Saparan
Keluarga Pak Santo tinggal di lereng Merbabu atau di ketinggian sekitar 1.500 – 1.700 meter di atas permukaan laut. Lebih tepatnya mereka tinggal di desa Kopeng, karena berada di lereng gunung sehingga Desa Kopeng memiliki hawa yang sejuk dan dingin. Masyarakat sekitar masih banyak yang melakukan aktifitasnya sebagai petani dan pedagang. Pun sama dengan keluarga Pak Santo, beliau hanya pedagang sayuran pada sebuah pasar wisata dan istrinya seorang petani sayuran di Desa Kopeng. Desa Kopeng menyimpan potensi wisata yang menarik. Terdapat 2 kelompok wisata yaitu taman rekreasi yang dikelola oleh pemerintah dan hutan wisata atau bumi perkemahan yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.
Hutan wisata atau bumi perkemahan yang sering dikenal dengan sebutan Umbul songo adalah merupakan cagar alam hutan lindung yang berupa rekreasi alam bawah pohon pinus, mata air dan sungai, tempat kemah,kolam renang umbul songo, jalan menuju rute basecamp pendakian gunung merbabu dan lokasi tantangan dan uji keberanian di lokasi kopeng treetop adventure di sebelah timur komplek bumper hutan wisata pinus kopeng. Umbul songo merupakan mata air, yang ditemukan oleh para wali pada jaman kerajaan Demak, untuk mencukupi kebutuhan akan air wudlu. Para wali bersama-sama berdoa memohon kepada Tuhan untuk dimudahkan dalam memperoleh sumber mata air, guna keperluan berwudlu. Permohonan para wali dikabulkan dan keluarlah mata air yang debitnya sangat besar yang dinamakan Umbul Songo. Terdiri dari sumber mata air di sekitar Tekelan, Contre, Tayengan, Selodhuwur dan Kopeng.
Selain menyimpan potensi wisata, di desa Kopeng juga masih ada tradisi saparan, masyarakat setempat merayakan tradisi saparan sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen warga yang melimpah dan ketenteraman desa.
Istilah saparan sendiri berasal dari kata “sapar” dalam kalender Jawa sapar merupakan perhitungan kedua setelah bulan suro (muharram). Keunikan dari tradisi saparan yaitu ketika seseorang berkunjung ke suatu rumah, seseorang tersebut diwajibkan untuk menyantap makanan.
“Pakne 2 minggu lagi Saparan, kita belum punya uang untuk merayakannya” kata Mak Inah. “Iya Mak, beberapa minggu pasar juga sepi, mak tau sendiri to kalo sayuran yang tak bawa itu banyak yang busuk dan uang yang dihasilkan juga sedikit.” Jawab Pak Santo. Darmo yang mendengarkan pembicaraan orang tuanya ikut nimbrung dalam obrolan. “Kalo belum ada rejeki kita tidak perlu saparan dulu.” Hush, kamu anak kecil tahu apa? Kamu itu sekolah yang bener biar jadi anak yang membanggakan orang tua.” Kata pak Santo. “Darmo kan hanya kasih saran saja to pak.” Jawab Darmo sambil pergi meninggalkan mereka.
“Alhamdulillah Mak, sayuran Bapak laku, semoga setiap hari laris sehingga kita bisa menyisihkan uang untuk persiapan saparan seminggu lagi” cerita Pak Santo ketika baru pulang. “Alhamdulillah, Pak. Semoga dagangan Bapak laris manis.” Kata Mak Inah.
“Assalamualaikum…..”teriak Darmo dari luar lalu duduk di bale sambil mencium punggung tangan bapaknya, “Pakne sepatu Darmo jebol, bagian depan sudah mengkap-mengkap minta diganti” isak Darmo.
“Alhamdulillah Le, Bapak ada rejeki besok kita ke kota ya, beli sepatu baru”
“Uang Bapak katanya buat persiapan saparan, kalo dipake buat beli sepatu Darmo terus saparannya pripun, Pakne?” Tanya Mak Inah. “Semoga nanti Allah SWT kasih rejeki buat kita Mak, kalo kita tidak pelit sama keluarga, insyaallah nanti akan ada gantinya, insyaallah ada saja nanti rejeki yang datang buat kita, Mak”
“Bu, sayur brokoli, Peterseli, salada, dan kubis yang ada di kebun Ibu dijualkah?” Tanya seorang ibu muda yang kebetulan sedang berjalan melewati rumah Pak Santo. “Iya bu, biasanya dibawa suami saya lalu dijual ke pasar. Ada yang bisa saya bantu, Bu?” Tanya Mak Inah. “Sudah saatnya panen, kira-kira bisa saya beli, Bu. Saya borong semua boleh tidak, Bu?” Tanya Ibu muda tersebut. “Semuanya saya beli. Kira-kira kalau saya bayar 2 juta, boleh tidak, Bu?” “Allahuakbar….Allahuakbar….saya tidak salah dengar, Bu?” Tanya Mak Inah karena tidak percaya jika sayur di kebunnya membuat orang lain tertarik untuk membeli. “Iya, Bu. Apa Ibu keberatan? Atau terlalu murahkah?” Tanya ibu muda tersebut. “Alhamdulillah, saya tidak keberatan, Bu. Rejeki kami, Bu.”kata Mak Inah.
“Alhamdulillah Ya Allah, Engkau Maha Pemberi rejeki, kami bisa merayakan saparan” lirih Mak Inah dengan berlinang air mata.
“Le, besok lusa ajak teman-teman dan gurumu ke rumah kita, insyaallah kita bisa merayakan saparan” kata Mak Inah kepada Darmo, “Iya Mak, temen-temen Darmo juga sudah Tanya, ada saparan tidak di rumahmu, Mo? Tak jawab insyaallah ada, “Besok saudara Bapak yang ada di kota juga diundang ya pak” “Jangan kawatir Mak, insyaallah mereka akan datang, alhamdulillah rejeki kita banyak Mak.” Kata Pak Santo.
Hiruk pikuk keramaian sudah terasa di desa Kopeng, masyarakat desa sudah menyambut tradisi saparan, setiap rumah sudah menyiapkan menu makanan yang bervariasi dan beragam, tak ketinggalan rumah Pak Santo dan Mak Inah juga menyiapkan berbagai macam masakan, ada lodeh terong, ayam balado, rendang daging, bakso, dan berbagai macam buah tersedia.
Siapa yang berkunjung ke desa Kopeng ketika bulan sapar mereka akan dijamu oleh warga kampong dengan berbagai jamuan makanan dan tradisi kebudayaan seperti reog.
Alhamdulillah Pak Santo, Mak Inah, dan Darmo tersenyum lega and bahagia karena tahun ini saparan di rumah mereka sungguh meriah.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar