LARUNG TUMPENG DI TELAGA SARANGAN (Bagian 1)
#TANTANGAN MENULIS HARI KE _20
#MAGETAN BEAUTY OF JAVA_8
Terima kasih bapak Agus Amirudin yang telah memperhatikan tulisan saya mengenai Kabupaten Magetan. Beliau menuliskan komentar, Bu Ratna layak mendapatkan apresiasi dari Pemkab Magetan, karena sudah memasarkan produk-produk unggulan Magetan. Terus terang kaget dan senang ternyata menulis tentang Magetan mendapatkan banyak pujian. Jadi ide untuk tantangan guru 30 hari masih segudang (emoticon senyum)…maaf. Walaupun ketika menyusunnya menjadi kalimat butuh waktu, konsentrasi dan referensi, setelah jadi artikel dibaca lagi beberapa kali baru berani menayangkannya. Untuk ide kali ini penulis akan membuat reportase tentang Larung Tumpeng Di Telaga Sarangan, selamat membaca.
Tradisi Larung Tumpeng (Labuh sesaji) di Telaga Sarangan merupakan salah satu tradisi budaya di Magetan , Jawa Timur. Tradisi tahunan ini diadakan pada setiap Bulan Ruwah (Jawa), hari Jum’at Pon dengan prosesi utama Larung Tumpeng (Labuh Sesaji) ke Telaga Sarangan, yang terletak di desa Sarangan Kecamatan Plaosan. Tujuan tradisi larung tumpeng ini sebagai ucapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan keberkahan dan rejeki yang berlimpah pada masyarakat Magetan khususnya penduduk Sarangan. Tradisi Larung Tumpeng yang diadakan satu tahun sekali ini ternyata membawa dampak positif dan negatif bagi masyarakat di desa Sarangan.
Dampak positif diantaranya tradisi ini umtuk melestarikan budaya atau kearifan lokal di Magetan, mengenalkan generasi muda tentang warisan budaya leluhur yang adiluhung, sebagai pembelajaran karakter atau budi pekerti peduli, cinta alam dan lingkungan. Sedangkan dari segi wisata tradisi Larung tumpeng atau labuh sesaji dapat meningkatkan pendapatan masyarakat melalui wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang berkunjung. Mulai retribusi karcis masuk lokasi telaga, parkir, penginapan,hotel, penyewaan perahu, kuda, penjual makanan dan minuman, dan masih banyak lagi.
Sedangkan dampak negatifnya antara lain masyarakat yang kurang memahami tradisi Larung Tumpeng dikhawatirkan mencampuradukkan keyakinan agama dengan adat, sehingga nilai-nilai agama akan memudar atau sirik. Tapi seiring perkembangan jaman, sebagian besar masyarakat sudah sadar bahwa larung tersebut hanya sebagai perwujudan rasa syukur saja. Dan tidak kalah pentingnya para wisatawan yang menyaksikan larung tumpeng itu sebagai ajang selfie, foto-foto dan refreshing bersama keluarga maupun teman. Kemudian diupload di sosial media masing-masing, dengan bangga sudah melihat prosesi larung tumpeng tersebut.
Bersambung… (Plaosan, 31 Agustus 2020)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Lanjutkan. Magetan memang ngangenin
Bangga jadi orang Magetan bu Riful hehe
wah bersambung toh? Keren... ditunggu lanjutannya
Siaap ibu, selamat pagi, salam literasi
Ide ini dikemas naratif sugestif akan mantul banget Bh Ratna.
Bu Ratna (Rev)
Siaap ibu Nurul , trima kasih masukannya, smoga tulisan yg akan dtg bs lbh baik lg, salam
Mantap...tapis ekarang pandemi..gimana larung sesaji disarangan tuh...eh, terus mana cerber horornya wkwk
Larung sesajinya pakai daring, zoom, wisatawan menyaksikan lwt youtube hihi.. Ampuuun sdh mencoba tp lama2 takut sendiri
Terus Semangat berkarya Bu Ratna....
Spesialis berita Magetan nih..sukses selalu salam hujan buku
Asiaaap adik dua, sukses buat tim hujan buku Magetan