Ratna Indah Prihatini

Lahir dan menetap di Kalitidu Bojonegoro, 11 September 1975. Alumni PGSD Universitas Negeri Malang. Tenaga Pendidik di SD Negeri Purwosari I Bojonegoro...

Selengkapnya
Navigasi Web

Menjaga Marwah Pendidikan Melalui Kelas Membatik

Menjaga Marwah Pendidikan Melalui Kelas Membatik

Oleh: Ratna Indah Prihatini,M.Pd

SD Negeri Purwosari I Bojonegoro

A. Latar Belakang

Berdasarkan (UU SISDIKNAS NO.20 TAHUN 2003) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya dan memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Mengembangkan potensi peserta didik merupakan tanggung jawab bersama. Tanggung jawab itu terletak pada tiga ekosistem, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keluarga, sekolah, dan masyarakat adalah ekosistem pendidikan yang harus bersinergi. Tri pusat pendidikan inilah yang membawa peranan penting dalam tumbuh kembang seorang peserta didik.

Berbicara mengenai tanggung jawab pendidikan yang diantaranya berada di sekolah, salah satunya berada di sekolah dasar. Sekolah Dasar (SD) merupakan lembaga pendidikan pertama yang memegang peran penting dalam dunia pendidikan guna memberikan dasar terhadap tingkat pendidikan selanjutnya, sehingga keberhasilan pendidikan dasar di SD merupakan tonggak tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, pengelolaan pendidikan dan penanganan pendidikan dasar yang memadai demi peningkatan mutu pendidikan sangat diperlukan. Sekolah dasar menjadi sentral dan lingkungan sekitar dijadikan sumber-sumber belajar.

Pendidikan terintegrasi dalam tiga kegiatan yakni melalui kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Kegiatan intrakurikuler merupakan kegiatan yang mempelajari mata pelajaran umum untuk memenuhi kurikulum. Sementara kegiatan kokurikuler adalah kegiatan untuk memperdalam kompetensi dasar pada kurikulum. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan untuk mengasah bakat dan minat anak serta keagamaan. Ketiga kegiatan tersebut tentunya tidak meninggalkan nilai-nilai utama karakter. Nilai-nilai karakter itu dicanangkan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dalam Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam websitenya di www.kemdikbud.go.id mencanangkan nilai utama karakter yang menjadi prioritas PPK, diantaranya: Religius, Nasionalis, Mandiri, Integritas, dan Gotong-Royong. Kelima karakter itu merupakan prioritas PPK untuk menuju generasi emas yaitu pada tahun 2045. Diharapkan generasi emas adalah generasi yang cerdas berkarakter.

Berbicara mengenai karakter kita tidak dapat lepas dari kurikulum baru yaitu kurikulum 2013. Seperti kita ketahui, mulai tahun pelajaran 2013/2014, pemerintah memberlakukan kurikulum 2013 yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2006. Dalam kajian penulis ada beberapa hal yang menjadi perbedaan dengan diterapkannya kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya. Perbedaan itu ditinjau dari segi kompetensi lulusan, kurikulum 2013 lebih menekankan pada karakter peserta didik yang mulia dan memiliki keterampilan serta pengetahuan yang relevan. Tidak cukup sampai pada kompetensi lulusan, dari segi materi pembelajaran lebih relevan dan sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Hal ini dapat dilihat pada kompetensi dasar-kompetensi dasar yang dapat dikuasai oleh peserta didik. Pada proses pembelajaran berpusat pada peserta didik (student centered active learning) dan sifat pembelajarannya kontekstual. Dalam penilaian menekankan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Seiring dengan diberlakukannya kurikulum 2013 yang hampir enam tahun berjalan, ada satu kajian yang menurut penulis belum terjadi integrasi yang baik antara berjalannya proses pembelajaran dengan hasil/output pembelajaran yakni tentang karakter peserta didik. Menurut penulis karakter itu adalah belum terbentuknya karakter nasionalis pada peserta didik. Nasionalis menurut peserta didik di SD hanya sekedar mengikuti upacara bendera yang dilaksanakan tiap Hari Senin. Untuk itulah perlu diadakan sebuah kegiatan sekolah yang dapat meeperdalam kompetensi dasar pada kurikulum yang mendukung jiwa/karakter nasionalis peserta didik. Kegiatan yang mendukung itu menurut penulis adalah kegiatan kokurikuler berupa kelas membatik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang diangkat sebagai permasalahan adalah:

“Bagaimana kegiatan kokurikuler kelas membatik dapat meningkatkan karakter nasionalis pada peserta didik di Sekolah Dasar?”

