BENARKAH HANYA PIKI YANG MEMBUAT GURU MALAS NAIK PANGKAT?
#TANTANGAN MENULIS HARI KE _24
Kebetulan sekali ingin menulis yang idenya dapat tadi siang saat teman-teman sibuk mengurusi berkas-berkas kenaikan pangkatnya, begitu bersemangat dan pantang menyerah. Ditambah beberapa hari ini penulis favorit saya ibu Riful Hamidah, M.Pd juga giat menayangkan tulisan dengan tema kenaikan pangkat di Gurusiana maupun MGI diantaranya Surat Cinta Untuk Guru Yang Tak dirindukan (3 September 2020), Guru Lama Tidak Naik Pangkat, Salah Siapa (2 September 2020), Stop Kecurangan Dalam Urusan Kenaikan Pangkat (1 Agustus 2020), Cara Memperbaiki Kesalahan Usulan Kenaikan Pangkat (30 Agustus 2020), Kesalahan-Kesalahan Dalam Usulan Kenaikan Pangkat Bagi Guru (29 Agustus 2020), Cara Jitu Menata Berkas Usulan Kenaikan Pangkat (28 Agustus 2020) dan Banyak Berkas Tapi Kenaikan Pangkat Kandas (4 September 2020). Yang isinya semuanya relevan dan terjadi di lapangan, bahkan ada teman yang malas tidak mengurusi kenaikan pangkatnya sampai belasan tahun. Dengan alasan rata-rata sama, yaitu masalah PIKI (Publikasi Ilmiah dan Karya Inovatif).
Namun benarkah hanya PIKI (publikasi ilmiah dan karya inovatif) saja alasannya, ternyata tidak. Salah satu yang urgen adalah tidak adanya tim yang mengurusi kenaikan pangkat di sekolah tersebut. Guru yang masih awam cara penghitungan Dupak (Daftar Usul Penetapan Angka Kredit), mau tanya juga bingung ke siapa, misalpun ada, kadang orang tersebut tanggapannya juga kurang bagus, slow respon alias ogah-ogahan. Pelit berbagi ilmu, apalagi dengan ikhlas mengajari temannya. Kemudian yang kedua untuk piagam atau sertifikat pengembangan diri juga tidak mudah mendapatkannya. Tidak semua guru mendapatkan kesempatan untuk mengikuti KKG, MGMP ataupun workshop, pelatihan yang diselenggarakan Dinas dan sejenisnya. Kalaupun ada pelatihan mandiri terbentur biaya peserta yang tinggi. Guru harus merogoh kocek dalam-dalam untuk mengikuti pelatihan tersebut. Belum lagi jumlah jam di piagam tidak sesuai atau bahkan kurang dengan kriteria minimal 32 jam.
Yang ketiga, kurangnya pemahaman guru tentang prosedur kenaikan pangkat yang benar, mana berkas atau persyaratan yang harus disiapkan terlebih dahulu, wira wiri ke dinas legalisir, fotocopy, mencari arsip surat-surat di TU, di rumah, bahkan meminta tanda-tangan Kepala Sekolah lama untuk PTKnya dan lebih parah jika semua berkas disiapkan kalau mau naik pangkat saja. Pasti lebih ngos-ngosan prosesnya. Begitu berkas masuk dan mendapatkan balasan surat TMS (surat cinta versi bu Riful) maka jangan disalahkan jika ada yang langsung down bahkan mbrebes mili karena gagal, gagal move on hingga pasrah tidak mau mengurusinya lagi. Akhirnya memakai jurus pamungkas yaitu sabar, sebentar lagi sudah mau pensiun. Salam literasi
Plaosan, 4 September 2020

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Wah, repot yah Bund. Secara aku mah guru honorer. Sukses selalu dan barakallahu fiik
Saya juga bukan guru negeri bu tapi luar negeri alias guru tetap yayasan tapi tetap bersyukur bun yang penting berkah dan hidup kita bermanfaat.
Betul repot, berat, dan dialami hampir semua guru, guru honorer hanya sebutan saja bun Siti Ropiah tp kompetensi tdk kalah bahkan melampaui yg sdh PNS, semangaat barakallah
Betul repot, berat, dan dialami hampir semua guru, guru honorer hanya sebutan saja bun Siti Ropiah tp kompetensi tdk kalah bahkan melampaui yg sdh PNS, semangaat barakallah
Betul sekali Bun,ini banyak kita temukan
Trima kasih telah berkenan hadir bapak, salam literasi
Benar sekali bu. Saya merasakan waktu naik pangkat IVb. Repot banget. Buat PTK dan harus dinilaikan, perbaikan, dll semua dikerjakan sendiri. Mondar-mandir ke dinas, dll..Semangat ya bu...
Wahhh keren bun sdh IV b ayoo kejar IV c nya semangaaat
Semoga lancar....sy sudah 6 tahun belum maju lagi.... Salam sukses
Hehe ayo semangat bapak, kejar sampai dapat
Tulisannya bagus bunda masalah yg dihadapi guru ttg kenaikan pangkat .mg benar adanya...sukses sll nggih
Matur nuwun mb Titik, salam literasi dan sukses selalu
Tulisan Bu Ratna hari ini sangat nendang...dan saya di dalamnya. semoga ide untuk zoom masalah ini bisa terlaksana
Trima kasih pak Agus, nendang dengan mantab krn mmg benar2 bikin pusing 10 keliling haha, siap laksanakan semoga Senin tdk ada halangan buat zoom menghitung dupak
IV A saya mandeg 12 tahun bunda.Analisis jenengan benar adanya
Baru 12 tahun bapak, tmn saya 18 tahun mau pensiun gak diurus2 hehe, ayo semangaaat kejar IV b nya
Sedih membaca tulisan ini...Mugo mugo para guru memiliki kesabaran dan kecerdasan yang ekstra. Bagus sekali bu Ratna hari ini. Keren lah pokokmen.
Matur nuwun bunda yg baik hati dan tdk sombong, alhamdulillah krn mmg terjadi di sekitar kita hehe, semangaat mengajarnya lets go...
Ikut mumet saya bunda..
Iyaap betul mb Rurin, mumet, kasihan, abis banyak, belum tentu lolos haha, enak dlu otomatis naik
Saya juga waktunya naik.pangkat.. Tapi masih maju mundur bu...
Hehe maju mundur cantik kaya syahrini gitu