Reni Sularsih

Assalaammu'alaikum wr.wb. Salam Literasi! Salam kenal.. Nama saya Reni Sularsih. Lahir di Jakarta 13 Agustus 1969. Saya masih wiyata bakti di SDN Karangjati ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Ngartis

Cinta Tak Pernah Salah

#Tagur hari ketiga (lagi).

September 2020.

"Tuh, fans-mu muncul di TV."

"Ga bosan apa, lihat dia muncul terus?"

"Iya. Nyaris di setiap acara dia tampil."

"Kadang ngelawak juga."

"Absurd."

"Konyol."

"Tapi aneh..."

"Apanya yang aneh?"

"Aku."

"Kamu kenapa?"

"Aku suka tingkah konyolnya. Absurd yang ngengeni."

"Konyol."

"Siapa?"

"Kamulah."

"Jodoh, dong."

"Iya kaleee. Sama-sama absurd. Ga jelas."

***

November 2020

Alunan musik di kamar sebelah membuatku tersenyum.

Dila memang sedang tergila-gila dengan grup cowok penyanyi plus penari legendaris itu.

Hebohnya. Sampai dia bela-belain beli lightstick segala. Katanya ga punya uang tapi bulan lalu dia unboxing barang jualan mereka. Ga murah. Sejuta-an. Ck..ck..ck..

Musim pandemi gini mencari rupiah sangat sulit. Eh, dia malah sukarela membeli merchandise mehong seperti itu.

"Kan, kamu bisa googling foto-foto mereka. Trus kamu cetak di kertas foto. Atau kalau perlu MMT yang gede. Murah. Ga sampai sejuta,"protesku.

"Ah, kamu ga punya sense. Ini beda. Jauuuh."

"Ya, iyalah. Kamu di sini mereka di sana."

"Kamu tahu ga apa akronim benci?"

"Apaan. Benci ya benci saja. Kata sifat."

"Yeee.. ada lho akronimnya. Benci benar-benar cinta."

Aku terbahak.

"Hati-hati."

Hahaha.

****

Oktober 2020

Kemarin malam. Aku masuk kamar Dila. Sepi. Kucari ke sekeliling ruangan juga sepi.

Musik mengalun lembut dari HP-nya.

Ah, live streaming.

Entah apa yang membawaku memegang HP Dila dan pas saat itu sebuah wajah terpampang jelas di layar.

Pias.

Jantungku berdegub kencang. Kakiku gemetaran tak karuan.

Wajah tampan kharismatik itu begitu memukau. Suara baritonnya yang dalam membuatku terlena.

Tersentak aku saat Dila memanggil namaku. Ku letakkan HPnya perlahan di tempat semula. Aku beringsut mendekati kursi. Duduk menjauh dari HP itu.

Namun melodi lagu itu nyaman masuk ke gendang telingaku.

Pssst!

Jangan bilang Dila, ya.

*****

Januari 2021

Aku baru saja masuk ruangan itu saat berpapasan dengan Junaedi. Dia tersenyum sopan membungkukkan badannya. Ah sebuah tradisi yang nyaris kami lupakan akhir-akhir ini.

"Tino ada?" tanyaku berbasa-basi.

Junaedi mengernyitkan dahinya.

"Kenapa Tino?"

"Lho.. aku ada perlu sama dia. Ga boleh?" Matanya menari, tatapan menyelidiknya membuatku sedikit gugup. Aku yakin pipiku merona malu.

"Oh.. tentu saja boleh. Ga pengen ketemu Trisna?"

Aku tertawa. Memang rumor Trisna menyukai aku sudah santer terdengar. Bahkan hampir di setiap pertunjukkan mereka selalu menjodohkan aku dengan Trisna.

Aku menggeleng.

"Tino ada di ruangan make up artis."

"Noted. Thanks."

Ringan kakiku melangkah menuju lantai atas. Tempat kami sering menghabiskan waktu bersama artis lainnya menanti giliran tampil.

Aku menyapu sekitar. Ruangan terang benderang sekarang sebab beberapa sekat sengaja dilepas. Sejak pandemi, ruangan ini memang jarang terpakai. Jadi nampak lengang, dan kaca-kaca yang menempel di dinding menambah kesan luas. Beberapa orang membentuk lingkaran besar untuk menjaga jarak. Mereka mungkin sedang ada meeting kecil untuk penampilan dua pekan ke depan.

