MBAH JOYO PENJAGA MALAM BALAI PERTANIAN (Bagian ke 3)

#TANTANGAN MENULIS HARI KE _31
Pak Bardi langsung mengajak Lik Sumi dan Mbah Karmo berangkat ke tanggapan, padahal sebenarnya itu hanya alasan supaya anak-anak tidak ketakutan. Sebenarnya dalam hati khawatir dan takut jika terjadi sesuatu pada mbah Joyo. Mbah Joyo adalah kakak almarhum ibunya, sebagai keponakan tentu saja merasa wajib mencari kemana perginya. Pak Bardi dengan cepat mengayuh sepeda onthel tidak perduli sedang memboncengkan Lik Sumi. Dengan tujuan segera menyusul Mbah Joyo, orang sudah tua apalagi jalan kaki pasti belum jauh dari kantor pertanian. Lik Sumi yang dibonceng miring karena pakai jarit berteriak. “Kang, kok buanter ada apa to, jatuh nanti aku.” “Sepedamu sudah tua, bokrak…rusak nanti..” Tapi Pak Bardi tidak mendengar pikirannya hanya segera menemukan Mbah Joyo.
Mbah karmo juga ikut-ikutan ngebut, mungkin sudah tanggap pada keadaan atau naluri beliau yang mengatakan ada sesuatu. Jalanan tahun 80 an belum semua beraspal seperti sekarang, masih tanah, atau makadam, rumah-rumah penduduk juga jarang, misal ada jaraknya juga berjauhan. Sepanjang jalan adalah kebun kosong, persawahan, kadang melewati rumpun bambu yang lebat. Suasana gelap karena belum ada listrik, untung saja sedang bulan purnama jadi bisa melihat jalan dengan baik. Tidak perlu menyalakan lampu sepeda atau senter.
Tiba-tiba di depan serumpun bambu, nampak bayangan orang sedang berjalan, dengan segera Pak Bardi menghampiri. “Alhamdulillah…Mbah…kok di sini mau kemana.” Yang dipanggil menoleh, dheg…ternyata bukan. Tapi seorang laki-laki tinggi besar, berpakaian compang camping, berambut gimbal matanya melotot, “Hantuuuuu…” teriak Pak Bardi dan Mbah Karmo berbarengan sambil melompat meninggalkan sepedanya masing-masing. Mereka lupa kendang dan siternya yang penting lari. Bahkan Lik Sumi yang sedang membetulkan jariknya tidak dihiraukan lagi. “Woiii Mbah…Kang kok lari kenapa..” teriakan Lik Sumi sambil menoleh ke orang di sebelahnya. “Kang, tadi temanku pada lari ada apa ya.” tanya Lik Sumi polos.
Maklum saja Lik Sumi orangnya telat mikir, agak bodoh karena orang tuanya tidak mampu, sekolah SD saja cukup tidak perlu melanjutkan lagi. “Tadi aku kaget tiba-tiba disapa, makanya mataku melotot, terus melihat penampilanku kaya gendruwo begini dipikirnya aku hantu, hahaha...” jawab orang aneh itu sambil tertawa. “Loo lha sampeyan itu siapa, malam-malam kok jalan sendirian, bajunya jelek begitu?” tanya Lik Sumi. “aku baru pulang mengemis dari kota Yu, ya penampilanku harus begini, tuntutan profesi.” “Apa to kok malah ngomong trembesi..gak ngerti aku kang.” sahut Lik Sumi bingung.
Sementara Pak Bardi dan Mbah Karmo yang balapan lari akhirnya sadar kalau Lik Sumi ketinggalan, dengan nafas ngos-ngosan, keringat bercucuran terpaksa berhenti. “Lha gimana ini, kok Lik Sumi tadi gak di ajak lari ya Mbah.” “Aku takuut Di, tahu begitu tadi tidak usah disapa hantunya.” jawab Mbah Karmo sambil menangis. “Maaf Mbah aku kepikiran Mbah Joyo, aku pikir beliau ternyata bukan, sudah jangan menangis malu sudah mbah-mbah.” hibur Pak Bardi, dalam hati menyesal kenapa gegabah lari begitu saja. “Lha terus sepeda, kendang sama siternya bagaimana ini?” “Kita harus balik lagi Mbah kasihan Lik Sumi, sama ambil sepedanya” bujuk Pak Bardi. Akhirnya dengan terpaksa mereka berdua kembali ke tempat Lik Sumi ditinggalkan.
Bersambung
Magetan, 11 September 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
wkwkwkw....
membacanya benar-benar menjiwai, alhamdulillah bisa menghibur hehe
Oaaallaaah...bapak2 kok penakut kalah sama lek sumi
Ibu-ibu kalau takut biasanya agak telat krn masih membetulkan riasannya hehe
Haa...malam- malam ketawa sendiri saya bu...oalah pak Badri...kasihan lek sumi
Saya yang nulis juga tertawa, kdg pas dapat ide seram saya takut menulis, akhirnya ditengah cerita alur saya belokan, hehe
wow...lhah. siapa yang ngurusi semua kendang, sitter dan sepedanya? diambil hantu ntar he..he....lanjut
Siaap boskuh, siap melanjutkan haha
Semangat berliterasi, sukses selalu.
trima kasih pak Edi, salam hormat siaap laksanakan
Keren kak..lanjutkan
makasih adik sudah rajin berkunjung ke kakak