MBAH JOYO PENJAGA MALAM BALAI PERTANIAN (Bagian ke 1)

#TANTANGAN MENULIS HARI KE _29
Mbah Joyo seorang laki-laki tua berusia hampir 80 tahun, berprofesi sebagai penjaga malam di sebuah kantor pertanian, yang kebetulan dua rumah dinasnya (mengapit kantor) ditempati oleh keluarga pak Joko dan pak Marto. Mbah Joyo sebenarnya sudah tidak layak menjadi penjaga malam, dan disuruh mengundurkan diri dengan alasan kesehatan juga angin malam tidak baik untuk orang sepuh. Tapi beliau sangat bersemangat dan tak pernah takut, walaupun badannya kurus, berperawakan kecil, keriput menghiasi sana sini. Bahkan anak-anaknya juga melarang, tapi karena saking cinta dan tanggung jawabnya mbah Joyo setiap malam tidak pernah absen datang ke kantor pertanian.
Tempat pos mbah Joyo tepat di depan kantor, sebuah lincak bambu, yang kalau pagi di geser supaya tidak menghalangi jalan. Dengan bekal termos kecil berisi kopi, senter dan sarung kusam, tak lupa rokok dari kulit jagung (klobot isi mbako/ lintingan dhewe) buatan sendiri setia menemani. Kantor pertanian berdiri di tengah lahan seluas dua hektar yang bangunannya terdiri dari kantor, gudang dan dua rumah dinas, sisanya adalah persawahan dan kebun jeruk. Jalan menuju ke desa di sebelah kantor penuh tanaman pohon asam Jawa yang usianya sudah puluhan bahkan ratusan tahun. Cukup seram apalagi malam hari karena listrik memang belum ada kala itu.
Pada waktu marak penembakan misterius, pernah ada mayat yang disandarkan di salah satu pohon asam tersebut. Kami yang waktu itu masih sekolah dasar beramai-ramai melihatnya, tubuhnya yang sudah kaku menjadi tontonan orang yang lewat. Wajah mayat tersebut kadang masih terbayang-bayang hingga sekarang. Setiap malam Minggu aku dan adikku juga tiga anaknya pak Joko (Johan, Deny dan Wiwit) menemani mbah Joyo ronda, maklum tahun ’80 an televisi masih barang langka, dan menghidupkannya memakai Aki, tentu saja ayah ibu selalu berhemat supaya tidak boros. Suasana malam yang sepi, gelap hanya pendar lampu petromak dan suara serangga malam seperti melodi yang syahdu
“Mbah kalau jaga malam pernah melihat hantu tidak.” Tiba-tiba adikku bertanya, membuat kami berlima merinding. “Tidak pernah, tapi kalau malam-malam ada orang tanya jalan menuju desa Bibis sering, biasanya wanita cantik atau orang hitam tinggi besar.” Jawab mbah Joyo kalem, sambil meniupkan asap rokoknya dengan nikmat. “Orangnya bagaimana mbah?” Tanyaku penasaran. “Biasanya pakai kebaya, rambutnya panjang disanggul, kadang mbah dikasih makanan juga.” Jawaban mbah Joyo sukses membuat kami penasaran, itu manusia atau hantu. Karena memang masa itu orang memakai kebaya masih banyak, bahkan ibu kami kalau pertemuan PKK dan Dharma Wanita masih memakainya.
“Biasanya orangnya muncul dari jalan desa itu, dekat pohon asam, tapi tidak tiap malam, hanya malam Jumat atau Selasa Kliwon saja, baunya harum, semerbak bunga melati, lha itu dia yang dirasani sudah muncul.” Tunjuk mbah Joyo kearah rimbunan pohon asam, kami berlima menahan nafas, dan takut-takut mengikuti arah jari telunjuk mbah Joyo. “Lha itu kan Lik Sumi ledhek (sinden yang fasih lagu-lagu Jawa).” Sahut Johan, heran kok Lik Sumi sendirian, biasanya Bersama rombongannya pak Bardi tukang siter dan mbah karmo tukang kendang. Biasanya mereka keliling desa menjajakan keahliannya, walau kadang semalaman tidak ada yang menanggapnya, mereka tetap semangat.
“Darimana, mau kemana Lik?’ Sapa Johan, yang ditanya tersenyum memperlihatkan riasan wajahnya yang penuh bedak tebal, dan gincu merah menyala. “Mau ke desa sebelah mas, tapi tadi Lik Sum kelamaan dandannya jadi ditinggal sama kang Bardi dan mbah Karmo.” “Ini mau minta tolong mbah Joyo mengantar Sumi, mau yam bah, Sumi minta tolong.” Kata Sumi sambil menarik lengan mbah Joyo. Seperti kerbau dicocok hidungnya, mbah Joyo pergi Bersama Sumi begitu saja, tanpa berpamitan pada kami. Kami berlima melongo melihat mbah Joyo dan Lik Sumi pergi begitu saja, sayup-sayup wangi melati dan tembang lingsir wengi terdengar.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Asli, keren tulisannya dik...
Cerita yg bagus. Emm, ada beverapa tipo ya say... Aki = aki; huruf "t" pd kt "Tanyaku" hrsnya huruf kecil (Orangnya bagaimana mbah? tanyaku penasaran.) Kmd kalimat majemuk berikut msh rancu antara anak kalinat/ induk kalimat (Biasanya orangnya muncul dari jalan desa itu, dekat pohon asam, tapi tidak tiap malam, hanya malam Jumat atau Selasa Kliwon saja, baunya harum, semerbak bunga melati, lha itu dia yang dirasani sudah muncul. ) . Semangat terus berkarya...
Alhamdulillah trima kasih, sudah berkenan memberikan masukan, wawasan, siaap akan belajar lbh banyak lg bun, salam
Serem tapi keren.Suksws ya
Hehe trima kasih, aamiin
Serem tapi keren bu....salam literasi
Trima kasih, salam kembali bu Yasni
wow..suka horor juga nih he..he.., kisah mbah joyo penjaga malam...sst mba sumi itu...hatihati lho..ada aroma menyan he..he..
Kapan2 buat cerita romantis gita cinta dari SMASA haha, menyan sdh biasa ganti aroma kopi saja hehe
Keren Bu Ratna. Semangat berliterasi, semoga sukses selalu. Amin.
Trima kasih bpk barakallah smoga sukses slalu
Keren Bu ratna. Semangat berliterasi, semoga sukses selalu. Amin.
Trima kasih alhamdulillah, aamiin sukses juga buat bapak
ceritanya bagus sekali. serasa ada di tempat kejadian. semoga ada lanjutannya.
Trima kasih alhamdulillah kalau berkenan
Keren kak, lanjutkan..salam sukses terus
Siap komandan laksanakan