Junaedi mengikuti langkahku. Dia menunjuk sofa. Di sana ada sekitar delapan orang menatap ke arah yang sama. Di depan mereka ada pelatih tari yang sedang memeragakan gerakan.

Konsentrasi mereka penuh hingga tak menyadari kedatanganku. Junaedi nampak berbicara dengan pelatih tari. Menunjuk ke arahku. Otomatis semua mata kini tertuju padaku.

Trisna melonjak melihatku. Dia memegang dadanya lalu mengucek matanya tak percaya. Teman-temannya tertawa.

Junaedi meraih tangan Tino. Berbisik padanya.

Tino nampak terkejut.

Matanya memandang ke arahku, berpindah ke Krisna, lalu ke arah Prapto, berpindah ke Junaedi, lalu ke arahku lagi. Confused?

Aku tertawa dalam hati melihat gaya absurdnya yang kocak.

Junaedi menggandeng tangan Tino berjalan mendekatiku. Dia mempersilakan kami duduk di sofa yang lain di sudut lain.

Kami? Ya, aku dan Tino.

Tino nampak canggung

duduk di sebelahku.

Matanya tak lepas memandang Trisna dan Prapto di sana. Aku tahu, keduanya memang sering digosipkan suka padaku. Ih, kenapa aku jadi GR begini, ya?

Hahaha.

"Ada apa?" tanyanya memecah kebisuan di antara kami berdua.

"Gapapa. Cuma pengen ketemu, aja." Aku mengajaknya bercanda.

Bola matanya menari. Aku suka jika matanya membesar begitu. Pertanda dia jujur dengan perasaannya.

"Kamu kan tahu aku banyak pekerjaan. Sekarang saatnya latihan. Dua pekan lagi kita pentas."

"Jadi aku mengganggumu, ya?"

"Please. Jangan merajuk di sini, deh."

"Kamu kenapa ga balas chat aku?"

Dia diam.

Junaedi memberi kode dengan tangannya.

"Maaf. Aku harus latihan."

"Silakan. Aku tunggu di sini."

"Apa-apaan, sih. Aku ga bisa konsentrasi kalau ada kamu."

"Bagus, dong."

"Bagus apanya?"

"Ya, berarti ada aku di pikiranmu."

"Yulia. Please. Help me."

Junaedi mendekatiku.

"Ada yang bisa kubantu?"

Aku dan Tino bertukar pandang.

"Ehm.. ada yang bisa kubantu?" Junaedi mengulanginya.

Aku menggeleng.

Tino berdiri dan bersiap pergi menghampiri timnya.

Junaedi meraih tangannya.

"Katakan padaku. Apa yang kalian sembunyikan dariku?"

Junaedi meraih tangan Tino. Berbisik padanya.

Tino nampak terkejut.

Matanya memandang ke arahku dan Trisna, lalu ke arah Prapto, berpindah ke Junaedi, lalu ke arahku lagi. Confused?

Aku tertawa dalam hati melihat gaya absurdnya yang kocak.

Junaedi menggandeng tangan Tino berjalan mendekatiku. Dia mempersilakan kami duduk di sofa yang lain. Kami? Ya, aku dan Tino.

Tino nampak canggung

duduk di sebelahku.

Matanya tak lepas memandang Trisna dan Prapto di sana. Aku tahu, keduanya memang sering digosipkan suka padaku. Ih, kenapa aku jadi GR begini, ya?

Hahaha.

"Ada apa?" tanyanya memecah kebisuan di antara kami berdua.

"Gapapa. Cuma pengen ketemu, aja." Aku mengajaknya bercanda.

Bola matanya menari. Aku suka jika matanya membesar begitu. Pertanda dia jujur dengan perasaannya.

"Kamu kan tahu aku banyak pekerjaan. Sekarang saatnya latihan. Dua pekan lagi kita pentas."

"Jadi aku mengganggumu, ya?"

"Please. Jangan merajuk di sini, deh."

"Kamu kenapa ga balas chat aku?"

Dia diam.

Junaedi memberi kode dengan tangannya.

"Maaf. Aku harus latihan."

"Silakan. Aku tunggu di sini."

"Apa-apaan, sih. Aku ga bisa konsentrasi kalau ada kamu."

"Bagus, dong."

"Bagus apanya?"

"Ya, berarti ada aku di pikiranmu."

"Yulia. Please. Help me."

Junaedi mendekatiku.

"Ada yang bisa kubantu?"

Aku dan Tino bertukar pandang.

