R. ENENG SITI HAJAR

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Cerpen

Cerpen

Lukisan Bernyawa

Hari Rabu tanggal 12 Juli 2017. Tak ada yang aneh ataupun istimewa pada hari dan tanggal tersebut. Aku hanya punya janji dengan teman-teman untuk berkumpul bertemu selepas lebaran idul fitri dan mumpung masih ada waktu liburan.

Tepat hari dan tanggal yang disepakati bersama untuk silaturahiim diantara kami tiba. Berkumpullah kami bertujuh orang, Budhi, Desi, Rika, Mega, Anna, Liana dan tentu saja aku yang saat itu kebagian menjadi tuan rumah.

Seperti biasa dalam sebuah pertemuan, sejak dari pagi aku dibantu si Bibi sudah sibuk menyiapkan sajian buat disantap bersama-sama. Makanan sederhana ala rumahan dan hasil masakanku sendiri. Alakadarnya saja... Berharap teman-teman semua puas.

Menjelang jam 10 pagi, teman-teman mulai tiba dirumahku. Mereka berempat naik 'grab'. Ya memang lebih praktis kalau naik 'grab' sekarang. Apalagi kalau perginya bareng-bareng dengan jarak tempuh yang cukup jauh, 'grab' lebih nyaman ketimbang naik motor dan angkot.

Sesampainya di rumahku, kami saling melepas kerinduan setelah sibuk dengan libur lebaran masing-masing. Liburan kami cukup panjang, hampir sebulan lebih. Bersalaman saling melebur segala kesalahan dan bermaafan karena suasa masih suasana lebaran. Ber 'cipika-cipiki' dan dilanjut dengan mencicipi makanan yang mereka bawa masing-masing juga aku hidangkan.

Ditenggarai obrolan 'ngalor ngidur', candaan sana sini ber 'haha hihi'. Ditengah obrolan itu, aku mendapat sebuah pertanyaan dari Budhi dan Desi yang sedikit 'kepo' dengan sebuah lukisan yang tergantung di satu sudut dinding ruang tengah.

"Teh." Begitu sapaan Budhi terhadapku.

"Itu lukisan siapa?" Tanya Budhi penuh penasaran.

"Itu lukisan Kanjeng Pancaniti." Jawabku.

Kanjeng Pancaniti adalah DALEM PANCANITI

R.A.A. Kusumahningrat merupakan Bupati Ci­anjur yang pertama kali memperoleh gelar R.A.A. (Raden Aria Adipati), dari Pemerintah Kolonial Belanda.

Rd. Aria Wiratanu Datar VIII atau yang sangat terkenal dengan julukan Dalem Pancaniti ini, merupakan Bupati Cianjur ke-tujuh keturunan. langsung Dalem Cikundul yang sangat dicintai dan mencintai rakatnya.

Berbagai keberhasilan dalam kepemimpinannya sebagai Bupati Cianjur kala itu, memang sangat luar biasa Dalem Pancaniti bukan saja dianggap sebagal Bupati pemimpin rakyat Cianjur, yang memiliki sikap keteladanan sebagai seorang negarawan. Namun terlebih dari. itu, ia juga merupakan seorang budayawan Sejati. dan Agamawan/Ulama yang memiliki Ilmu adiluhung: Sehingga kalangan ahli sejarah menyebutnya sebagal seorang Primus Interpares, atau lebih kurang orang yang serba bisa. Ia juga pernah membuat kamus Bahasa Sunda Belanda, yang hingga saat ini masih tersimpan pada salah satu museum di Belanda.

Dalem Pancaniti juga merupakan seorang tokoh pencipta Mamaos Cianjuran yang sangat piawai dan mengagumkan. Ketika mencipta Mamaos ia lebih senang menyendiri dalam sebuah kamar khusus di pendopo Kabupaten Cianjur. Syair-syair lagu mamaos Cianjuran ciptaannya, sebagian besar berisi puji-pujian terhadap kebesaran Allah Swt. yang ditulisnya dengan sangat puitis dan indah. Selain juga menciptakan lagu mamaos dengan syair yang menggambarkan keindahan Iingkungan alam, sebagai ungkapan rasa cintanya terhadap Sang Maha Pencipta.

Bila sedang mencipta lagu mamaos Cianjuran, Dalem Pancaniti terkadang bisa menghabiskan waktu berjam-jam didalam kamar khususnya. Para pembantunya terkadang merasa kesulitan, untuk hanya sekedar menghantarkan makanan dan minuman saja. Karena dikhawatirkan akan sangat mengganggu konsentrasiny, sebab Dalem Pancaniti ketika mencipta lagu mamaos, bukan hanya sekedar menuliskan kata-kata namun ia lebih memusatkan konsentrasinya terhadap Sang Maha Kuasa, agar dapat memperoleh ijin dan ridho-NYA. Begitulah sebelum Dalem Pancaniti memulai menulis syair lagu Mamaos Cianjuran, ia senantiasa berdoa serta melakukan perenungan terlebih dahulu dengan sungguh-sungguh.

