reni setiawati

Masih terus belajar, belajar, dan belajar berusaha untuk berkarya secara maksimal...... ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mereka Bisa

Mereka Bisa

Mereka Bisa

Pagi itu bu Diana memasuki kelas 7B dengan penuh semangat, menyapa anak-anak dengan lembut dan pelan agar mereka bisa membaca bibir bu Diana, karena kelas 7B merupakan kelas anak-anak tunarungu wicara, “Selamat pagi semua,” sapa bu Diana. “Selamat pagi bu guru” jawab mereka kompak meskipun suara mereka terdengar aneh di telinga orang normal, seperti bu Diana. Yap, bu Diana sudah memakluminya dengan keadaan seperti itu, anak-anak harus bisa berkomunikasi layaknya anak-anak umum, mereka diharuskan berbicara lantang karena dalam proses belajar mengajar, anak-anak mendapatkan kelas wicara, dimana mereka belajar menggunakan suaranya. Bu Diana memberikan pengumuman kepada anak-anak dengan tutur kata yang pelan dan lembut agar mereka bisa membaca bibir bu diana dan mereka tahu bahwa bulan Juli nanti akan diadakan seleksi OSN (Olimpiade Sains Nasional) tingkat kota, untuk kepentingan tersebut, bu Diana akan melakukan seleksi tingkat sekolah. Begitu mendengar informasi dari bu Diana, Dita, anak yang agak lola-loading lama-mengacungkan jarinya mencoba untuk bertanya dengan menggunakan tutur terisyarat, “sekolah tingkat seleksinya bu kapan?” sebelum menjawab pertanyaan Dita, bu Diana mencoba meluruskan pertanyaan Dita. “Kapan seleksinya tingkat sekolah, bu?” ralat bu Diana dengan tutur terisyarat juga. Bu Diana memakluminya lagi karena anak-anak tunarungu wicara seringkali menggunakan kosakata yang terbalik-balik karena pada umumnya mereka tidak mendengar bunyi sehingga perbendaharaan kata yang dimiliki anak-anak terbatas. Tutur terisyarat merupakan komunikasi dengan mengandalkan pembacaan gerak bibir dan tutur visual untuk memahami bahasa lisan. Tutur terisyarat mempermudah orang membaca gerak bibir dengan memberikan isyarat tangan untuk menunjukkan bunyi mana yang diucapkan. “Siang nanti sepulang sekolah” jawab bu Diana.

Hasil dari proses seleksi sekolah menunjukkan bahwa yang berhak mewakili sekolah di tingkat kota adalah Lintang, banyak yang tidak menyangka, baik guru-guru maupun anak-anak yang lain. Lintang terlalu pendiam untuk ukuran anak-anak tunarungu wicara, meskipun anak 7B anak tunarungu wicara tapi mereka tergolong anak-anak yang ceriwisnya minta ampun. Untuk menarik perhatian temannya sendiri mereka harus membuat getaran benda yanga ada di dekat mereka atau menggerak-gerakkan anggota tubuh temannya sendiri. Terkecuali Lintang, gadis yang duduk paling depan bisa menarik perhatian guru-guru dan teman-temannya karena kemampuannya mengalahkan 10 anak tunarungu wicara dalam seleksi sekolah yang diikuti anak kelas 7 dan 8. Kemampuan Lintang dalam mempelajari ilmu aljabar, aritmatika,geometri menunjukkan kepada guru-guru bahwa dia memiliki kemampuan matematika lebih dibanding yang lain.

Berkat bimbingan bu Diana dan kemampuan dasar yang dimiliki Lintang, Lintang dapat mewakili kotanya untuk maju ke tingkat Provinsi. Lintang harus bersaing dengan anak-anak dari 33 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Yang membuat bu Diana cemas, kawatir dan takut adalah ternyata Lintang tidak hanya bersaing dengan anak-anak tunarungu wicara dari SLB tapi anak-anak tunadaksa dari sekolah inklusi. Sekolah inklusi merupakan sekolah normal dengan peserta didiknya merupakan anak-anak berkebutuhan khusus tetapi memiliki intelegensi seperti anak-anak normal lainnya.

Dengan tutur terisyarat Lintang berkata dengan bu Diana, “Lintang senang, bu. Karena Lintang bisa bertemu dengan teman-teman dari sekolah lain.”

“Ibu juga senang kamu punya banyak kenalan, kamu bisa bergaul dengan teman-teman dari kota lain.” balas bu Diana “ Buat ibu dan kota kita bangga punya anak yang berprestasi seperti kamu, Lin!”

Dengan senyum yang manis, Lintang mengangguk.

Tepat pukul 08.00, peserta OSN memasuki ruangan untuk mengikuti tes tertulis. Di luar ruangan bu Diana nampak cemas karena baru pertama ini mendampingi anak tunarungu wicara ikut dalam OSN apalagi sampai tingkat provinsi. Rasa tidak nyaman yang bu Diana rasakan tidak membuat Lintang yang berada di dalam ruangan ikut tegang. Lintang merasa nyaman, Lintang mampu mengerjakan soal demi soal dengan tenang. 4 jam sudah Lintang berjuang demi nama sekolah, nama kota tempat ia dibesarkan. Tepat pukul 12.00 Lintang sudah keluar ruangan. Bu Diana segera menghampiri Lintang, “bagaimana, Lin? Kamu bisa?” tanya bu Diana dengan tutur terisyaratnya. “Semoga saja, bu” jawab Lintang.

OSN yang diikuti Lintang membuat dia berkenalan dengan Vina, anak tunarungu wicara juga dari Kota Wonosobo. Kedua anak tersebut asyik ngobrol dengan menggunakan tutur terisyarat. Yang membuat Lintang heran terhadap Vina yaitu di telinganya Vina terpasang sebuah alat. “Vin, yang ada di telinga kamu itu apa?” tanya Lintang dengan hati-hati agar Vina tidak tersinggung. “O...ini?” kata Vina sambil memegang telinganya. “Ini adalah alat bantu dengar, gunanya hanya untuk memperkuat bunyi dan untuk meningkatkan sisa pendengaran yang masih aku miliki.” Terang Vina. “Pakai alat itu tidak sakit Ya, Vin?” tanya Lintang lagi. “Tidaklah, biasa saja.” Jawab Vina. Mereka berdua asyik ngobrol, sampai tidak terasa waktunya untuk pengumuman hasil seleksi OSN.

Panitia mengumumkan juaranya, mulai dari harapan III, harapan II, harapan I, juara III, juara II dan juara I. Dari sekian nama yang diumumkan, nama Lintang tidak disebutkan, artinya memang Lintang benar-benar gagal untuk kompetisi kali ini. Dalam kompetisi OSN ini, tak ada satupun peserta yang berhasil dari anak-anak tunarungu wicara, semua yang menang adalah anak-anak tunadaksa. “Kenapa yang menang anak-anak tunadaksa, bu? Koq tidak ada anak-anak dari tunarungu?” tanya Lintang penasaran. Dengan lembut bu Diana menjawab, “tidak apa-apa, artinya Lintang harus belajar lebih giat lagi supaya tahun depan bisa masuk menjadi juara”.

Kegagalan dalam OSN tidak menyurutkan Lintang untuk memantapkan langkahnya dalam mempelajari sains, apalagi bu Diana pernah menceritakan kisah-kisah orang-orang yang sukses dan terkenal penyandang tunarungu antara lain Hellen Keller yang seorang pengarang, aktivis dan bahkan pesohor; Ludwig Von Beethoven, seorang musisi yang dapat menghasilkan karya musik yang begitu indah; Thomas Alva Edison penemu cara kerja bohlam, yang mulai kehilangan pendengarannya mulai usia 12 tahun; Gideon E. Dan H. Humphrey, kakak beradik yang menjadi penyandang tunarungu Amerika pertama yang meraih gelar Ph.D dan menjadi kimiawan terkenal sedangkan H. Humphrey menjadi pelukis terkenal; Marlee Matlin, seorang artis yang lahir tahun 1965 yang telah sukses berperan sebagai pengacara tunarungu dalam serial Reasonable Doubts, sampai kelinci tunarungu dalam Disney’sAdventures in Wonderland.

Kisah-kisah orang-orang tunarungu yang sukses itulah yang menjadi keyakinan Lintang bahwa suatu hari nanti dia pasti akan menjadi orang yang sukses, berhasil seperti orang-orang yang diceritakan oleh bu Diana beberapa waktu yang lalu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terima kasih sudah berbagi cerita belajar di kelas khusus. Semoga mereka tumbuh dan berkembang dengan baik. Cerdas sesuai kapasitas. Mandiri dan sukses untuk masa depannya.

30 Jan
Balas

aamiin, maturtengkiyu ibu, sudah berkunjung dan

02 Feb

maturtengkiyu ibu, sudah berkunjung dan mendoakan murid saya..............

02 Feb
Balas



search

New Post