"Ehm.. ada yang bisa kubantu?" Junaedi mengulanginya.

Aku menggeleng.

Tino berdiri dan bersiap pergi menghampiri timnya.

Junaedi meraih tangannya.

"Katakan padaku. Apa yang kalian sembunyikan dariku?"

Tino menepis tangannya.

Diam dan berlalu.

Junaedi berpaling ke arahku.

"Aku pulang." kataku agak keras. Berhasil. Tino menoleh. Berhenti. Memutar tubuhnya sesaat. Menatapku. Tersenyum dan mengangguk sopan.

"Take care," katanya melambaikan tangan dan berlalu. OMG. Dinginnya.

Junaedi menarik tanganku untuk duduk kembali.

Ragu-ragu aku mengatakannya.

"Aku... aku.. Tino."

"Maksudnya?"

"Aku...Tino.."

"Kamu dan Tino kenapa? Ada apa dengan Tino?"

"Ah.."

"Apa?"

Aku ga tahu musti bilang apa ke Junaedi.

"Aku pulang. Tino latihan"

"Lho.. kamu ga latihan juga?"

"Ga. Ga mood lagi."

"Lho. Artis profesional kok moody begini?"

Aku tertawa.

"Jadwalku besok, Joned."

"Ngobrol, dong."

"Lha ini kan udah ngobrol."

Junaedi tertawa.

"Junaedi. Aku bisa minta tolong?"

"Apa?"

"Bilangin ke Tino."

"Bisa. Bilang apa?"

"Ga jadi."

"OK. Tino, ga jadi. Aku bilang gitu, ya?" Katanya melucu.

Hahaha.

"Aku anterin ke depan."

"Ga usah. Katamu mau latihan sekarang."

"Belum."

"Trus tadi ngapain melambaikan tangan ke Tino?"

"Oh itu. Ada Trisna dan Prapto yang memintanya kembali ke tim."

Sungguh Aku tak suka cara mereka berdua. Okelah. Mungkin mereka cemburu pada Trisna. Secara keduanya yang menjadi fans beratku selama ini.

Aku juga tidak mengerti dengan diriku dan perasaanku. Hanya menganggap mereka sebagai pemanis saja. Sahabat. Toh, tak satu pun dari keduanya yang meyatakan cinta padaku secara langsung dan terang-terangan. Beginilah resiko sebagai artis idola. Fans merasa kami ini, adalah milik mereka. Mereka mendukung sekaligus mengungkung. Kami jadi tak bebas bergerak dan melangkah. Privasi kami jadi sangat terbatas.

Aku melangkah perlahan di samping Junaedi.

"Aku mau jujur sama kamu tapi tolong rahasiakan ini dari orang lain."

Junaedi mengiyakan.

Sekitar lima langkah ke arah lift, ada yang memanggil namaku.

Kami menoleh bebarengan. Rupanya Tino membuntuti kami.

Dia meraih tanganku menepi, menjauh dari Junaedi. Tentu saja tindakan Tino membuat Junaedi kaget.

Tino berbisik perlahan.

"Pulanglah. Jangan katakan apa pun pada siapa pun. Aku tak suka. Please." Matanya menatap tajam. Aku terkesiap. Tak ku

sangka di balik sikap dan sifatnya yang ramah dan hangat di depan fans selama ini, ternyata bisa juga dia setegas ini. Lidahku kelu seketika.

Dengan santai Tino meraih tangan Junaedi berlalu meninggalkan tanda tanya besar di hatiku dan Junaedi.

"Ada apa?"

"Shhh.. sudah. Biarkan dia pulang. Kita sudah ditunggu pelatih."

Dia berlalu. Tanpa menoleh lagi padaku.

Di kelokan depan, Junaedi masih sempat melihat ke arahku. Bingung.

****

Aku terhuyung. Cintaku kandas tak berbekas.

HP kubanting tanpa ampun. Hatiku retak. Terjawab sudah tanda tanya besarku saat di depan lift itu. Kabar buruk. Tino ternyata ada affair dengan Dila.

Oh, Tuhanku.

Ungaran, 15 Januari 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sekali duduk. Tancap gasss pool.

15 Jan
Balas

Waduh, jadi hancur deh. Keren Bund. Tapi ada tulisan yang berulang sekira satu paragraf. Sukses selalu dan barakallahu fiik

17 Jan
Balas

Kreatif cerpennya... Salam sukses, Bu.

17 Jan
Balas



search

New Post