Dan yang cukup menarik, para pembantunya hanya akan berani masuk ke kamarnya untuk menghantarkan makanan dan minuman, apabila mereka telah mendengar suara Dalem Pancaniti men'dehem' atau batuk-batuk kecil, sebagai isyarat. Hanya apabila telah terdengar Dalem Pancaniti men'dehem', itu artinya ia telah selesai melaksanakan pekerjaannya menulis lagu mamaos Cianjuran. Atau setidak-tidaknya, memberikan kesempatan kepada pembantunya untuk masuk ke ruangan khusus tersebut.

Usai mencipta dan menyelesaikan sebuah lagu, Kangjeng Dalem biasanya langsung duduk-duduk beristirahat di paviliun Pancaniti yang terletak di belakang pendopo bagian barat. (Saat ini paviliun tersebut dijadikan kantor Kesbang). Sehingga Bupati Cianjur R.A.A. Kusumahningrat yang biasa duduk-duduk disana, akhirnya memperoleh julukan Dalem Pancaniti. Sesuai nama paviliun tersebut.

Di ruang itu pula Kangjeng Dalem Pancaniti biasa berunding dengan para seniman Cianjur. Mereka mendiskusikan lagu Mamaos Cianjuran yang baru saja selesai diciptakan. Sekaligus mulai berlatih bersama penuh kekeluargaan dengan nuansa yang sangat religius.(https://m.facebook.com › permalink)

"Darimana Teteh mendapat lukisan itu dan kenapa Teteh memiliki lukisan itu?" Kembali dia bertanya.

"Ya, itu koleksi Bapa. Bapa lah yang memiliki lukisan itu. Bapa sangat mengidolakan beliau hingga akhirnya Bapa pindah dan bermukim di Cianjur, itu adalah alasan paling kuat dan ingin memperdalam Tembang Cianjuran. Dan itu pula kenapa Bapa menyimpan lukisan itu. Kenapa?" Aku balik bertanya.

"Ngga apa-apa sih. Cuma Apa hubungan Teteh dengan orang yang ada di lukisan itu?"

"Kurang tahu." Jawabku pendek.

Sewaktu bapaku masih hidup, aku tidak suka banyak bertanya padanya. Entah segan atau takut, yang pasti bapaku memang bisa dibilang galak. Kalaupun aku bertanya, sedikit saja. Bapa seringkali menyebutku 'cerewed' (sunda: cerewet), hingga aku menjadi takut kalau mau bertanya apapun. Padahal setahuku sekarang sikap bapaku itu pembunuhan karakter untuk anak yang memiliki rasa ingin tahu yang besar. Ya, begitulah yang sempat aku tahu. Aku menyayangkan perlakuan dan sikap bapa saat itu, yang mungkin telah membentuk aku menjadi seperti ini. Tak berani bertanya. Terhadap guru di sekolah pun. Aku menjadi pasif dalam hal bertanya. Padahal dalam proses pembelajaran apalagi dalam kurikulum 2013 dengan pendekatan 'scientific approach', fase menanya adalah tahapan penting yang harus dilalui dalam proses kegiatan belajar mengajar. (Koq, jadi ngelantur ke soal Kurikulum 2013 ya...;) Hehe selingan).

"Mom, akan lebih baik jika di rumah ini lampunya selalu dalam keadaan nyala." Desi menimpali.

"Lho, memangnya kenapa?" Tanyaku.

"Ya, ngga apa-apa." Jawab Desi pendek seperti ada hal yang disembunyikan.

"Ada mistiknya ya lukisan itu" Tanyaku tambah penasaran. Kali ini disertai perasaan aneh dan sedikit takut.

"Eh, ayo jawab kenapa Des?" Tanyaku mendesak.

"Coba aja lihat gambarnya." Desak Desi.

Aku mencermati setiap sudut lukisan itu. Tak ada yang aneh. Kupikir biasa-biasa saja. Tak ada hal yang istimewa ataupun menyeramkan. Aku memang tak pernah atau jarang peduli dengan hal-hal yang berbau misteri. Tapi entahlah, bagi Budhi dan Desi yang secara mata bathinnya dibuka. Mereka seperti bisa melihat sesuatu pada lukisan itu. Lukisan itu mengandung misteri atau 'feel' yang berbeda. Terlebih bagi Desi, secara dia memang orang seni rupa.

"Mom, setiap gambar itu memiliki rasa. Apapun gambarnya, mau itu gambar manusi/orang, gambar binatang, gambar benda...apapun! Bahkan warna saja memiliki rasa. Desi menjelaskan dengan panjang lebar

"Des, coba lihat itu latar belakangnya." Pinta Budhi.

"Ga mau. Jangan minta aku untuk melihat kedua dan ketiga kalinya." Sanggah Desi.

"Lho, kenapa?" Tanyaku.

Aku biasa-biasa aja koq, melihat lukisan itu.

Ah memang mata bathinku tak dibukakan untuk mampu melihat hal-hal yang sifatnya misteri atau memiliki kekuatan mistik. Dan memang saya tidak mau!

Aku mencoba kembali melirik lukisan itu dan mencoba mencermati. Kali ini sapuan warna yang menjadi latar belakang lukisan itu. Tetap saja. Aku tidak melihat sesuatu.

"Ah, sudahlah jangan bahas lagi itu. Pokoknya jangan biarkan ruang ini sepi atau gelap. Sesekali shalatlah di sini atau mengaji." Tegas Desi memotong dan memutus ombrolan pembahasan lukisan.

Obrolan kami tentang lukisan itupun berhenti. Dan obrolan pun dialihkan dengan obrolan ringan lainnya.

Tanpa disadari, Rika yang dari tadi sibuk dengan gawainya, entah sedang menulis pesan atau membuka-buka 'facebook'nya dengan begitu asyik diam-diam menyimak pembicaraan kami. Dan dia paling 'parno' dengan hal-hal yang berbau mistik hingga sampai-sampai dia mencoba menghindar dengan asyik memainkan gawainya. Tapi, tiba-tiba dia pergi ke dapur.

"Bi, punten mau minta air minum, masih ada?" Tanyanya.

Tiba-tiba dengan spontan dia berbalik arah kembali ke ruang tengah tempat dimana kami kumpul-kumpul dengan setengah berlari. Sontak kami semua dibuat kaget dan bertanya-tanya...

"Ada apa, Rika?" Tanya kami hampir serempak.

"Aduh, itu mau ke WC tapi tiba-tiba lampunya mati." Jelas Rika.

Sejenak kami tertegun dan seakan tak percaya. Apa iya tiba-tiba mati...Adakah yang ganjil di rumahku... Sedang kami baru saja membicarakan hal yang mistik.

"Ah, Rika... Kali kepencet tombolnya sama sketsel yang tak sengaja ketekan dan kedorong sama kamu." Tegasku.

"Ngga tahulah...pokoknya aku takut." Jawab Rika.

Memang Rika termasuk orang yang penakut juga hingga obrolan kami tadi membuat dia terkena sugesti.

Sampai akhirnya terdengar suara adzan ashar. Tak terasa waktu berlalu. Dan setelah melaksankan shalat ashar teman-teman berpamitan pulang.

***

Saat malam tiba selepas shalat maghrib, aku kembali penasaran dan melihat kembali lukisan itu dengan rasa dan tatapan penuh menyelidik setiap goresan kuas dikanvas itu.

Aku mulai memperhatikan goresan warna yang menjadi latar belakang lukisan itu. Dan....kudapati gumpalan warna putih membentuk sesosok hewan. Ya, hewan jelmaan raja Pajajaran. Bagi masyarakat Sunda atau orang Jawa Barat memang sudah tidak asing lagi.

Semakin saya perhatikan semakin jelaslah gambar warna itu adalah harimau putih. Mungkin jelmaan raja Pajajaran, Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi.

Tak menunggu esok hari, aku langsung hubungi Desi lewat 'Whatsapp', cerita tentang apa yang baru saja kulihat.

"Des, aku kembali memperhatikan lukisan. Aku penasaran sebenarnya ada apa di lukisan itu... dan sekarang aku melihat sesosok hewan, kepala harimau putih yang jadi latar belakang lukisan itu. Benar atau tidak?" Tanyaku penasaran, sekadar ingin menyamakan persepsi.

Sayangnya Desi tidak tidak spontan langsung mengiyakan. Malah menjawab dengan kata-kata kiasan yang masih menyisakan tanya.

"Hehe..." Jawabnya sambil memberi 'emoticon' kera yang menutup muka dengan kedua tangannya.

"Jangan jawab dengan hehe... Bilang aja ya atau bukan." Desak aku.

"Iya, Mom. Makanya aku tadi bilang masih ada kaitan dengan raja Pajajaran. Ya itu..." Jawabnya

"Oh,...aku ngga 'ngeuh' waktu kau bilang itu tadi.

Sejenak aku termenung dan kembali menatap lukisan itu.

"Apa iya?" Tanyaku dalam hati.

Wallahu alam!

#13072017

#ensitha

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

uhh mama mia...mistiknya sungguh kuat

13 Jul
Balas

Serem dong bu. Hehehe

13 Jul
Balas

Ya sih...tapi mau saya kemanakan lukisan itu. Katanya kalo dipindahkan juga akan balik lagi...iyyy serem juga. Udah betah disini katanya

13 Jul

Oh iya ya...pas banget 'friday the 13th...'

13 Jul
Balas

He...he, serem ya..

15 Jul
Balas

Friday 13 th. Manteb.

13 Jul
Balas



search

New Post