C. Sebab Akibat

Tidak dipungkiri bahwa antusianisme penonton saat tim sepak bola kita “Garuda Indonesia” bertanding melawan negara tetangga seperti Malasyia atau Thailand penontonnya membludak. Masyarakat kita berlomba-lomba membeli tiket pertandingan untuk sekedar menyaksikan dan memberikan dukungan kepada tim kesayangan mereka. Demikian juga ketika budaya kita diklaim oleh negara tetangga, masyarakat kita langsung bereaksi keras mengecam atas tindakan negara tetangga yang mengkalim tersebut. Bagi kebanyakan masyarakat kita, mereka beranggapan bahwa banyaknya penonton yang mendukung tim kesayangan Indonesia dan reaksi keras atas tindakan mengklaim budaya kita merupakan contoh nyata tindakan nasionalisme. Hal tersebut tidak serta merta dapat disalahkan. Namun nasionalisme tidak cukup dipandang dari sisi berapa banyaknya jumlah penonton sebuah pertandingan ataupun tindakan mengecam atas reaksi yang terjadi. Toh yang terjadi di luar sana saat klub/tim kesayangan mereka mengalami kekalahan, banyak masyarakat kita menyelesaikannya dengan perkelahian atau merusak tempat-tempat umum? Apakah ini dapat dikatakan sebagai tindakan nasionalis? Tentu saja jawabannya tidak! Justru itu menandakan pudar/lunturnya karakter nasionalis masyarakat kita.

Lunturnya karakter nasionalis ini sedikit banyak juga sudah terjadi pada peserta didik yang masih bersekolah di Sekolah Dasar (SD). Hal itu tergambarkan dari banyaknya peserta didik yang masih suka berkelahi karena hal sepele, mengikuti upacara tidak khidmat, tidak menempatkan kepentingan bersama saat berdiskusi (merasa salah satu anggota paling benar pendapatnya), melanggar peraturan sekolah, kurang menjaga kebersihan lingkungan sekolah, dan tentunya tindakan kurang disiplin saat di sekolah.

Lunturnya karakter-karakter di atas disebabkan oleh berbagai hal. Penyebab itu diantaranya adalah: kurang keteladanan dari orang tua di rumah, kurangnya keteladanan pendidik saat di sekolah, pengaruh lingkungan yang kurang mendukung serta pengaruh media komunikasi elektronik yang luar biasa dampaknya seperti gadget atau pertelevisian.

Sebuah contoh kurangnya keteladanan dari orang tua pada peserta didik terjadi saat di rumah seperti ketika mendiskusikan suatu masalah keluarga untuk mencari solusi orang tua selalu beranggapan apa yang dikatakannya adalah paling benar. Keputusan yang diambil harus berdasar keputusan orang tua yang notabene bukan untuk kepentingan bersama. Selain hal itu tindakan seperti membelikan barang atau benda pada anak-anaknya lebih menyukai produk luar negeri, barang import agar terkesan mendapat pengakuan dari masyarakat bahwa mereka adalah keluarga modern dan hanya sekedar ingin mendapatkan label “orang kaya/mampu”. Padahal produk-produk dalam negeri tidak kalah hebat dari produk negara lain. Dari tindakan-tindakan di atas akhirnya menjadikan anak-anak mereka menjadi pribadi yang konsumtif dan menjadi generasi yang tidak mencintai produk dalam negeri.

Kurangnya keteladanan pun terjadi di sekolah. Sebagai contoh masih banyaknya guru yang datang terlambat datang ke sekolah yang tentunya juga berdampak terlambatnya guru datang ke kelas untuk mendidik dan mengajar. Kurangnya kedisiplinan para guru dan tidak adanya sanksi bagi mereka inilah secara tidak langsung dilihat dan dibaca peserta didik kita. Peserta didik kita tentunya berasumsi “ kalau guru kita berbuat kesalahan dan tidak ada hukuman, mengapa kita tidak meniru mereka? Toh, aman-aman saja!” tidak berhenti hanya pada contoh tersebut. Hal lain yang menunjukkan lunturnya karakter nasionalis pada guru-guru adalah sikap mereka saat upacara bendera baik setiap Hari Senin maupun dalam rangka memperingati hari-hari besar nasional. Di sekolah ketika dilaksanakan upacara bendera Hari Senin para guru juga masih banyak yang datang terlambat datang untuk mengikutinya. Bahkan ketika berjalannya upacara bendera mereka asyik mengobrol dengan sesama teman guru. Dalam memperingati hari-hari besar nasionalpun para guru lebih memilih untuk duduk di bawah pohon rindang bahkan kalau memungkinkan mereka lebih menikmatinya di warung dari pada mengikuti upacara. Tindakan-tindakan guru seperti inilah yang akhirnya juga ditiru oleh peserta didik mereka.

Kita tidak bisa lepas dari gadget maupun media televisi yang memberikan banyak informasi pada masyarakat. Namun gadget maupun pertelevisian turut andil sebagai penyebab lunturnya karakter nasionalis. Banyak tontonan yang kurang mendidik di dunia pertelevisian kita. Dunia pertelevisian kita banyak menghadirkan tontonan budaya kebarat-baratan, sinetron, dan gosip yang syarat dengan penipuan dari pada menghadirkan tontonan seperti film-film bertema kepahlawanan. Tontonan-tontonan tersebut dengan mudahnya ditiru oleh peserta didik kita. Mereka merasa bangga dengan budaya bangsa lain. Mulai dari model pakaian, rambut, demam lagu-lagu korea. Salah satu indikasi tersebut karena kurangnya pendampingan orang tua terhadap anak-anaknya dalam menggunakan gadget dan menonton televisi. Bahkan tanpa disadari orang tua, apa yang ditonton mereka juga di tonton anak-anak mereka. Pada akhirnya anak-anak menjadi korban dari kedua hal tersebut. Anak-anak dengan mudah meniru apa yang terjadi di medsos dan televisi karena bagi merea apa yang dihadirkan di medsos atau pertelevisian adalah sebuah pembenaran.

D. Solusi

Kata karakter secara etimologi berasal dari kata Yunani, “charassein”,yang berarti mengukir sehingga terbentuk sebuah pola. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi elektronik (2008) pengertian karakter adalah tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Pendapat yang sama disampaikan Kamisa (1997:281), karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) nasionalis adalah pencinta nusa dan bangsa sendiri atau orang yang memperjuangkan kepentingan bangsanya.

Menanamkan karakter nasionalis pada peserta didik di Sekolah Dasar (SD) dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya melalui kegiatan kokurikuler. Kegiatan kokurikuler merupakan kegiatan untuk memperdalam materi pelajaran yang telah dipelajari. Kegiatan ini dapat dilaksanakan secara individu maupun kelompok. Salah satu cara dalam menanamkan jiwa nasionalis adalah dengan cara kegiatan kokurikuler berupa kelas membatik. Kegiatan tersebut dapat dilaksanakan setelah kegiatan intrakurikuler. Kelas membatik dapat diterapkan mulai dari kelas 4-6 dengan jadwal bergiliran.

Kelas membatik adalah sebuah kegiatan yang dilaksanakan dalam satu kelas dalam bidang seni menggambar yang dituangkan pada kain atau kertas polos dengan menggunakan lilin atau malam. Alat dan bahan yang digunakan antara lain : canting, malam, kain, anglo (kompor jawa), dan wajan. Peserta didik dapat menggambar motif apapun yang mereka senangi. Motif dapat berupa tumbuhan, hewan atau sumber daya alam yang dimiliki daerahnya sendiri. Kegiatan kokurikuler membatik diharapkan dapat menjadikan peserta didik familiar dengan proses membatik dan lebih mengenal keanekaragaman motif batik nusantara. Selain itu diharapkan peserta didik akan mencintai produk-produk dalam negeri. Melalui kegiatan kelas membatik inilah marwah pendidikan tetap terjaga dan kebudayaan kita lebih meningkat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post