, yaitu saya, bapak saya dan teman mengajar saya bapak Eko Sutono. Berangkat dari rumah jam 21.00 wib dan sampai terminal Wonosari-Gunung Kidul sekitar jam 05.00 wib. Setelah sarapan dengan menu salah satunya belalang goreng, saya melanjutkan perjalanan ke pasar Kecamatan Semin (perjalanan sekitar 1 jam), kemudian dilanjutkan dengan naik ojeg. Acara tunangan sangat sederhana sekitar 1 jam, diawali dari maksud dan tujuan kelaurga saya datang ke rumah Bapak Hery Ponidi, yang diwakili oleh Pak Eko Sutono, kemudian sambutan menerima lamaran dari keluarga Pak Heri, dilanjutkan dengan pemasangan cincin ke Siti Jariyah oleh saya dan acara tunangan diakhiri dengan makan bersama. Setelah selesai acara tunangannya, sekitar jam 15.00 wib dengan menggunakan bus “Maju Lancar” kami pulang kembali ke Indramayu.

Indramayu, 12 Juli 2020

#Tantangangurusiana Hari ke-69