Mengisi Kampung Tengah
Bel tanda istirahat berbunyi. Para siswa berhamburan keluar kelas, menuju kantin untuk mengisi perut mereka yang keroncongan. Beberapa dari mereka sebaliknya, berjalan santai menuju taman atau perpustakaan karena mereka telah sarapan sebelum pergi sekolah. Begitu juga para guru, berjalan ke kantor atau kekantin untuk mengisi kampung tengah alias perut.
Akupun bergegas ke ruang majelis guru untuk beristirahat dan makan siang, menambah energi untuk mengajar di kelas berikutnya. Aku memilih membawa bekal sendiri karena segan berebut dengan siswa untuk memesan menu. Kalau dipesanpun akan menghabiskan waktu lama, sementara perut sudah keronjongan, laparrr.
Kali ini aku membawa bekal pario atau paria goreng ikan tamban memakai cabe ijo dan ayam gulai jengkol. Ku tata di meja kosong yang ada di ruang majelis guru itu,
berikut nasi, piring dan sendok yang kuambil dari dapur sekolah, agar teman - guru tidak segan mengambil menuku hari ini.
"Ayo teman - teman silahkan dimakan" ajakku. Ada ibu Eve, ibu Dwilfi, ibu deka dan ibu Dila datang merapat, sementara aku telah mengambil sepiring nasi dan kembali ketempat dudukku.
" Hmmmm.... Lezatnya Uni, jengkolnya kamek ( legit)" puji buk Deka dan mengambil posisi didekatku dengan nasi dan menu yang lengkap
" Iya bu Rat, enak, pakai rawit ya? Tanya bu Arta, juga sambil membawa sepiring nasi dan berjalan mengambil tempat duduknya
" Makasi sedekah nasinya ya Uni" ujar bu Neneng, pegawai TU yang hari Jum'at ini ikut menikmati hasil kerajinanku.
"Rajinnya bu Rat" kata ibu Desi
"Iya bu Ratna memang rajin memasak" ujar bu Nini menimpali
"Kok tahu" tanyaku
"Kan kita tetangga" jawab nya dan duduk di mejanya yang berada di belakangku.
Sementara yang lain hanya mengambil nasi atau lauknya saja atau menikmati bekal yang mereka bawa dari rumah masing - masing.
Cukup sering kejadian seperti ini terjadi, ada teman guru yang rajin membawa, seperti bu Sosli yang sering sedekah lontong, kerupuk kuah atau kolak pisang kalau lagi panen di kebunnya. Ibu Dwilfi, yang suka bawa puding dan randang daun, masakan favoritenya, dan juga bu Eva, walaupun tinggal di kota terap bisa membawa hasil berkebun ayahnya. Nama buahnya adalah "buah kota"
Ada kenikmatan tersendiri mengadakan makan bersama dengan teman sekerja. Hubungan persaudaraan menjadi dekat dan harmonis.
Dapat memberi sedikit yang kita punya pada orang lain, memberikan rasa senang dan kepuasan tersendiri.
Mudah - mudahan Allah mencatatnya sebagai ibadah. Memurahkan rezeki dan meanugrahkan kita kesehatan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantul...
Biasonyo kalau kampuang tangah sudah diisi urek Mato mangandua....hehe
Haaa haaaIyoBatua banaTerima kasih sudah hadir