“Silakan diminum mbak....maas...” Isteri pa kepala dusun mempersilakan tamunya menikmati kopi hitam pekat Lampung, disertai aneka cemilan. Kacang garing, goreng pisang dan aneka kue kering. Alamak! Ini sudah gelas yang ketiga dari rumah yang ketiga. Masih banyak rumah yang harus disambangi. Ini semua dalam rangka silaturahmi di awal Kuliah Kerja Nyata (KKN). Yang jadi masalah bagiku karena tidak pernah minum kopi hitam. Melihat warnanya saja langsung terbayang rasa yang pahit. Walau ditambahkan gula, bagiku itu pasti tetap pahit. Sekarang terpaksa, di dusun Biha, Pesisir Tengah, Lampung Barat, untuk pertama kalinya harus menghabiskan bergelas-gelas kopi hitam.

Begitu keluar dari rumah kepala dusun yang ketiga ini, jalanku tidak ajeg lagi. Agak melayang. Kepala agak berat. Entah tangan siapa yang kutarik dan kupegang erat supaya tidak jatuh. Untungnya yang terdekat adalah rekan puteri. Ah, yang penting masih bisa jalan menuju rumah kadus berikutnya, di seberang sungai.

Benar saja di dusun Paku Negara disuguhi kopi hitam lagi. Juga aneka camilan dan kue-kue khas daerah setempat. Lambung sudah terasa penuh. Mungkin agak kembung karena kopi. Pa kepala dusun paham jika kami para mahasiswa sudah mampir ke banyak tempat. Dengan entengnya beliau mengatakan dalam bahasa Lampung: “Mak ngedo kebo matei ngulam.” Artinya: tidak ada kerbau yang mati mengulam (memamah biak). Alamak! Alamat harus menghabiskan kopi hitam lagi.